TRIBUNJOGJA.COM - Sejumlah warga penolak New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Desa Glagah, Kecamatan Temon, mulai berkompromi atas keberadaan makam keluarganya yang masih ada di dalam lahan proyek nasional tersebut. Mereka merelakan makam itu dipindahkan ke lain tempat.
Kepala Desa Glagah, Agus Parmono mengatakan masih ada sekitar 63 liang makam di Glagah yang hingga kini masih tersisa dan belum dipindahkan.
Yakni dua liang di kompleks permakaman Nyi Kopek, 12 liang di permakaman Sorogenen, empat makam di Bapangsari, sisanya dari makam Gunung Dumplong.
Ahli waris atas semua makam tersebut adalah warga penolak bandara dari Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulonprogo (PWPP-KP).
"Pada hari ini, empat makam dipindahkan atas permintaan ahli waris. Satu dipindah ke Karangwuni (Wates) dan tiga lainnya ke Panjatan,"jelas Agus, Senin (1/10/2018).
Baca: Lembaga Konsumen Yogyakarta Himbau Masyarakat Tak Terjebak Kredit Online
Selain empat makam tadi, ada juga empat makam yang dipindahkan ke luar Desa Kebonrejo pada pekan lalu atas permintaah ahli waris.
Diakuinya, pemindahan makam itu terkendala penolakan ahli waris. Mereka tak mengizinkan makam keluarganya itu dipindahkan atas alasan apapun sebagamaina mereka juga menolak digusur oleh proyek pembangunan NYIA.
Namun, ketika upaya pemindahan makam itu kembali digencarkan belakangan ini, beberapa warga penolak mulai berubah pikiran dan menyetujui pembongkaran makam untuk dipindahkan.
Pada Senin malam, kata Agus, dilakukan pertemuan antara ahli waris makam dari warga PWPP-KP dengan pemerintah desa, tim relokasi makam, serta tim Gugus Sosial dari PT Angkasa Pura I untuk membahas kelanjutan nasib sejumlah makam yang masih tersisa.
Pertemuan yang diawali saat siang hari itu kiranya berlangsung alot sehingga belum dicapai kesepakatan lebih lanjut hingga malam. (tribunjogja)