Parkir ABA Malioboro Dibongkar

Hampir Dua Pekan Menganggur, Pedagang dan Jukir Eks TKP ABA Berharap Bisa Segera Bekerja

Penulis: Hanif Suryo
Editor: Yoseph Hary W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

RELOKASI: Tempat relokasi TKP Abu Bakar Ali di Kawasan Kotabaru, Kota Yogyakarta, Senin (2/6/2025).

TRIBUNJOGJA.COM - Hampir dua pekan para pedagang dan juru parkir (jukir) eks-Tempat Khusus Parkir (TKP) Abu Bakar Ali (ABA) belum bisa bekerja sejak direlokasi ke lahan bekas Menara Kopi, Kotabaru, Yogyakarta.

Hingga Kamis (12/6/2025), aktivitas ekonomi mereka masih tertunda akibat belum rampungnya penataan.

Doni Rulianto, pengelola TKP ABA, menyatakan para pedagang dan jukir sudah bersiap bekerja namun belum bisa memulai aktivitas karena berbagai hal teknis di lapangan masih perlu diselesaikan.

Mereka berharap dapat mulai beroperasi paling lambat akhir pekan ini.

“Mudah-mudahan Sabtu-Minggu ini kami bisa mulai. Bahkan malam ini kami akan Mujahadah dan pengajian bersama warga. Kami ingin semua ini kembali berjalan agar teman-teman bisa kerja lagi,” ujar Doni, Kamis (12/6/2025)

Sejak 1 Juni lalu, Doni bersama warga melakukan pembersihan dan pembenahan lokasi eks-Menara Kopi secara gotong royong.

Namun tempat yang disediakan belum sepenuhnya siap untuk langsung digunakan, terutama karena beberapa bagian bangunan dan akses jalan belum mendukung kebutuhan operasional.

“Kami masih bersih-bersih dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk kelancaran parkir dan penataan pedagang,” katanya.

Doni menjelaskan bahwa pihaknya telah mengirim surat resmi kepada Dinas Perhubungan DIY dan masih menunggu persetujuan dari Keraton Yogyakarta atas sejumlah permohonan penyesuaian fasilitas di lahan sewa tersebut.

Dalam surat tersebut, mereka mengusulkan dua penyesuaian utama yakni meninggikan dan melebarkan gapura depan agar kendaraan besar bisa keluar-masuk, membongkar etalase kaca di sisi selatan bangunan yang bersifat bongkar-pasang.

“Pemerintah memberikan tempat ini sebagai area parkir, bukan kafe. Jadi wajar kalau gapura kami minta tinggikan. Untuk etalase, kami hanya copot sementara. Nanti barang-barangnya kami rawat, tidak akan kami rusak,” ujarnya.

Penataan tersebut, kata Doni, bertujuan membuka ruang lebih luas untuk menampung para pedagang. Ia memperkirakan bangunan eksisting hanya mencakup sekitar 25 persen dari keseluruhan bangunan, sehingga perlu dimaksimalkan untuk penataan pedagang yang jumlahnya cukup banyak.

"Jadi kami mohon segera untuk diberikan izin. Ini pemerintah mau memberikan kami izin operasional atau nggak? Karena sampai hari ini kan kami juga masih mempersiapkan, masih bersih-bersih. Kami harapkan kami segera itu izin diberikan, minggu depan kami bisa operasional," ujarnya.

Doni menegaskan bahwa permintaan mereka telah disampaikan secara tertulis, dan bila suatu hari pemerintah mengalihkan lokasi ke tempat permanen, pihaknya siap memulihkan seluruh bangunan seperti semula.

“Hitam di atas putih, kami sanggup. Ini bentuk tanggung jawab kami sebagai warga,” katanya.

Ia menekankan bahwa upaya penataan ini dilakukan secara mandiri melalui swadaya warga dan paguyuban. Doni berharap pemerintah daerah tidak terlalu kaku dalam menanggapi permohonan tersebut.

“Kami tidak neko-neko. Hanya minta gapura bisa ditinggikan dan sekat bangunan bisa kami copot sementara. Semua ini agar pedagang bisa kembali bekerja. Mereka punya keluarga, dan hampir dua minggu ini tidak ada penghasilan,” tandasnya.

Terpisah, Kepala Dishub DIY, Chrestina Erni Widyastuti, mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada perkembangan terbaru terkait permohonan perubahan bangunan di kawasan eks-Menara Kopi.

"Belum ada update," ujarnya singkat.

Sebelumnya, ia menjelaskan bahwa segala bentuk perubahan, baik penambahan maupun pengurangan bangunan di kawasan Menara Kopi, harus melalui izin resmi dari pihak Keraton Yogyakarta selaku pemilik lahan. Hal ini menjadi syarat mutlak dalam kesepakatan sewa antara Pemda DIY dan Keraton.

“Kalau bangunan induk ini kan kita menyewa ya. Kesepakatan kami tidak boleh melakukan perubahan di bangunan induk,” ujar Erni, Senin (9/6/2025).

Menurut Erni, Dishub telah menerima surat dari para pedagang dan jukir yang mengajukan sejumlah perbaikan, termasuk pembongkaran sekat, peninggian pilar, dan perbaikan saluran air. Permohonan tersebut telah diteruskan secara resmi kepada pihak Keraton, namun hingga kini belum ada jawaban.

“Kami sudah teruskan surat permohonan mereka ke Keraton. Tapi memang jawaban dari pihak Keraton ini perlu waktu. Mungkin minggu ini baru ada balasan,” ujarnya.

Erni menegaskan, selama belum ada persetujuan dari pemilik lahan, Dishub tidak bisa mengambil langkah lebih lanjut, terutama terkait perubahan pada struktur bangunan atau bagian permanen kawasan Menara Kopi.

Meski demikian, menurut Erni, beberapa bentuk penyesuaian yang bersifat non permanen bisa saja dilakukan asalkan tidak melanggar kesepakatan sewa.

Namun, ia mengingatkan bahwa bangunan atau fasilitas tambahan tersebut wajib dibongkar dan dikembalikan seperti semula saat masa sewa berakhir.

Tidak ada ruang untuk menuntut ganti rugi atas bangunan tambahan yang dibuat di atas lahan sewa.

“Kalau yang non permanen boleh saja. Tapi nanti pada saat berakhirnya masa sewa ya tidak boleh menuntut ganti rugi,” jelasnya.

 

Berita Terkini