Rapat Oemoem di Yogyakarta: Menolak Lupa, Menolak Gelar Pahlawan bagi Soeharto

Forum ini menyatakan bahwa kebijakan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto telah menimbulkan berbagai pelanggaran hak asasi manusia

TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
Rapat Oemoem yang diinisiasi Forum Cik Ditiro di Yogyakarta, Selasa (11/11/2025). 

Ita juga mengungkap bahwa ia bersama sejumlah pengacara dan aktivis tengah mengawal sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk menentang upaya penghapusan sejarah pelanggaran HAM 1965. 

“Kami sudah lima kali sidang, minggu depan akan kembali ke PTUN. Kita tidak boleh berhenti,” tegasnya.

Dalam forum tersebut, suara perlawanan juga datang dari kalangan seniman. Fitri, perwakilan komunitas seni Taring Padi, menuturkan bahwa sejak berdiri pada masa awal reformasi, Taring Padi berupaya menjadikan seni sebagai alat pendidikan dan perlawanan terhadap ketidakadilan sosial.

“Taring Padi lahir dari semangat kolektif. Kami sadar, menjadi seniman berarti juga siap menanggung risiko, termasuk intimidasi dan pelarangan karya,” ujarnya.

Fitri mengenang bagaimana karya-karya mereka kerap dicabut atau dirusak karena dianggap mengandung kritik terhadap pemerintah. “Kami pernah memajang karya di Titik Nol Yogyakarta, tapi keesokan harinya sudah tidak ada lagi. Itu bukti betapa terbatasnya ruang berekspresi saat itu,” katanya.

Ia menegaskan, melalui seni, Taring Padi berupaya membangun solidaritas rakyat lintas generasi.

Pada masa-masa itu, siapa pun yang mencoba mengekspresikan kritik melalui karya seni
sering menghadapi intimidasi, pembakaran, bahkan perusakan terhadap karya mereka sendiri.

"Dari pengalaman itulah kami di Taring Padi menyadari bahwa seni bisa menjadi media pendidikan, seni juga bisa menjadi alat perlawanan,
dan seni dapat membangun perdebatan yang sehat untuk memperkuat solidaritas di antara rakyat," tegasnya.

Forum Cik Ditiro menutup kegiatan dengan seruan agar masyarakat Indonesia terus menjaga ingatan terhadap sejarah kekerasan masa lalu dan menolak segala bentuk manipulasi sejarah. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved