Kota Yogya

Melihat Kehidupan Warga Kampung Bintaran, Terbiasa Hidup Toleran

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suster dari Gereja Katolik St Yusup Bintaran sedang bercengkrama dengan warga dalam acara Buka Puasa Bersama, Senin (03/06/2019)

Melihat Kehidupan Warga Kampung Bintaran, Terbiasa Hidup Toleran 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Suasana Buka Puasa Bersama di Aula Gereja Katolik St Yusup Bintaran, Yogyakarta pada Senin (03/06/2019) sore tadi tampak begitu akrab.

Meski berada di rumah ibadah yang berbeda keyakinan, namun sekitar 150 warga muslim Kampung Bintaran tersebut sama sekali tidak jengah, atau pun canggung.

Justru mereka asyik mengobrol satu sama lain, termasuk dengan beberapa suster, sambil menikmati sajian yang disediakan.

Bagi yang belum terbiasa, mungkin akan terlihat aneh. Namun bagi Ria Miyata (33), pemandangan seperti ini lumrah di Kampung Bintaran.

"Saya tinggal di sini dari kecil, dan memang hingga sekarang hubungan antar warga dekat meski berbeda keyakinan," kata warga Bintaran Tengah ini kepada Tribunjogja.com.

Gereja Katolik St. Yusup Bintaran Gelar Buka Bersama dengan Warga

Menurut Ria, warga Bintaran sudah terbiasa hidup dalam perbedaan, baik agama maupun suku. Mereka justru saling mendukung satu sama lain. Gesekan-gesekan skala kecil pun langka terjadi.

Saat masa kampanye Pemilu 2019 lalu, di kampungnya tetap rukun dan damai.

Hingga Pemilu berakhir, kehidupan warga tetap adem ayem.

Resmi, Pemerintah Tetapkan 1 Syawal 1440 Hijriyah Jatuh Pada Rabu 5 Juni 2019

Kepala Paroki St Yusup Pastor Stephanus Heruyanto Pr mengatakan warga Bintaran juga sudah terbiasa menggunakan aula gereja untuk berbagai kegiatan. Salah satunya adalah untuk simulasi bencana banjir Kali Code.

Bahkan tahun lalu, warga Bintaran berinisiatif meminjam aula tersebut untuk menggelar Syawalan.

"Saya malah diminta untuk memberikan sambutan," kata pria berkacamata ini.

Jika saat Syawalan atau Buka Puasa pihak Gereja meminjamkan tempat, sebaliknya saat acara tertentu seperti Paskah dan Natal, warga Bintaran juga ikut membantu penanganannya.

Pastor Stephanus mengatakan warga biasanya membantu untuk mengatur parkir kendaraan serta keamanan selama misa berlangsung.

Pawai Takbir di Bantul Dibatasi Sampai Jam 11 Malam

"Pihak gereja biasanya juga silahturahmi bertemu dengan takmir mesjid di dekat sini," katanya.

Ria sendiri juga terbiasa hidup dalam perbedaan. Suaminya masih keturunan Tionghoa. Begitu pula dengan mertuanya yang Katolik. Namun hal tersebut tidak pernah menjadi masalah dalam keluarganya.

Suami Ria yang merupakan karyawan swasta saat ini memilih agama Islam. Menurut Ria, keluarga suaminya menghormati pilihan tersebut, namun berpesan agar ia tetap bertanggung jawab dengan pilihannya.

"Malah keluarganya yang rajin mengingatkan untuk salat, termasuk berpuasa ini," tutur Ria.

Wanita yang sehari-harinya berprofesi sebagai Make-up Artist ini berharap kehidupan di Kampung Bintaran bisa menjadi contoh bagi warga lainnya.

Sebab mereka bisa saling menghargai dan menghormati meskipun berbeda keyakinan. Justru karena itu hubungan warga menjadi semakin dekat dan tidak mudah terpengaruh isu-isu negatif.

"Seperti semboyan Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika, ya kita harus bisa saling menerima perbedaan dan keanekaragaman yang ada," kata Ria. (Tribunjogja I Alexander Ermando)

Berita Terkini