Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) melaporkan laju rata-rata deformasi atau penggembungan tubuh Gunung Merapi yang dipantau menggunakan electronic distance measurement (EDM) Babadan sebesar 12 cm/hari pada Jumat (6/11/2020) pukul 00.00-24.00 WIB.
Angka tersebut lebih besar dibandingkan rata-rata laju deformasi Gunung Merapi yang dilaporkan BPPTKG dari periode amatan seminggu terakhir, yakni 30 Oktober hingga 5 November 2020 yang sebesar 9 cm/hari.
Adapun dari aktivitas kegempaan, Kepala BPPTKG, Hanik Humaida menyebutkan jumlah kegempaan pada Jumat (6/11/2020) pukul 00.00-24.00 WIB antara lain gempa guguran 38 kali, gempa hybrid/fase banyak 306 kali, gempa vulkanik dangkal 39 kali, gempa tektonik 1 kali, dan gempa hembusan 41 kali.
Baca juga: Status Gunung Merapi Siaga, Aktivitas Kegempaan Meningkat hingga Deformasi Sebesar 9 Cm per Hari
“Secara visual asap berwarna putih, intensitas tipis dengan ketinggian 50 m di atas puncak,” ujar Hanik merujuk pada periode amatan yang sama, Sabtu (7/11/2020).
“Guguran lava tidak teramati secara visual pada periode ini,” sambungnya.
Sejak Kamis (5/11/2020) pukul 12.00 WIB, BPPTKG telah menaikkan status Gunung Merapi menjadi siaga (level III).
Potensi bahaya saat ini berupa guguran lava, lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dan awan panas sejauh maksimal 5 km.
Dari hasil pengamatan visual dan instrumental di atas dan dengan tingkat aktivitas siaga Gunung Merapi, Hanik merekomendasikan beberapa hal kepada para pemangku kepentingan dalam penanggulangan bencana Gunung Merapi.
Baca juga: Tubuh Gunung Merapi Makin Mengembung, Inilah Data BPPTKG Yogyakarta Seminggu Terakhir
Ia menuturkan, untuk Pemerintah Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten agar mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan upaya mitigasi bencana akibat letusan Gunung Merapi yang bisa terjadi setiap saat.
“Penambangan di alur sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi dalam KRB (kawasan rawan bencana) III direkomendasikan untuk dihentikan. Pelaku wisata agar tidak melakukan kegiatan wisata di KRB III Gunung Merapi termasuk kegiatan pendakian ke puncak Gunung Merapi,” tambahnya.
Selain itu, masyarakat diimbau agar mewaspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan di seputar Gunung Merapi.
“Jika terjadi perubahan aktivitas Gunung Merapi yang signifikan maka status aktivitas Gunung Merapi akan segera ditinjau kembali,” tambahnya. (TRIBUNJOGJA.COM)