Pedagang Ternak Sleman Resah,  Harga Sapi Anjlok hingga Rp 2 Juta Imbas Penyakit PMK 

Penulis: Almurfi Syofyan
Editor: Hari Susmayanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aktivis jual beli ternak di pasar hewan Ambarketawang Gamping Kabupaten Sleman, Jumat (10/1/2025).

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Pedagang sapi di Kabupaten Sleman gelisah karena harga pasaran sapi anjlok hingga Rp 2 juta per ekor. 

Hal ini dampak dari kemunculan kembali wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang ternak berkuku belah. 

Harga sapi yang merosot tentu berdampak pada pendapatan.

Prayitno, pedagang sapi di Pasar Hewan Ambarketawang, Kabupaten Sleman meluapkan keresahannya.

Menurut dia selain harga jual yang merosot, penjualan ternak juga lesu karena transaksi mengalami penurunan. 

"(Sekarang) cuma bawa satu sapi (untuk dijual). Karena kondisinya seperti ini, jualan susah. Biasanya bawa 4-5 ekor laku semua," katanya, Jumat (10/1/2025). 

Semenjak kemunculan kembali wabah PMK, harga sapi menurun.

Ia mencontohkan, jika biasanya satu ekor sapi bisa laku terjual hingga Rp 10 juta rupiah namun kali ini dengan kualitas yang sama cuma dihargai Rp 8-8,5 juta. 

Barjono menimpali, untuk pasaran kali ini Ia dan rekannya, Prayitno membawa satu ekor sapi.

Sapi telah laku terjual tetapi keuntungan yang didapat sangat minim karena harganya anjlok. 

"Ini cuma untung Rp 250 ribu. Dipotong operasional, bayar mobil, tinggal sisa Rp 100 ribu. Ini untuk dua orang," ujar Warga Caturharjo itu, lalu tertawa sembari menunjukkan selembar uang seratus ribu rupiah. 

Baca juga: Pembatasan Lalu Lintas Ternak di DIY Tunggu Instruksi Gubernur untuk Cegah PMK

Anjlok Hingga 80 Persen 

Transaksi jual beli ternak, khususnya sapi di Pasar Hewan Ambarketawang, Gamping, Kabupaten Sleman, semenjak kemunculan PMK, merosot tajam.

Penurunan transaksi bahkan menyentuh hingga 80 persen dari biasanya.

Selain mengakibatkan kelesuan ekonomi pedagang juga berdampak terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Sleman yang didapat dari retribusi pasar hewan. 

Kepala UPTD Pasar Hewan Ambarketawang, Gamping Kabupaten Sleman, Yuda Andi Nugroho mengungkapkan, transaksi ternak di Pasar Hewan Ambarketawang biasanya mencapai 30 - 50 ekor dari jumlah ternak masuk 270 - 300 ekor sapi per kegiatan pasaran.

Tetapi semenjak ada peningkatan kasus PMK di Kabupaten Sleman, jumlah sapi yang dibawa pedagang masuk ke pasar hewan Ambarketawang di pasaran pekan lalu hanya 70 ekor.

Dari jumlah tersebut yang laku terjual hanya 9 ekor. 

"Jadi transaksi mengalami penurunan hampir 80 persen," ujar dia. 

Pada Jumat ini, pantauan hingga pukul 08.00 WIB, hanya ada sekitar 115-120 ekor sapi yang dipasarkan di Pasar hewan Ambarketawang.

Jumlah tersebut masih cukup jauh dari jumlah di waktu normal.

Aktivitas pasaran juga tidak seramai biasanya. Apalagi di tambatan ternak kambing hampir seluruhnya kosong hanya tampak beberapa ekor saja. 

Pemerintah Kabupaten Sleman, menurut Yuda, memiliki kebijakan tidak menutup pasar hewan meksipun angka kasus mengalami trend peningkatan.

Pertimbangannya, agar ekonomi masyarakat pedagang ternak tetap berjalan.

Adapun untuk mengendalikan laju penularan, pihaknya memantau lalulintas ternak yang keluar masuk area pasar dengan cara memperketat pengawasan. 

Sapi yang datang, terlebih dahulu diskrining sebelum masuk pasar.

Skrining dilakukan oleh dua dokter hewan yang berjaga di depan gerbang masuk.

Jika dalam pemeriksaan ditemukan ada ternak bergejala PMK maka pedagang akan diminta untuk putar balik.

Adapun ternak yang lolos skrining, maka diperbolehkan masuk pasar dengan melewati gerbang disinfeksi. 

"Jadi benar-benar ternak yang sehat, tidak menunjukkan gejala penyakit PMK yang boleh masuk. Ternak dan kendaraan juga disemprot, ini benar-benar kami antisipasi dari awal," katanya. 

Petugas juga melakukan penyemprotan disinfektan ke seluruh area pasar hewan selepas kegiatan pasaran.

Plt Kepala Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman, Suparmono mengatakan kasus PMK di Kabupaten Sleman kembali muncul dan mulai terdeteksi sejak Februari 2024 lalu.

Kasusnya mengalami trend kenaikan cukup signifikan di akhir tahun dan awal tahun 2025.

Hasil pendataan yang dilakukan dari bulan Februari 2024 hingga Januari 2025 ditemukan total kasus ternak sakit akibat PMK 556 ekor.

Dari jumlah tersebut 301 ekor sembuh, 28 ekor mati dan 6 persen di antaranya di potong paksa. 

Ia mengklaim tingkat kesembuhan ternak sakit akibat PMK di Sleman di angka 54 persen. Jumlah tersebut cukup tinggi karena faktor vaksinasi yang terus berjalan.

"Jadi kalau melihat data itu memang PMK muncul kembali di Sleman namun relatif terkendali. Tingkat kematian rendah dan kesembuhan tinggi. Ini karena ada faktor vaksinasi yang terus dilakukan," katanya.(rif)

Berita Terkini