Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah menuai sorotan dari kalangan akademisi.
Ekonom dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Sekar Utami Setiastuti, menilai program tersebut perlu disusun dengan perencanaan yang matang dan tepat sasaran agar tidak menjadi pemborosan anggaran.
Apalagi, beberapa bulan belakangan, banyak siswa yang mengalami keracunan setelah menyantap makanan dari program tersebut. Keracunan terjadi karena siswa memakan makanan basi yang tidak dimasak higienis.
“(Negara) itu uangnya tidak banyak, sangat terbatas. (Sehingga, perlu dipikirkan) alokasinya buat apa? Itu hal yang penting juga,” ujar Sekar kepada wartawan, Rabu (14/5/2025).
Menurutnya, argumen bahwa presiden tidak ingin melihat anak-anak kelaparan perlu dikaji lebih dalam.
“Anak-anak yang mana yang lapar? Apa yang sekolah di tempat elit?” ujarnya.
Ia menilai, tidak semua anak di Indonesia berada dalam kondisi rawan pangan.
Bahkan, ada yang ke sekolah dengan uang jajan hingga Rp500 ribu, yang menurutnya tidak relevan jika turut menerima fasilitas MBG.
Sekar juga menyoroti potensi ketidakefisienan program jika tidak dilakukan secara tertarget.
“Kalau kita lakukan secara universal, kita tidak tahu makanannya seperti apa. Makanan itu kan preferensi, apalagi anak SD. Anak SD kan pemilih banget. Jadi kurang dekat ke orang yang mungkin tidak butuh MBG,” tegasnya.
Ia bahkan menyindir kemungkinan ibu hamil berpenghasilan tinggi menerima bantuan makanan bergizi.
“Kita kan tidak lagi mengalami zombie apocalypse yang semua tidak bisa berjalan. Ibu hamil yang pendapatannya Rp300 juta, mau dikasih (MBG) juga?” katanya.
Ia menegaskan bahwa sebelum diluncurkan, desain program MBG harus disempurnakan.
“Bisa saya garis bawahi, MBG ini program yang mulia, tapi harus tertarget dan desain pelaksanaannya jelas,” ujarnya. (*)