TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Praktik korupsi atau pungutan liar (pungli) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas IIB Sleman atau dikenal sebagai Lapas Cebongan terbongkar.
Kasus ini menyeret seorang mantan Kepala Kesatuan Pengamanan lapas berisinial MRP yang juga Aparatur Sipil Negera (ASN) di Kemenkumham sebagai tersangka.
Modusnya meminta uang kepada narapidana dengan alasan uang selamat datang.
Tersangka juga meminta uang sebagai biaya kamar, memperjualbelikan fasilitas kamar khusus dan meminta setoran mingguan kepada narapidana.
Lebih parahnya lagi, jika napi tak sanggup membayar maka diperlakukan semena-mena, bahkan diancam hingga dianiaya.
Kasat Reskrim Polresta Sleman, AKP Risky Adrian mengatakan, kasus pungli di lapas Cebongan terbongkar bermula dari informasi dan aduan masyarakat kepada polisi pada bulan Desember 2023.
Aduan tersebut terkait pungutan, pengancaman dan penganiayaan.
Berbekal informasi tersebut, petugas melakukan serangkaian penyelidikan lebih kurang selama 7 bulan dan pada tanggal 3 Juni 2024 polisi memiliki keyakinan bahwa di Lapas Cebongan memang telah terjadi tindak pidana korupsi.
"Pada saat naik penyidikan, kami telah menetapkan tersangka dengan inisial MRP yang merupakan ASN dari Lapas Cebongan tersebut," kata Risky, Rabu (20/11/2024).
Baca juga: Lantik 262 Pejabat Fungsional, Sekda Jateng Minta Pejabat Jangan Antikritik
Pengusutan kasus pungli di lapas Cebongan ini berjalan cukup panjang.
Selain menerapkan kehati-hatian, polisi juga cukup banyak memeriksa saksi.
Jumlahnya ada 53 orang saksi yang telah diperiksa dan 1 ahli pidana.
Modus tersangka dalam kasus pungli ini adalah melakukan pengancaman, pemukulan dan berujung meminta uang kepada narapidana.
Pungutan pertama yang diminta adalah uang selamat datang dengan tarif Rp 1,5 juta sampai dengan Rp 5 juta rupiah.
Berikutnya bayar kamar Rp 1 - 7 juta rupiah.
Jika ada yang menginginkan kamar khusus maka membayar Rp 50 juta.
Tersangka juga menarik setoran mingguan dengan nominal setoran Rp 100-200 ribu per narapidana per blok.
Aksi pungli tersebut dijalankan tersangka terhadap puluhan narapidana dalam kurun waktu lebih kurang satu tahun.
"Total uang (pungli) terhitung selama 8 November 2022 sampai dengan 16 November 2023, totalnya sebanyak Rp 730.250.000," ujar dia.
Jumlah uang sebanyak itu ada yang diberikan secara cash atau langsung dan ada juga sistem transfer ke rekening istri mantan narapidana, yang mana rekening tersebut dalam penguasaan tersangka.
Atas perbuatannya, tersangka MRP disangka melanggar pasal 12 huruf E undang-undang nomor 20/2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31/1999 tentang tindak pidana korupsi.
"Ancaman penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun," kata Risky.
Kepala Lapas Cebongan, Kelik Sulistyanto menyampaikan, upaya penegakan hukum ini merupakan komitmen dari Lapas Cebongan bersama Polresta Sleman untuk memberantas tindak pidana korupsi termasuk yang ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Ia mengucapkan terimakasih kepada jajaran Polresta Sleman yang telah menindaklanjuti aduan masyarakat, maupun aduan dari narapidana terkait pelanggaran standard operasional (SOP) di Lapas Cebongan.
Satu di antaranya terkait pelayanan keamanan yang oleh tersangka justru menjadi ladang pungutan liar.
Ia juga terimakasih kepada masyarakat yang telah mau menjadi fungsi kontrol untuk kinerja lebih baik di Lapas Cebongan.
"Intinya kami terus berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat," kata Kelik.
Rekening yang digunakan tersangka saat ini telah disita.
Kendati demikian, rekening tersebut kosong karena seluruh uang diduga hasil pungli telah ditarik tersangka, untuk membiayai kebutuhan.
Saat dihadirkan dihadapan petugas dan awak media, tersangka, MRP nampak hanya geleng-geleng.
Ia berdalih dirinya tidak pernah melakukan pengancaman dan kekerasan di dalam Lapas Cebongan.
Adapun ketika dikejar Wartawan apakah uang hasil pungli dibagi-bagi, ia hanya menjawab singkat.
"Jelas (dibagi bagi)," kata dia. Namun uang dibagi kepada siapa saja, Ia bungkam.(rif)