Aksi Nekat Mendaki Merapi

Dua Pendaki Ilegal Naik ke Puncak Merapi, Turun Lewat Jalur Selo

Penulis: Hari Susmayanti
Editor: Hari Susmayanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PENDAKI MERAPI VIRAL - Tangkapan layar video pendaki di puncak gunung Merapi yang viral di media sosial. Aksi pendaki itu dikecam banyak pihak lantaran nekat mencapai puncak Gunung Merapi meski saat itu statusnya masih Siaga (Level III). Diketahui seluruh jalur pendakian Gunung Merapi masih ditutup untuk umum sejak status siaga ditetapkan. Artinya, aksi pendakian tersebut tergolong ilegal dan sangat berisiko.

TRIBUNJOGJA.COM, BOYOLALI - Dua pendaki ilegal nekat naik ke puncak Gunung Merapi saat statusnya masih siaga (level III).

Aksi dua orang pendaki itupun viral setelah videonya menyebar di media sosial.

Belum diketahui identitas pendaki yang nekat naik ke puncak tersebut.

Namun demikian, pihak Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) sudah mendapatkan kontak kedua pendaki tersebut.

Rencananya, kedua pendaki yang nekat naik ke puncak itu akan dimintai keterangan.

Dalam video yang beredar, tampak seorang pria merekam pendaki di kawasan Pasar Bubrah—area terakhir sebelum puncak Merapi.

Sementara dalam video kedua, kedua pendaki tampak sudah berada di puncak Merapi.

Mereka merekam pemandangan kawah dan Puncak Garuda, bagian paling berbahaya dari gunung tersebut.

Dikutip dari Tribun Solo, Koordinator Polisi Kehutanan Balai TNGM, Husni Pramono, menyatakan pihaknya sedang melakukan penelusuran intensif terhadap para pelaku.

"Tim media sosial kami sedang menelusuri pendaki tersebut. Kemarin sudah didapatkan nomor (kontak), dan segera mau dipanggil untuk dimintai keterangan," tegas Husni, Senin (16/6/2025).

Berdasarkan hasil penelusuran petugas, kedua pendaki itu nekat naik ke puncak Merapi pada Sabtu 8 Juni 2025 lalu.

Keduanya naik sekitar pukul 15.55 WIB.

 "Yang bersangkutan terekam kamera trap di jalur pendakian Selo. Saat itu dia sedang turun dari pendakian," tambahnya.

Husni menegaskan bahwa seluruh jalur pendakian Gunung Merapi masih ditutup untuk umum sejak status siaga ditetapkan.

Artinya, aksi pendakian tersebut tergolong ilegal dan sangat berisiko.

"Ini menjadi sebuah hal yang tidak baik dan bisa menimbulkan preseden buruk," ungkapnya.

Sebagai tindak lanjut, Balai TNGM berencana memberikan sanksi tegas, seperti yang dilakukan terhadap puluhan pendaki ilegal lainnya pada Mei lalu.

"Mereka kami minta absen, mengisi media tanam di polibag, dan menjadi agen Taman Nasional Gunung Merapi untuk mensosialisasikan kondisi Merapi yang masih siaga," imbuhnya.

Baca juga: Rawan Erupsi Eksplosif, BPPTKG Yogyakarta Larang Pendaki Dekati Daerah Potensi Bahaya Gunung Merapi 

Sementara itu Balai Penyelidikan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) meminta masyarakat tidak gegabah melakukan aktivitas pendakian di Gunung Merapi hingga mendekati daerah potensi bahaya.

Imbauan tersebut dikeluarkan sebagai respons atas video yang beredar di media sosial, terkait aktivitas seorang pendaki yang disinyalir ilegal, hingga menyentuh puncak tertinggi Merapi.

Kepala BPPTKG, Agus Budi Santoso, mengatakan, hampir lima tahun terakhir, gunung berapi aktif di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah tersebut menyandang status siaga, atau Level III.

Pada status siaga, publik pun direkomendasikan untuk tidak melakukan aktivitas pendakian di Gunung Merapi, karena masih berpotensi ada lontaran material hingga radius 3 kilometer dari puncak, jika terjadi erupsi eksplosif. 

"Selain itu, potensi awan panas bisa meluncur sampai jarak 7 kilometer di barat daya. Dari rekomendasi potensi bahaya tersebut, akhirnya pendakian tidak disarankan sampai dengan saat ini," tandasnya, Senin (16/6/25).

Ia memaparkan, berdasarkan sejarah letusan Merapi sejak abad 18, terdapat lebih dari 80 kejadian erupsi, di mana erupsi yang bersifat eksplosif cenderung mendominasi. 

Sehingga, berkaca dari catatan tersebut, potensi terjadinya erupsi eksplosif di Gunung Merapi selama masa siaga ini masih sangat tinggi probabilitasnya.

"Kalau pendakian, sebenarnya yang dilarang adalah ketika masuk potensi bahaya. Kalau misalnya mendaki dan tidak masuk potensi bahaya, ya tidak apa-apa," ungkap Agus. 

"Masalahnya, batasan potensi bahaya saat ini kan 3 sampai 4 kilometer. Jadi, memang praktis terbatas sekali. Tapi, (pendakian) masih bisa selama di luar radius 3 kilometer," urainya.

Oleh sebab itu, ia pun menegaskan, aktivitas pendakian oleh oknum yang viral di media sosial tersebut, dipastikan ilegal dan melanggar ketentuan.

Bahkan, lebih jauh, yang bersangkutan bisa mendapatkan tindakan tegas dari Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) akibat perbuatannya itu.

"Batuan di atas tidak stabil. Jadi, bisa saja tiba-tiba batuan yang diinjak longsor, dia bisa ikut jatuh. Itu sangat berbahaya. Kemudian licin, kasus almarhum Eri (2025) itu kan menunjukkan risiko tinggi untuk beraktivitas di puncak," jelasnya.

Agus menyebut, masih banyak cara lain yang dapat ditempuh warga masyarakat untuk menikmati keindahan Gunung Merapi, tanpa harus mendakinya sampai puncak tertinggi.

Selain aman dan tidak berpotensi membayakan diri sendiri, pemandangan serta panorama yang disuguhkan pun tidak kalah elok.

"Untuk melihat Merapi dari kaki sampai puncaknya, itu justru bisa diakses dari gunung yang lain, ya. Misalnya, Merbabu, mendaki dari sisi selatan, itu malah sangat indah," pungkasnya. (Tribunsolo/aka)

Berita Terkini