Laporan Reporter Tribun Jogja Yudha Kristiawan
TRIBUNJOGJA.COM - Dua wayang kulit dimainkan dengan beberapa dialog, sesekali terlihat dua wayang ini seperti sedang bertarung. Di tangan dara bernama lengkap Rizki Rahma Nurwahyuni, dua tokoh wayang ini lihai dimainkan dengan suara khas masing masing tokoh.
Rahma begitu ia akrab disapa, memang seorang Dalang wayang kulit. Bakatnya ini menurun dari sang Ayah yang juga seorang dalang dengan sebutan Ki Sigit Manggala Seputra. Sejak duduk di bangku kelas tiga SD, Rahma sudah belajar mendalang bersama kakaknya.
Ayahnya adalah kunci bakat mendalang Rahma terus menerus terasah. Seusai sesi pemotretan bersama tim Inspiring Beauty, Rahma bercerita bagaimana proses ia menjadi seorang dalang. Hampir semua disiplin seni dipelajari sebelum menjadi seorang dalang.
Mulai dari olah vokal, teknik menghafal naskah atau cerita, belajar mimik, mengatur tempo atau beat gamelan, hingga belajar gending. Semua disiplin ilmu seni diracik menjadi sebuah pertunjukkan wayang kulit dan dikendalikan oleh seorang dalang.
Rahma sendiri memang belum mampu mementaskan wayang kulit semalam suntuk, meski ia sudah belajar mendalang sejak SD. Paling lama ia pentas selama dua jam dengan satu atau dua cerita. Ia sudah tampil lebih dari 50 kali.
"Untuk tampil semalam suntuk perlu belajar mendalang lama. Persiapan juga harus matang, termasuk fisik. Tak mudah memainkan wayang kulit dengan ratusan karakter, dan banyak cerita dalam semalam," kata Rahma.
Rahma berharap, generasi muda semakin banyak yang mau belajar mendalang atau setidaknya wayang kulit, terutama perempuan, sebab masih sedikit kaum hawa yang menjadi seorang dalang.
Menurut Rahma, kesenian wayang kulit ini adalah salah satu penjaga tradisi yang bersumber pada kearifan lokal yang patut dan selayaknya untuk dipelajari dan dilestarikan. Jangan sampai, kelak justru generasi penerus bangsa ini belajar kebudayaan sendiri ke negara lain.
"Kalau bisa kita sendiri yang menjadi rujukan orang luar belajar mendalang. Aku berharap semakin banyak yang tertarik kesenian wayang kulit dan menjadi seorang dalang untuk melestarikan warisan budaya nenek moyang kita," katanya.
Memang tidak mudah belajar seni wayang kulit, apalagi menjadi seorang dalang. Diakui Rahma meski sudah puluhan kali tampil mendalang, masih saja ada beberapa cerita yang ia lupa. Namun ia selalu bisa mengatasi dengan tidak panik dan tetap tenang. Untuk suara masing masing tokoh ia juga masih terus berlatih menghafal agar tidak keliru.
Contohnya dua tokoh wayang yang sempat ia mainkan di hadapan tim inspiring beauty, yakni Setyaki dan Aswatama. Rahma pun sudah hafal bagaimana dialog yang terjadi antara dua tokoh wayang ini dan karakter masing masing.
Sedangkan cerita yang kerap ia bawakan saat pentas wayang kulit adalah Hanoman duta dan
Wahyu Cakraningrat. Hanoman duta yang menceritakan bagaimana Hanoman diutus menyelamatkan Dewi Sinta dari cengkeraman Rahwana. Sementara Wahyu Cakraningrat adalah cerita tokoh Abimanyu mencari wahyu.
Diajeng Berbakat Jogja 2018
Memiliki bakat di bidang seni pedalangan ini lah yang mengantarkan dara kelahiran Bantul, 29 Agustus 1995 ini mendapatkan gelar sebagai Diajeng Berbakat Jogja 2018. Ia juga pernah dinobatkan sebagai Putri Indonesia Berbakat DIY tahun 2019
Tak hanya itu, Rahma juga menyabet beberapa gelar dan penghargaan dengan bakatnya mendalang tersebut, di antaranya semasa masih anak anak dan remaja, ia memperoleh juara di festival dalang anak.
Meski dunia pedalangan sudah ia kenal sejak kecil, namun tak lantas membuat Rahma memilih pendidikan ke jalur seni. Bukan sarjana seni yang ia raih namun gelar sarjana pendidikan kimia di FMIPA UNY.
Bagi Rahma, justru ketika ia menguasai disiplin ilmu lain di luar seni, akan memperkaya wawasannya dalam berkesenian. Dara yang juga menekuni seni tari ini berharap suatu saat bisa memberikan sumbangsih ke pada Indonesia baik melalui dunia pedalangan dan ilmu kimia yang ia pelajari di perguruan tinggi.
"Aku pengin menularkan ilmu dalang dan kimia yang aku punya kepada siapa saja yang tertarik. Aku yakin semua ilmu bisa mendukung pementasan wayang saat ini, terutama untuk wayang modern yang tokohnya sudah kontemporer bukan tokoh klasik lagi karena menyesuaikan dengan keadaan saat ini," kata Rahma. (tribunjogja)