Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), Heru Pudyo Nugroho mengatakan backlog perumahan di DIY sekitar 165 ribu.
Artinya 165ribu kepala keluarga di DIY belum memiliki rumah.
Menurut dia, backlog ini menjadi demand yang cukup besar. Sehingga DPD Realestat (REI) DIY bisa meningkatkan kapasitas suplai.
Terlebih REI merupakan mitra pengembang terbesar, baik dari kredit pemilikan rumah (KPR) FLPP maupuan Tapera.
“Yang menjadi tantangannya adalah ketersediaan tanah. Ini jadi tantangan terbesar di DIY. Apalagi harga tanahnya juga semakin tinggi, mungkin tertinggi setelah Bali dan Batam. Hunian veritikal ini juga menjadi tantangan ke depan. Karena perlu mengubah mindset, yang biasanya rumah tapak ada halaman menjadi ke atas,” katanya, Rabu (23/10/2024).
Ia mengungkapkan ada 100 lokasi perumahan dengan 3.314 unit ready stock yang dibangun oleh DPD REI DIY.
Sejak BP Tapera mengelola FLPP tahun 2022 lalu, DIY telah memberikan kontribusi dengan menyalurkan 1.328 unit.
“Realisasi FLPP tertinggi di DIY ada di Kabupaten Gunungkidul yaitu 648 unit dan untuk rumah tapera baru 56 unit. Ini atas bantuan REI juga yang mampu memasarkan KPR Tapera kepada masyarakat. Kalau KPR Tapera optimal, maka BP Tapera dalam mengelola dana di masa mendatang lebih mudah,” ungkapnya.
Dengan adanya kementerian baru yaitu Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, harapannya backlog di Indonesia bisa berkurang.
Apalagi di bawah pemerintahan Prabowo-Gibran menargetkan 3 juta rumah per tahun.
“Harapannya dengan kementerian baru ini bisa lebih fokus. Kami sangat membutuhkan dukungan stakeholder, termasuk bank penyalur. Kami berupaya agar penyaluran tepat sasaran dan tepat kualitas,” ujarnya.
“Kami juga mengingatkan pengembang agar dalam mendeliver output memperhatikan kualitas rumah. Sehingga kuota tambahan untuk rumah subsidi bisa mengalir sampai Desember 2024,” lanjutnya.
Ketua DPD REI DIY, Ilham Muhammad Nur menerangkan rumah vertikal memang menjadi tantangan tersendiri. Meski begitu, rumah vertikal atau rumah susun milik sudah ada di beberapa titik.
“Tetapi komersial, dan motif utamanya investasi, belum untuk hunian,” terangnya.
Dengan adanya kementerian baru, ia juga berharap kebijakan yang ddihasilkan lebih terarah dan lebih fokus, terutama untuk sektor properti.
“Ketika ada masalah bisa terseleksi, terlokalisir, cepat juga penyelesaiannya. Sehingga solusinya lebih cepat karena harapannya keputusannya lebih cepat, dan dampaknya bisa dirasakan ke daerah” imbuhnya. ( Tribunjogja.com )