TRIBUNJOGJA.COM- Menjelang Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memperketat pengawasan lalu lintas ternak menyusul kemunculan kembali kasus antraks di Kabupaten Gunungkidul.
Hingga Jumat (11/4/2025) kemarin, tercatat 26 kasus antraks di dua kapanewon, yakni Rongkop dan Girisubo.
Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Beny Suharsono, mengatakan bahwa penanganan dilakukan secara cepat melalui vaksinasi massal serta edukasi masyarakat agar menghentikan praktik konsumsi daging ternak mati atau brandu.
“Kami pastikan vaksinasi menjangkau seluruh sasaran. Bantuan dari pemerintah pusat juga datang cepat, dan sampai hari ini vaksinasi masih terus berlangsung,” ujarnya, Sabtu (12/4).
Menurut Beny, gerak cepat ini diharapkan mencegah penularan antraks ke manusia.
Ia menegaskan kembali agar masyarakat tidak mengonsumsi daging dari hewan yang mati secara tidak wajar.
“Kalau sudah menular ke manusia, dampaknya bisa sangat berbahaya. Karena itu, kami ingatkan kembali agar praktik brandu dihentikan,” tuturnya.
Ia menjelaskan, tata cara penguburan hewan yang terinfeksi antraks pun harus dilakukan dengan prosedur ketat.
“Penguburan tidak bisa dilakukan sembarangan seperti hewan sehat. Dibutuhkan alat-alat khusus dan koordinasi dengan Dinas Pertanian kabupaten/kota masing-masing,” katanya.
Pemerintah DIY, lanjut Beny, juga mengandalkan tokoh masyarakat dan tokoh agama di padukuhan-padukuhan untuk menyampaikan edukasi kepada warga.
“DIY punya pengalaman bertahun-tahun menghadapi antraks. Kami harap masyarakat semakin bijak dan patuh terhadap prosedur penanganan,” katanya.
Pengawasan Ketat di Pasar dan Jalur Ternak
Pemda DIY, kata Beny, juga telah berkoordinasi dengan seluruh kabupaten/kota untuk memperketat pengawasan, termasuk di pasar hewan dan jalur distribusi ternak.
“Kami tidak hanya mengandalkan pengawasan jalan besar dengan CCTV, tetapi juga mewaspadai jalur-jalur kecil yang sulit dipantau,” ujarnya.
Beny menegaskan, pengawasan tidak berhenti di tempat, melainkan dilakukan secara langsung oleh dinas-dinas terkait yang turun ke lapangan.
“Kami tidak menyebut ini sidak, tetapi kami lakukan deteksi dini untuk memastikan ternak yang masuk pasar dalam kondisi sehat,” katanya.
Ia mengingatkan, pengalaman panjang dalam menangani antraks seharusnya menjadi pelajaran kolektif.
“Jangan ulangi kesalahan yang sama. Hewan yang sakit atau mati harus segera dilaporkan, dikarantina, dan ditangani dengan protokol yang tepat,” ujar Beny.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Syam Arjayanti, menjelaskan bahwa total 26 kasus antraks ditemukan di dua wilayah: 11 kasus di Kapanewon Rongkop dan 15 kasus di Kapanewon Girisubo. Kasus pertama teridentifikasi dari ternak yang mati dengan gejala antraks, tetapi tidak segera dikubur dan justru dagingnya diberikan kepada tetangga.
“Dari situ kasus menyebar. Karena itu kami langsung lakukan edukasi, disinfeksi kandang dan lingkungan, serta pengobatan profilaksis berupa pemberian antibiotik dan vitamin,” kata Syam.
Zona merah saat ini meliputi Kalurahan Bohol dan Kalurahan Tileng.
Syam menambahkan, vaksinasi ternak dilakukan di lokasi-lokasi terpapar serta daerah yang pernah melaporkan kasus serupa pada tahun-tahun sebelumnya.
“Tujuannya agar hewan-hewan ternak memiliki kekebalan optimal saat puncak pergerakan hewan kurban nanti,” ucapnya.
Sebagai upaya pencegahan, Dinas Pertanian juga menerapkan pelarangan lalu lintas ternak keluar-masuk dari dan ke zona merah. Pembatasan ini berlaku di Kalurahan Bohol, Kapanewon Rongkop, serta Kalurahan Tileng, Kapanewon Girisubo.