Krisis Semenanjung Korea

Korea Utara Marah Atas Latihan Perang AS dan Korsel, Ancam Lakukan Tindakan Tegas

Penulis: Hari Susmayanti
Editor: Hari Susmayanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Militer Korea Utara menembakkan rudal balistik ke laut Kamis, 6 Oktober 2022 berdasar informasi yang diedarkan militer Korea Selatan.

TRIBUNJOGJA.COM, PYONGYANG - Korea Utara bersiap untuk melakukan konfrontasi dengan Korea Selatan buntut dari latihan perang besar-besaran yang dilakukan oleh Seoul dan AS pada Senin (31/10/2022) kemarin.

Korea Utara menyebut latihan perang besar-besaran yang dilakukan oleh Korsel dan AS membuat situasi di Semenanjung Korea dalam kondisi kritis.

Korea Utara pun menegaskan siap untuk mengambil tindakan militer untuk mempertahankan kedaulatan negaranya.

Dikutip dari Tribunnews.com, Kementerian Luar Negeri Korea Utara menyebut latihan perang antaran AS dan Korsel merupakan tindakan yang sembrono.

Latihan perang tersebut membuat situasi di Semenanjung Korea semakin kritis.

"Situasi di Semenanjung Korea dan sekitarnya telah memasuki fase konfrontasi yang serius untuk kekuasaan lagi karena gerakan militer AS dan Korea Selatan yang tak henti-hentinya dan sembrono," kata Kementerian Luar Negeri Korea Utara.

Atas tindakan provokatif dari AS dan Korsel tersebut, Kementrian Luar Negeri Korea Utara menyebut negaranya siap untuk mengambil semua tindakan guna mempertahankan kedaulatan negaranya.

"Jika AS terus-menerus melakukan provokasi militer yang serius, DPRK akan mempertimbangkan langkah-langkah tindak lanjut yang lebih kuat," ujar Kementerian, dikutip Channel News Asia.

Untuk mencegah terjadinya tindakan tegas dari negaranya, Korea Utara menyebut AS harus menghentikan latihan militer dengan Korsel.

Baca juga: Korea Utara dan Korea Selatan Saling Balas Tembakan Artileri di Lepas Pantai Barat, Ini Penyebabnya

Bahkan Korea Utara mengeluarkan ancaman kalau latihan perang tersebut tidak dihentikan, maka AS akan menanggung konsekuensi sepenuhnya.

"Jika AS tidak ingin ada perkembangan serius yang tidak sesuai dengan kepentingan keamanannya, AS harus segera menghentikan latihan perang yang tidak berguna dan tidak efektif. Jika tidak, ia harus menanggung semua konsekuensinya sepenuhnya," kata Kementerian.

Sementara itu, latihan perang antara Korea Selatan dan AS mulai digelar pada Senin dan akan berlangsung hingga Jumat mendatang.

Dalam latihan perang ini, kedua negara menurunkan ratusan pesawat tempurnya lewat simulasi serangan tiruan 24 jam sehari selama lebih dari seminggu.

Operasi itu, yang disebut Vigilant Storm, akan berlangsung hingga Jumat, dan akan menampilkan sekitar 240 pesawat tempur yang melakukan sekitar 1.600 serangan mendadak, kata Angkatan Udara AS.

Washington dan Seoul yakin Pyongyang mungkin akan melanjutkan uji coba bom nuklir untuk pertama kalinya sejak 2017.

Kedua negara telah menerapkan strategi "menghalangi" Pyongyang melalui latihan militer besar yang menurut beberapa pejabat saat ini dan mantan pejabat dapat memperburuk ketegangan.

Lebih lanjut, pada hari Jumat, pasukan Korea Selatan menyelesaikan latihan lapangan Hoguk 22 selama 12 hari, yang menampilkan pendaratan amfibi tiruan dan penyeberangan sungai, termasuk beberapa latihan dengan pasukan AS.

Korea Utara mengutuk latihan bersama sebagai latihan untuk invasi dan bukti "kebijakan bermusuhan" oleh Washington dan Seoul.

Pyongyang telah meluncurkan rudal, melakukan latihan udara, dan menembakkan artileri ke laut sebagai tanggapan atas latihan tersebut.

Kim Jong Un telah mengabaikan seruan AS yang berulang kali untuk melanjutkan pembicaraan mengenai program nuklir dan misilnya.

Korea Utara malah memulai serangkaian uji coba misil yang belum pernah terjadi sebelumnya tahun ini.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, pada hari Senin, menegaskan kembali seruan agar Korea Utara kembali ke pembicaraan.

Price menambahkan kebijakan AS untuk mencari denuklirisasi lengkap di semenanjung Korea tidak berubah.

Dia ditanya pada konferensi pers tentang komentar pekan lalu oleh seorang pejabat senior AS yang bertanggung jawab atas kebijakan nuklir yang mengangkat alis dengan mengatakan Washington akan bersedia untuk terlibat dalam pembicaraan pengendalian senjata dengan Korea Utara.

Ditanya apakah AS pada akhirnya akan mengakui Korea Utara sebagai negara bersenjata nuklir, Price menjawab: "Itu bukan kebijakan kami. Saya tidak memperkirakan itu akan menjadi kebijakan kami." (*)

 

Berita Terkini