UPDATE Aktivitas Gunung Merapi Terkini, Intensitas Guguran serta Pergerakan Lava dari Dapur Magma

Penulis: Maruti Asmaul Husna
Editor: Muhammad Fatoni
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kubah lava Gunung Merapi

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta kembali melaporkan update terkini terkait aktivitas Gunung Merapi.

Laporan BPPTKG Yogyakarta tersebut berdasarkan hasil pemantauan terkait aktivitas Gunung Merapi terkini.

Baik dari sisi intensitas kegempaan, guguran, hingga pergerakan lava dari dapur magma yang ada di dalam tubuh Gunung Merapi.

Berdasarkan hasil pantauan BPPTKG Yogyakarta, pada Kamis (19/11/2020) tercatat terdengar 5 kali suara guguran dari pos pengamatan Gunung Merapi (PGM) Babadan, dalam rentang waktu 00.00-18.00 WIB. 

Sementara, pada sehari sebelumnya yakni Rabu (18/11/2020), dilaporkan terdengar suara guguran sebanyak 5 kali dengan kekuatan suara sedang hingga cukup keras dari tiga pos PGM, yaitu pos PGM Babadan, Jrakah, dan Kaliurang. 

Baca juga: Antisipasi Erupsi Gunung Merapi, BNPB Berikan Bantuan Rp1 Miliar dan Rapid Tes Antigen untuk Sleman

Baca juga: Update Gunung Merapi Hari Ini, Terjadi Guguran 17 Kali dan Gempa Dangkal 9 Kali

Sebagaimana dijelaskan BPPTKG Yogyakarta sebelumnya, guguran yang sering terjadi sejak status Gunung Merapi dinaikkan menjadi siaga adalah guguran dari material lava lama di sekitar tebing kawah Merapi.

Kepala BPPTKG Yogyakarta, Hanik Humaida, mengatakan guguran bisa terjadi akibat adanya desakan magma dari dalam tubuh Gunung Merapi atau pun faktor eksternal, semisal karena sudah lapuknya tebing kawah. 

Dari laporan amatan Rabu (18/11/2020) pukul 00.00-24.00 WIB pula, tercatat kegempaan yang terjadi di antaranya, 68 gempa guguran, 1 gempa low frequency, 242 gempa hybrid/fase banyak, 31 gempa vulkanik dangkal, 2 gempa tektonik, dan 39 gempa hembusan.

Visual Gunung Merapi saat dilihat dari Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jumat (6/11/2020). (Tribunjogja/ Almurfi Syofyan)

Sementara, secara visual asap berwarna putih, intensitas sedang hingga tebal dengan ketinggian 50 m di atas puncak.

Selain itu, laju rata-rata deformasi atau penggembungan permukaan tubuh Gunung Merapi dalam periode tersebut melalui pantauan menggunakan electronic distance measurement (EDM) Babadan adalah sebesar 12 cm/hari.

Aktivitas Dapur Magma

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Hanik Humaida, juga  menyampaikan hingga saat ini kubah lava baru Gunung Merapi belum terbentuk. 

Namun, posisi magma saat ini sudah dapat diprediksi.

Hanik menjelaskan, dari posisi hiposenter (pusat terjadinya gempa) gempa vulkanik di Gunung Merapi, dapat disimpulkan ada 2 kantong magma di Merapi. 

Yaitu kantong magma dangkal pada kedalaman kurang lebih 1,5-2 km dari puncak dan kantong magma dalam yang berada sekitar kurang lebih 5 km dari puncak. 

Hanik melanjutkan, gempa vulkanik dalam (VTA) Merapi terakhir muncul pada 25 September 2020.

Hal ini mengindikasikan tidak ada suplai magma baru dari dalam. 

"Pada aktivitas Merapi tahun 2020 ini gempa vulkanik dalam terakhir muncul tanggal 25 September 2020, hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada suplai magma baru dari dalam. Hal ini juga menjadi salah satu indikator kemungkinan erupsi tidak seperti tahun 2010," ujar Hanik, awal pekan lalu. 

Ilustrasi Merapi 2010 (Ist)

Dilansir dari laman merapi.bgl.esdm.go.id, di Merapi terdapat dua zona tampungan magma yang menentukan sifat khas Merapi, yaitu yang disebut sebagai kantong magma atau dapur magma jika ukurannya lebih besar. 

Karena letaknya relatif tidak jauh, maka kenaikan tekanan di dapur magma akan menyebabkan aliran magma menuju kantong magma di atasnya menyebabkan naiknya tekanan di sana. 

Dalam hal ini kantong magma berfungsi sebagai katup bagi magma yang naik ke permukaan.

Waktu tenang antar erupsi di Merapi merupakan fase di mana terjadi proses peningkatan tekanan magma di dalam kantong magma. 

Apabila tekanan melebihi batas ambang tertentu magma akan keluar dalam bentuk erupsi explosif atau efusif berupa pembentukan kubah lava.

Volume produk yang dikeluarkan kira-kira sebesar 0.1 persen dari volume kantong/dapur magma.

Produk erupsi Merapi rata-rata 10 juta m3 dalam suatu erupsi, bahkan sering di bawah 4 juta m3 yang artinya volume kantong magma relatif kecil. 

Baca juga: Diduga dari Gunung Merapi, Warga Lihat Monyet Ekor Panjang Turun ke Permukiman di Magelang

Baca juga: Ini Pesan Doni Monardo Kepada Para Pengungsi Merapi di Klaten, Ingatkan Penerapan Protokol Covid-19

Potensi Ancaman

Ditanya mengenai ada tidaknya sumbatan-sumbatan di kawah Merapi saat ini yang dapat mempengaruhi ekstrusi magma ke permukaan, Hanik mengungkapkan sumbatan saat ini terhitung tidak terlalu kuat dengan terbentuknya kawah yang dalam pascaerupsi di tahun 2010.

Pascaerupsi 2010, lanjut Hanik, morfologi kawah Gunung Merapi jelas berubah sehingga mempengaruhi arah ancaman bahaya saat ini dan erupsi-erupsi berikutnya.

"Berdasarkan kondisi morfologi kawah saat ini arah ancaman dominan ke arah Selatan-Tenggara," ucapnya. 

Kendati demikian, kata Hanik, potensi arah ancaman tersebut tidak mutlak.

Melainkan masih bergantung pada perkembangan munculnya kubah lava baru.

"Tapi kita melihat nanti pusat munculnya kubah lava ada di mana. Masih kita tunggu," tandasnya. 

Untuk potensi bahaya, Hanik menyampaikan, saat ini masih sesuai rekomendasi, yaitu guguran lava, lontaran material vulkanik dari erupsi eksplosif, dan awan panas sejauh maksimal 5 km dari puncak Merapi.

Gunung Merapi terlihat dari Dukuh Stabelan, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (10/11/2020). (KOMPAS.com/LABIB ZAMANI)

Seperti diketahui, sejak 5 November 2020, BPPTKG Yogyakarta telah menetapkan Gunung Merapi berstatus Siaga (level III).

Dengan status tersebut, BPPTKG menyimpulkan prakiraan daerah bahaya meliputi Kabupaten Sleman, DIY, di Kecamatan Cangkringan; Desa Glagaharjo (Dusun Kalitengah Lor), Desa Kepuharjo (Dusun Kaliadem), dan Desa Umbulharjo (Dusun Palemsari).

Selanjutnya, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, di Kecamatan Dukun; Desa Ngargomulyo (Dusun Batur Ngisor, Gemer, Ngandong, Karanganyar); Desa Krinjing (Dusun Trayem, Pugeran, Trono); dan Desa Paten (Babadan 1, Babadan 2).

Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah di Kecamatan Selo; Desa Tlogolele (Dusun Stabelan, Takeran, Belang); Desa Klakah (Dusun Sumber, Bakalan, Bangunsari, Klakah Nduwur); dan Desa Jrakah (Dusun Jarak, Sepi).

Lalu untuk Kabupaten Klaten, Jawa Tengah di Kecamatan Kemalang; Desa Tegal Mulyo (Dusun Pajekan, Canguk, Sumur); Desa Sidorejo (Dusun Petung, Kembangan, Deles); dan Desa Balerante (Dusun Sambungrejo, Ngipiksari, Gondang).

Hanik menambahkan, penambangan di alur sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi dalam kawasan rawan bencana (KRB) III direkomendasikan untuk dihentikan.

Pelaku wisata agar tidak melakukan kegiatan wisata di KRB III Gunung Merapi termasuk kegiatan pendakian ke puncak Gunung Merapi.

Di samping itu, pemerintah Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten agar mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan upaya mitigasi bencana akibat letusan Gunung Merapi yang bisa terjadi setiap saat. 

( tribunjogja.com )

Berita Terkini