Berhubungan Intim Rutin dengan Pasangan Ternyata Mampu Tunda Menopause Usia Dini

Editor: Iwan Al Khasni
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI

Penelitian baru menunjukkan, kehidupan seks yang sehat menunda timbulnya menopause. Untuk penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Royal Society of Open Science, peneliti menganalisa lebih dari 2.936 wanita AS berusia 42-52 tahun. Ini termasuk seberapa sering mereka terlibat dalam aktivitas seksual, termasuk sentuhan atau belaian seksual, seks oral, hubungan seksual, dan masturbasi.

ILUSTRASI pasangan suami istri (thehealthsite.com)

Sebanyak 78 persen peserta menikah atau dalam suatu hubungan, sementara 68 persen tinggal bersama pasangan.

Para wanita yang melaporkan melakukan hubungan seks setidaknya sekali seminggu, memiliki peluang 28 persen lebih rendah untuk memasuki masa menopause di usia dini dibandingkan dengan mereka yang melakukan hubungan seksual sebulan sekali atau kurang dari itu.

“Kami memerhatikan bahwa dalam literatur menopause yang ada, ada kecenderungan wanita yang sudah menikah mengalami menopause kemudian,” kata Megan Arnot, penulis studi utama dan kandidat PhD dalam antropologi evolusioner di University College London.

”Namun yang aneh bagi kami, tidak banyak orang yang mencoba menjelaskan hubungan ini, dan saya pikir mungkin itu adaptif dalam menanggapi frekuensi seksual, jadi kami memutuskan untuk mengujinya,” imbuhnya.

Sementara penelitian tidak mengeksplorasi mengapa seks teratur menyebabkan seorang wanita tidak mengalami menopause di usia dini.

"Mungkin wanita yang pra menopause tidak merasa ingin berhubungan seks. Mungkin ada trade-off antara terus ovulasi dan berhenti,” ujarnya.

"Yang artinya, jika kamu tidak berhubungan seks, tubuh berpikir kamu tidak mungkin hamil, jadi tidak akan ada gunanya mempertahankan fungsi ovulasi,” kata Arnot.

Ovulasi membutuhkan satu ton energi dari tubuh, yang dapat menurunkan fungsi kekebalan tubuh kita.

"Jadi mungkin ada titik kehidupan di mana lebih baik berhenti berovulasi dan menginvestasikan energimu di tempat lain jika kamu tidak akan punya bayi (karena kamu tidak berhubungan seks),” jelas Arnot lagi.

Menariknya, temuan ini membantah spekulasi bahwa terpapar feromon pasangan pria dapat memengaruhi waktu menopause.

Faktanya, penulis penelitian mengatakan “Tidak ada bukti konklusif bahwa manusia menghasilkan feromon, atau bahwa mereka mampu mendeteksi,” ujarnya.

Dan sementara faktor genetik jelas berperan, waktu menopause juga terkait dengan pengaruh lain, termasuk faktor gaya hidup seperti merokok dan berapa banyak telur yang dilahirkannya.

"Tentu saja, menopause adalah hal yang tak terhindarkan bagi wanita, dan tidak ada intervensi perilaku yang akan mencegah penghentian reproduksi," kata penulis penelitian.

"Meskipun demikian, hasil ini merupakan indikasi awal, bahwa waktu menopause mungkin adaptif dalam menanggapi perilaku seksual."

Menopause Pria

ILUSTRASI (NET)

Meski tak mengalami masa menstruasi, pria juga bisa mengalami masa menopause.

Dalam istilah teknis, memang tidak ada menopause lelaki. Tapi, ada perubahan khusus pada pria yang terjadi saat mereka menginjak usia 50 tahun.

Menurut Damian Sendler, selaku pakar seksologi, perubahan itu mirip seperti yang terjadi pada kaum hawa.

"Bagi wanita, kontrol utama berasal dari tingkat estrogen, yang menurun terus setelah usia 45 tahun, akhirnya mencapai tingkat yang sangat rendah pada 55 tahun," ucapnya.

Sendler mengatakan, perubahan ini akan mengakitbatkan rasa panas berlebih, berkeringat, kualitas kulit yang buruk, vagina mengering, dan penurunan libido.

"Gejala serupa mempengaruhi pria, meskipun tidak sedramatis seperti yang dialami wanita," ucapnya.

Menopause laki-laki dapat mempengaruhi kualitas seksual pria dan membuat penampilan mereka terganggu.

" Pria kehilangan rambut, mengalami kesulitan buang air kecil, dan memiliki risiko kanker prostat lebih tinggi."

"Kualitas kulit juga menurun, dan pria lebih cenderung 'terlihat lelah'," kata Sendler.

Sendler mengatakan, pria juga cenderung mengalami penurunan kekuatan fisik dan kinerja seksual.

Ketika pria mencapai usia pertengahan 50an, prostat mereka cenderung membesar. Kondisi ini menyebabkan beberapa gejala menopause laki-laki yang tidak menyenangkan.
Ukuran prostat diatur oleh hormon androgen. Androgen adalah hormon steroid yang merangsang atau mengontrol perkembangan dan pemeliharaan karakteristik laki-laki.

Hormon ini mengikat reseptor androgen yang juga merupakan pendukung aktivitas organ seks pria dan pertumbuhan karakteristik seks sekunder laki-laki.

Salah satunya androgen berkait dengan produk konversi testosteron yang disebut 5-DHT.

"Melalui mekanisme yang sedikit diketahui, fluktuasi tingkat DHT menyebabkan prostat mulai tumbuh membesar sekitar usia 45 tahun," kata dia.

Ini bisa menyulitkan pria untuk mengontrol kencing. Pria akan sering buang air kecil karena faktor usia.

Menurut Sandler, hal ini terjadi karena perubahan ukuran prostat menyebabkan mereka tidak dapat menahan urin untuk waktu yang lama. Kinerja seksual juga akan mengalami penurunan, karena sulitnya untuk mempertahankan dan mendapatkan ereksi.

"Ada penurunan kekuatan fisik dan menimpa sistem saraf yang bertanggung jawab untuk mempertahankan ereksi," kata Sendler. Jantung juga tidak bisa bekerja dengan baik seiring bertambahnya usia, yang juga berpengaruh pada kualitas seksual. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pria Juga Bisa Alami Menopause, Apa Tandanya?"

Berita Terkini