Komitmen Tiga Mahasiswi Fasilitasi Pendidikan Bagi Anak Berakses Terbatas

Tujuannya tidak hanya transfer ilmu, tetapi membiasakan anak-anak berinteraksi dan merasa nyaman bertemu dengan orang-orang baru dari luar.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
(MG Axel Sabina Rachel Rambing)
Sabrina Az Zahra - kiri (21), Emilly Waani - tengah (20), Alendra Rachel Darmawan - kanan (20), tiga mahasiswi UPN Veteran Yogyakarta pencetus komunitas mengajar, Youth Exceeding Program di Sleman, DIY. 

Baik Sabrina, Emily, dan Rachel sama-sama mengakui bahwa dalam menghadapi anak-anak perlu kesabaran ekstra.

“Awal-awal kami bertemu, sulit sekali mendapat perhatian penuh. Fokus mereka sangat mudah terpecah,” ujar Emily salah satu pendiri sekaligus koordinator.

Di momen-momen sulit inilah, komitmen dan ketulusan para relawan pengajar benar-benar diasah.

Kerap kali para pengajar YEP memilih menarik diri sejenak dari kegiatan dan memakai waktu tersebut untuk menenangkan diri sembari mengembalikan energi.

“Relawan lain yang tertarik untuk bergabung di YEP juga kami tekankan tentang situasi seperti apa yang nanti akan dihadapi jika mengajar anak-anak panti ini,” ujar Rachel, pendiri sekaligus penanggung jawab SDM menjelaskan upayanya untuk memastikan komitmen para calon relawan.

Berbekal jiwa kemanusiaan, dukungan dari orang tua dan antusiasme dari para relawan, YEP terus menjalankan misi sosialnya dan hingga kini telah memasuki periode ketiga pengabdian.


Mengabdi Hingga ke Pelosok

Rupanya, semangat mengajar komunitas YEP tidak berhenti di wilayah perkotaan yang ramai akan hiruk pikuk kehidupan masyarakat.

Semangat pengabdian mereka meluas, membawa program YEP Interactive ke Dusun Bantalwatu, Tepus, Gunungkidul, DIY.

Relawan Youth Exceeding Program berfoto bersama anak-anak di Dusun Bantalwatu, Gunungkidul, DIY seusai kegiatan belajar. (Sumber: Arsip Komunitas YEP).
Relawan Youth Exceeding Program berfoto bersama anak-anak di Dusun Bantalwatu, Gunungkidul, DIY seusai kegiatan belajar. (Sumber: Arsip Komunitas YEP). 

Mereka bercerita bahwa kegiatan mengajar di dusun tersebut berfokus pada materi Bahasa Inggris.

“Tidak semua sekolah di wilayah itu ada guru atau pelajaran bahasa inggris, sementara saat ujian akhir semester tiba, mereka akan diberi soal Bahasa Inggris dan harus dikerjakan,” pungkas Sabrina menjelaskan titik awal dari keresahan YEP tentang pendidikan di wilayah tersebut.

Ia menambahkan, pengetahuan berbahasa Inggris sangatlah penting untuk menyokong bakat, impian, dan memperluas jejaring anak-anak di sana pada masa yang akan datang. 

Akan sangat disayangkan jika anak-anak di dusun tersebut tidak memiliki kesempatan yang sama untuk mengasah keterampilan berbahasa asing.

Hal ini sejalan dengan motto komunitas mereka yaitu ‘Youth Exceeding beyond the skies’. YEP berharap agar anak-anak yang mereka dampingi mampu melampaui segala keterbatasan yang ada. 

Melalui pendidikan Bahasa Inggris, komunitas ini secara konkret membuka jendela bagi anak-anak Dusun Bantalwatu untuk mengenal lebih jauh praktik berbahasa yang akan menghubungkan mereka dengan dunia luar. (MG|AXEL SABINA RACHEL RAMBING)

Baca juga: Cerita Volunteer GTS: Banyak Siswa Indonesia Tak Sanggup Bermimpi

 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved