TRIBUNJOGJA.COM, YOGYAKARTA - Pukul 07.30 pagi, Lasio sudah mengayuh becaknya dari Bantul menuju Prawirodirjan atau di sekitaran Jalan Ibu Ruswo.
Suara bising kendaraan sekitar terus menggema di telinganya.
Tatapan yang seolah menerawang dan angan - angan impian yang tersirat di balik kulit keriputnya.
Terlihat otot - otot kaki yang jelas dari hasil kayuhan becak yang ia jalani selama 54 tahun membecak.
Di usianya yang tak lagi muda, Lasio tetap semangat mengais rezeki dengan ditemani becak berwarna merah miliknya.
Tubuh tua itu duduk di atas kendaraan roda tiga yang ia gunakan, terlihat ia tampak sedang menunggu calon penumpang yang akan menaiki becaknya.
“Saya dari Bantul berangkat jam 07.30 pagi, pulangnya jam 17.00 sore. Saya narik becak dari tahun 70-an sampai sekarang,” kata kakek berusia 68 tahun itu, di atas kendaraan roda tiganya, Senin (8/1/2024).
Lasio bercerita, dirinya sudah menjadi tukang becak sejak tahun 1970 an. Jika dihitung hingga saat ini sudah 54 tahun ia menekuni pekerjaannya tersebut.
Menurut Lasio, menjadi tukang becak setiap harinya semakin tersisihkan, sepi penumpang dan minim pendapatan, seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat saat ini menjadikan banyaknya transportasi digital atau online.
Ia sadar betul, jika teknologi memang tidak bisa ditolak maupun dihindari. Namun, apa boleh buat bapak satu anak ini hanya bisa bertahan dengan keahlian membecaknya.
“Ya, mau bagaimana lagi saat ini banyak yang pakai Grab, sehari saya kadang hanya dapat 25rb paling banyak ya 50rb,” ujarnya pasrah .
Alasan ia masih menarik becak hingga saat ini adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari harinya dan membelikan jajan cucunya
“Kepepet buat keperluan sehari - hari sama buat jajan cucu. Ya, secukupnya aja disyukuri” ucapnya . (MG/ Ananda Putri Oktaviani).