Disdikpora DIY Waspadai Dampak Perundungan dan Game Online di Sekolah

Kepala Disdikpora DIY, Suhirman, menegaskan tim Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan (TPPKS) di sekolah-sekolah akan diaktifkan kembali

TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY, Suhirman. 
Ringkasan Berita:
  • Disdikpora DIY mewaspadai dampak perundungan dan pengaruh game online di sekolah
  • Tim Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan (TPPKS) di sekolah-sekolah akan diaktifkan kembali
  • Guru BK dan wali kelas diharapkan lebih mencermati perilaku siswa yang menunjukkan tanda-tanda tekanan psikologis atau perubahan sikap

 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Peristiwa ledakan di SMAN 72 Jakarta yang diduga berkaitan dengan kasus perundungan mendorong Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY memperkuat pengawasan terhadap siswa.

Kepala Disdikpora DIY, Suhirman, menegaskan tim Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan (TPPKS) di sekolah-sekolah akan diaktifkan kembali.

Menurut Suhirman, tim TPPKS sudah dibentuk di setiap sekolah di DIY, tetapi perlu dihidupkan lagi agar berfungsi optimal dalam mendeteksi dan menangani siswa yang membutuhkan perhatian khusus. 

“Kami sudah memiliki tim Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di masing-masing sekolah. Dengan adanya kejadian tersebut, kami akan mengaktifkan kembali tim-tim itu, termasuk guru Bimbingan Konseling dan wali kelas,” ujar Suhirman, Senin (11/11/2025).

Ia menambahkan, guru BK dan wali kelas diharapkan lebih mencermati perilaku siswa yang menunjukkan tanda-tanda tekanan psikologis atau perubahan sikap.

Langkah ini, kata dia, penting agar potensi kekerasan, perundungan, atau gangguan mental dapat terdeteksi lebih dini dan segera ditangani.

Tim TPPKS terdiri dari unsur internal sekolah dan pihak luar yang berkoordinasi dengan Disdikpora DIY.

“Dari kami ada, dari sekolah juga ada, dan kami sering bekerja sama dengan DP3AP2 (Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk),” kata Suhirman. 

Suhirman menjelaskan, setiap sekolah telah memiliki standar operasional prosedur (SOP) untuk menangani kasus kekerasan di lingkungan pendidikan.

“Harapan kami, kasus bisa diselesaikan di tingkat sekolah. Kalau tidak bisa, baru dilaporkan ke Disdikpora,” ujarnya.

Jika kasus sudah memasuki ranah hukum, Disdikpora akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial melalui Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial.

“Biasanya, anak-anak yang terlibat tetap mendapat hak belajar, tetapi sistem belajarnya diatur bersama antara sekolah dan Dinas Sosial,” katanya.

Kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta yang melibatkan seorang siswa berusia 17 tahun menjadi perhatian berbagai pihak.

Siswa tersebut diduga menjadi korban perundungan dan terpapar konten kekerasan di media sosial sebelum membuat bahan peledak rakitan di lingkungan sekolah.

Baca juga: Sekolah Rakyat di Kulon Progo Akan Jadi Pusat untuk DIY, Mencakup Jenjang SD - SMA

Menanggapi hal itu, Suhirman menilai pengawasan terhadap kebiasaan dan aktivitas digital siswa juga harus diperkuat.

Ia mengingatkan agar sekolah tidak hanya fokus pada akademik, tetapi juga memperhatikan perilaku dan kehidupan sosial siswa di luar ruang belajar. 

Sebagai bentuk pengawasan, Disdikpora DIY meminta sekolah melibatkan tenaga teknisi untuk memantau penggunaan jaringan internet di lingkungan sekolah.

“Kami minta sekolah-sekolah memeriksa jaringan — mana yang digunakan untuk pembelajaran dan mana yang tidak. Kalau ditemukan untuk bermain game, harus segera ditindaklanjuti,” kata Suhirman.

Ia menegaskan, kegiatan bermain game online di sekolah dilarang sepenuhnya.

Disdikpora DIY berupaya memastikan setiap satuan pendidikan menjadi ruang yang aman, sehat, dan mendukung perkembangan karakter siswa. 

“Kami ingin sekolah menjadi tempat yang aman bagi siswa, baik secara fisik maupun psikologis,” ujar Suhirman. (*)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved