TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pedang Jepang, atau umumnya disebut Katana, dikenal sebagai senjata tajam jenis pedang terbaik di dunia.
Nyaris dari semua aspek, senjata tangan ini sempurna.
Ergonomi, kekuatan, ketajaman, keluwesan, efektifitas penggunaan, dan bentuknya diakui yang terbaik sejagat.
Belum lagi proses pembuatannya yang secara teknis cukup rumit dan memakan waktu lama satu bilahnya.
Sejarah pedang Jepang atau Katana ini tidak bisa dilepaskan dari keberadaan kaum Samurai (ksatria) pada masa kuno. Periode terbaik pembuatan pedang Jepang ada pada masa Kamakura (1185-1392).
Jepang saat itu mengisolasi diri dari dunia luar. Pada era Meiji, Jepang mulai membuka diri diawali kehadiran Komodor Perry dari Amerika.
Bersamaan itu kaum Samurai dihapus, tradisi pembuatan Katana sebagai senjata utama golongan ini dihentikan.
Kaisar Meiji pada tahun 1876 melarang penggunaan Katana sebagai senjata pribadi.
Zaman sedikit berubah ketika kekaisaran Jepang bangkit lagi dan melakukan ekspansi pada era Showa.
Pedang kembali dibuat secara tradisional, meski sebagian yang dipakai tentara dibuat pabrik dengan modifikasi seperti pedang buatan Eropa.
Jika di tengah masyarakat Indonesia sudah dan masih marak dibisniskan samurai roll atau sabuk/selendang, dipastikan secara sejarah tidak ada kaitannya dengan pedang Jepang atau Katana.
Katana dibuat menggunakan bahan dasar satetsu atau tamahagane atau disebut juga permata baja.
Pembuatan tamagahane bahan Katana ini dilakukan tradisional dengan pembakaran di tungku nonstop selama minimal tiga/empat hari.
Bijih besi pilihan itu akan dipakai para pembuat Katana.
Sebilah Katana terbaik bisa memakan waktu pembuatan sampai tiga sampai enam bulan, melibatkan ahli penempa, pengasah, pembuat sarung pedang, pengukir dan pembuat hiasan pedang.
Karena bahannya baja, pedang itu tidak mungkin bisa dilipat atau digulung.
Pedang Samurai pun yang asli hanya dibuat di Jepang, oleh para empu didikan khusus sekolah pembuatan pedang di negeri Sakura.
Proses pembuatan Katana mengutip laporan kontributor khusus Tribun di Jepang, Richard Susilo, diawali menempa bahan pilihan yang disebut Katanakaji.
Penempaan menggunakan palu 8 kilogram berulangkali dan bergantian.
Pedang yang selesai ditempa membentuk pedang yang baik, ditandai dengan clay dan batubara serta bubuk polish agar nantinya bisa mengkilat.
Pekerjaan pelapisan ini termasuk ke mata pedang yang dilakukan tipis saja.
Sedangkan di bagian badan pedang pelapisan itu juga dengan menandai pedang berdesain bergelombang yang dinamai Hamon.
Hamon akan muncul lebih jelas saat proses penggosokan. Lalu dibakar sedikit lagi, didinginkan.
Setelah itu proses kedua disebut Togishi yaitu mempertajam pedang dan memoleskan polish supaya mengkilat.
Upaya ini menurut Shinichi Fukutake, ahli togishi Jepang, dilakukan berkali-kali dengan menggunakan tujuh batu pengasah khusus dan berbeda.
Proses pengasahan ini sampai 12 langkah termasuk hazuya, jizuya, nugui dan sebagainya.
Untuk pedang sepanjang 70 cm membutuhkan sekitar 80-100 jam pengasahan atau polishing sehingga pedang menjadi berkilau indah dan tajam.
Begitu tajamnya sampai kain sutera yang sangat tipis pun dengan mudah terbelah hanya karena tersentuh pedang samurai tersebut.
Proses ketiga yaitu Shiroganeshi yaitu melindungi pedang agar tidak berkarat tidak rusak, dengan melapisi logam pada bagian jembatan antara badan pedang dan lokasi tangan untuk memegang pedang.
Saya Kishino mengungkapkan menggunakan sekitar 20 alat untuk membuat pelindung pedang tersebut dan proses pembuatannya selama 12 jam.
Kemudian memasuki proses keempat yaitu Sayashi atau pembuatan sarung pedang dari kayu.
Lama pembuatan bisa antara 4 sampai 5 hari menurut Saburo Ishizaki, ahli pembuat kayu sarung pedang.
Menurut Teruhito Kishino, ahli pelapis sarung pedang, dilanjutkan proses Nurishi yaitu melapisi sarung pedang dengan cat polish dan bisa berlangsung sekitar 2-3 bulan.
Pengecatan sarung pedang dilakukan sekitar 10 kali hingga sarung pedang tampak mengkilat.
Proses ke-6 adalah Chokinshi atau mengukir bagian tubuh pedang oleh ahlinya bernama Shigetsune Katayama.
Untuk mengukir tubuh pedang itu Katayama menggunakan 200 alat pemahat.
Namun biasanya ahli yang sudah senior menggunakan 2.000 alat pengukir atau 10 kali lipat lebih banyak hingga sangat halus ukirannya.
Proses ke-7 yang terakhir dinamakan Tsukamakishi yaitu pembuatan hiasan pada bagian pegangan pedang.
Paling sulit perajutan khusus model berlian yang disebut Jabaramaki. (xna)