Yogyakarta Waspada Demam Berdarah Dengue di Tengah Pandemi Corona

Penulis: Tribun Jogja
Editor: Iwan Al Khasni
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tim peneliti WMP Yogyakarta mengembangbiakkan nyamuk ber-Wolbachia di Laboratorium Entomologi WMP Yogyakar

TRIBUNJOGJA.COM Yogyakarta -- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X mewaspadai ancaman kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di tengah-tengah pandemi Covid-19.

"Yang penting di kelurahan itu diperketat. Kami sudah keluarkan surat pemberitahuan. Kami kembali ke awal. Karena Covid-19 ini kan kami tidak tahu," kata Sri Sultan, di Bangsal Kepatihan, Kamis (3/12/2020).

Gubernur DIY Sri Sultan HB X (Tribunjogja/ Miftahul Huda)

Sementara untuk menangani DBD, Sultan menegaskan agar para orang tua meningkatkan kewaspadaan dan berhati-hati.

Hal itu berkaca pada kasus di Bantul.

Berdasarkan surat Kedaruratan dini rumah sakit, jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Bantul terus bertambah.

Dari Januari hingga November 2020, Dinas Kesehatan Bantul mencatat sudah ada 1.137 kasus yang dilaporkan.

Dari jumlah tersebut, 4 orang meninggal dunia.

Penyakit Musim Penghujan

Memasuki musim penghujan saat ini, muncul beberapa potensi penyakit yang seringkali mengalami tren peningkatan.

Di antaranya demam berdarah dengeu (DBD), diare, dan leptospirosis.

Pengguna jalan melintas di samping genangan air sesaat diguyur hujan, di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Yogyakarta, Minggu (29/11/2020) (TRIBUNJOGJA.COM / Miftahul Huda)

Kepala Klinik Pratama Palang Merah Indonesia (PMI) DIY, dr Sari Murnani menjelaskan gejala dan antisipasi yang perlu dilakukan dari ketiga penyakit ini.

Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira interrogans.

Bakteri ini ditularkan dari hewan yang biasanya adalah tikus kepada manusia.

Jika kencing tikus terdapat di tempat-tempat tertentu atau genangan air, kemudian mengenai luka pada tubuh manusia atau tidak sengaja terminum maka manusia tersebut dapat terserang leptospirosis.

Sari menuturkan, oleh karena itu yang seringkali terkena penyakit ini adalah petani atau pekerja kebersihan.

Sebagai langkah antisipasi, bila menjalani pekerjaan atau aktivitas yang rentan terkena kencing tikus atau genangan air, dapat memakai alat pelindung diri seperti sepatu boot.

"Jika ada luka gores saja atau pori terbuka itu bisa jadi jalan masuk bakteri ini. Selain itu perhatikan selalu PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat). Jika ada gejala segera periksakan ke dokter," ujarnya saat dihubungi, Rabu (2/12/2020).

Adapun terkait gejala leptospirosis, lanjut Sari, penyakit ini biasanya tidak langsung menunjukkan gejala setelah terkena bakteri. Namun, akan ada masa inkubasi terlebih dahulu.

Gejala seperti demam tinggi mendadak biasanya baru dialami setelah 7-10 hari kontak dengan bakteri.

"Gejalanya demam tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri otot betis, sakit tenggorokan, mual, dan muntah juga bisa terjadi," ungkapnya.

Lebih lanjut, kata Sari, jika sudah berat penyakit ini dapat mengakibatkan gagal ginjal. Bahkan, hingga kematian jika penyakit telah menginfeksi organ-organ vital.

Kemudian, untuk penyakit DBD, Sari menjelaskan ditandai dengan gejala demam kurang dari 7 hari. Menurutnya, DBD memiliki beberapa tingkatan, ada yang ditunjukkan dengan manifestasi darah dan ada yang tidak.

Untuk mengantisipasi penyakit yang disebabkan oleh virus dengeu ini, masyarakat perlu menerapkan 3M yang dipercaya mampu mencegah penyakit DBD. Di antaranya menguras, menutup, dan mengubur tempat-tempat penampungan atau genangan air. Selain itu, jangan lupa menjaga PHBS.

"Virus dengue tidak hanya di tempat kotor, tapi juga di air yang bersih. Jika sudah demam lebih dari 3 hari dan kurang dari 7 hari, segera periksakan diri ke dokter. Apalagi jika disertai badan ngilu dan ada bintik-bintik merah maka tidak perlu menunggu sampai 3 hari," paparnya.

Berikutnya, penyakit diare. Menurut Sari, masyarakat seringkali salah persepsi terkait penyakit ini. "Yang disebut diare adalah jika mengeluarkan BAB dengan konsistensi cair lebih dari 3-4 kali dalam sehari. Kalau hanya 1-2 kali lalu tidak terulang bukan diare," ucapnya.

Sari menjelaskan, diare disebabkan infeksi bakteri atau karena gangguan penyerapan cairan di dalam usus. Namun, lanjutnya, yang paling marak terjadi di musim penghujan adalah karena infeksi bakteri E. coli.

Selain BAB lebih dari 3-4 kali sehari, Sari mengungkapkan, gejala diare yang tidak kalah penting adalah dehidrasi yang ditandai dengan badan lemas, BAK kurang, dan kulit mengkeret atau jika dicubit tidak kembali.

"Antisipasinya cuci tangan sebelum makan, perhatikan tempat-tempat makan, dan cuci piring dengan air mengalir. Seringkali penyebab terserang bakteri E. coli karena piring atau alat makan hanya dicuci di dalam ember," tandas Sari. ( Tribunjogja.com | Hda |uti | Rif )

Berita Terkini