Sumbu Filosofi Yogyakarta

MITOS GUNUNG MERAPI : Ada Istana Makhluk Halus, Inilah Tempat-tempat Paling Angker di Merapi

Penulis: Mona Kriesdinar
Editor: Mona Kriesdinar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Nyai Gandung Melati yang menghuni tempat angker di Gunung Merapi

TRIBUNJOGJA.COM - Gunungapi secara saintifik merupakan lubang kepundan atau rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya cairan magma atau gas atau cairan lainnya ke permukaan bumi. Material yang keluar ini umumnya membentuk morfologi gunungapi yang berbeda-beda berdasarkan tipe letusannya.

Gunungapi juga menjadi ciri bahwa ada aktivitas vulkanis yang aktif di daerah tersebut.

Dikutip dari Materi Pengenalan Gunungapi terbitan Kementarian ESDM, pada umumnya gunungapi terbentuk pada empat busur, yaitu busur tengah benua, terbentuk akibat pemekaran kerak benua; busur tepi benua, terbentuk akibat penunjaman kerak samudara ke kerak benua; busur tengah samudera, terjadi akibat pemekaran kerak samudera; dan busur dasar samudera yang terjadi akibat terobosan magma basa pada penipisan kerak samudera.

Pembentukan gunungapi ini sudah terjadi sejak jutaan tahun lalu hingga sekarang.

Pengetahuan tentang gunungapi berawal dari perilaku manusia dan manusia purba yang mempunyai hubungan dekat dengan gunungapi. Bahkan orang-orang zaman dulu menempatkan gunungapi sabagai bagian dari kekuatan alam yang bernilai magis.

Di Gunung Merapi pun demikian.

Tak sedikit warga yang percaya hingga sekarang bahwa Gunung Merapi merupakan keraton bagi makhluk halus.

Salah satunya adalah mitos tentang Nyai Gandung Melati.

Mitos ini berawal ketika Panembahan Senopati pendiri kerajaan Mataram memperoleh kemenangan dalam perang melawan kerajaan Pajang. Kemenangan itu disebut-sebut berhasil diraih atas bantuan penguasa Merapi.

Yakni melalui kejadian erupsi, yang menewaskan tentara Pasukan Pajang. Sementara yang lainnya lari tunggang langgang.

Aari situlah kemudian muncul kepercayaan bahwa Gunung Merapi dihuni oleh makhluk halus.

Tempat Angker di Gunung Merapi

Sebagaimana yang diceritakan materi koleksi Museum Gunung Merapi, ada sejumlah tempat angker di Gunung Merapi yang menjadi rumah bagi makhluk halus tersebut.

Penduduk percaya bahwa tempat-tempat itu harus dijaga, tidak boleh diganggu, serta harus dihormati. Semisal adanya pantangan menebang pohon, merumput dan mengambil atau pun memindahkan benda-benda yang ada di daerah tersebut.

Selain pantangan tersebut ada juga pantangan untuk tidak berbicara kotor, kencing atau buang air besar, karena akan mengakibatkan rasa tersinggung makhluk halus yang mendiami daerah itu.

Pertama, tempat-tempat yang paling angker di Gunung Merapi adalah kawah Merapi sebagai istana dan pusat keraton makhluk halus Gunung Merapi.

Kedua, tempat angker itu berada di bawah puncak Gunung Merapi ada daerah batuan dan pasir yang bernama “Pasar Bubrah” yang oleh masyarakat dipercaya sebagai tempat yang sangat angker.

“Pasar Bubrah” tersebut dipercaya masyarakat sebagai pasar besar Keraton Merapi dan pada batu besar yang berserakan di daerah itu dianggap sebagai warung dan meja kursi makhluk halus.

Ketiga, bagian dari keraton makhluk halus Merapi yang dianggap angker adalah Gunung Wutoh.

Ini menjadi pintu gerbang utama Keraton Merapi.

Gunung Wutoh dijaga oleh makhluk halus yaitu “Nyai Gadung Melati” yang bertugas melindungi linkungan di daerah gunungnya termasuk tanaman serta hewan.

Keempat, selain tempat yang berhubungan langsung dengan Keraton Merapi ada juga tempat lain yang dianggap angker.

Daerah sekitar makam Sjech Djumadil Qubro merupakan tempat angker karena makamnya adalah makam untuk nenek moyang penduduk dan itu harus dihormati.

Keenam, selanjutnya tempat-tempat lain seperti di hutan, sumber air, petilasan, sungai dan jurang juga dianggap angker.

Beberapa hutan yang dianggap angker yaitu “Hutan Patuk Alap-alap” di mana tempat tersebut digunakan untuk tempat penggembalaan ternak milik Keraton Merapi, “Hutan Gamelan dan Bingungan” serta “Hutan Pijen dadn Blumbang”. Bukit Turgo, Plawangan, Telaga putri, Muncar, Goa Jepang, Umbul Temanten, Bebeng, Ringin Putih dan Watu Gajah.

Beberapa jenis binatang keramat tinggal di hutan sekeliling Gunung Merapi dimiliki oleh Eyang Merapi.

Binatang hutan, terutama macan putih yang tinggal di hutan Blumbang, pantang ditangkap atau dibunuh.

Selanjautnya kuda yang tinggal di hutan Patuk Alap-alap, di sekitar Gunung Wutoh, dan di antara Gunung Selokopo Ngisor dan Gunung Gajah Mungkur adalah dianggap/dipakai oleh rakyat Keraton Makhluk Halus Merapi sebagai binatang tunggangan dan penarik kereta.

Ketujuh, di puncak Merapi ada sebuah Keraton yang mirip dengan keraton Mataram, sehingga di sini ada organisasi sendiri yang mengatur hirarki pemerintahan dengan segala atribut dan aktivitasnya.

Keraton Merapi itu menurut kepercayaan masyarakat setempat diperintah oleh kakak beradik yaitu Empu Rama dan Empu Permadi.

Seperti halnya pemerintahan sebagai sebagai Kepala Negara (Empu Rama dan Empu Permadi) melimpahkan kekuasaannya kepada Kyai Sapu Jagad yang bertugas mengatur keadaan alam Gunung Merapi.

Berikutnya ada juga Nyai Gadung Melati, tokoh ini bertugas memelihara kehijauan tanaman Merapi.

Ada Kartadimeja yang bertugas memelihara ternak keraton dan sebagai komando pasukan makhluk halus.

Ia merupakan tokoh yang paling terkenal dan disukai penduduk karena acapkali memberi tahu kapan Merapi akan meletus dan apa yang harus dilakukan penduduk untuk menyelamatkan diri.

Tokoh berikutnya Kyai Petruk atau Mbah Petruk yang dikenal sebagai salah satu prajurit Merapi.

Begitu besarnya jasa-jasa yang telah diberikan oleh tokoh-tokoh penghuni Gunung Merapi, maka sebagai wujud kecintaan mereka dan terima kasih terhadap Gunung Merapi masyarakat di sekitar Gunung Merapi memberikan suatu upeti yaitu dalam bentuk upacara-upacara ritual keagamaan.

Sudah menjadi tradisi keagamaan orang Jawa yaitu dengan mengadakan selamatan atau wilujengan, dengan melakukan upacara keagamaan dan tindakan keramat, semisal dalam upacara Labuhan Merapi.

Di Yogyakarta benda benda untuk labuhan merapi terdiri dari 8 buah yang meliputi : sinjang cangkring , semekan gadhung melati, semekan bango tolak, peningset yudharaga, dan kampuh poleng.

Semua benda itu diarak dari keraton dan diserah terimakan melalui Bupati Sleman, Camat Cangdringan, dan kemudian dipasrahkan kepada Juru kunci Merapi.

Di Selo setiap tahun baru Jawa 1 Suro diadakan upacara Sedekah Gunung, berupa hasil bumi berupa sayur mayur,sego gunung, dan yang pokok berupa kepala kerbau yang kemudian tepat pada malam satu suro pukul 00:00 WIB dibawa ke puncak kawah merapi untuk dilarung.

Demikianlah mitos seputar Gunung Merapi yang dianggap sebagai tempat dengan kekuatan magis dengan para penunggunya yakni makhluk halus.

Mitos-mitos tersebut, sejatinya merupakan kearifan lokal yang sangat berharga dalam upaya pelestarian alam. Semisal pantangan-pantangan tidak boleh menebang pohon, memindahkan benda-benda, dan larangan lainnya tentu merupakan praktis nyata dalam rangka menjaga kelestarian alam.

Nah, Anda penasaran dengan berbagai info tentang Gunung Merapi, Anda bisa mengunjungi Museum Gunung Merapi di Jalan Kaliurang Km. 22, Banteng, Hargobinangun, Pakem, Sleman. Di museum ini, Anda bisa mempelajari berbagai hal tentang Gunung Merapi berdasarkan kajian saintifik keilmuan yang disajikan lewat koleksi benda pamer yang mudah dipahami.

Dan jangan lupa untuk tetap menjalankan protkol kesehatan saat mengunjungi tempat-tempat umum. (*)

Sumber :

  • Materi Pengenalan Gunungapi Kementerian ESDM
  • Materi Koleksi Museum Gunung Merapi

Berita Terkini