Laporan Reporter Tribun Jogja, Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Banyak cara dilakukan Lembaga Kesenian Wayang Benges untuk mengedukasi masyarakat tentang Wayang Suket dan dolanan anak. Dua cara yang kerap dilakukan adalah melalui workshop dan pementasan.
Dalam workshop, peserta workshop akan diajarkan cara-cara dasar membuat Wayang Suket. Tidak hanya workshop, mereka juga sering melatih seni kriya ke sekolah-sekolah yang mengundangnya.
Anyaman yang mudah ditiru mulai siswa TK hingga usia lanjut menjadi ciri khas Lembaga Kesenian Wayang Benges dibanding pembuat Wayang Suket yang lain.
Wayang jenis ini juga bisa dibuat dengan media lain, semisal daun ketela atau jenis rerumputan lain. Rumput Mendong sendiri biasa dipakai lantaran bisa bertahan hingga 10 tahun.
Pementasan Wayang Suket terbilang cukup unik karena mengkombinasikan pantomim, seni tari, seni musik melalui perkusi jimbe, seni rupa melalui animasi.
Bahkan tidak jarang, pertunjukannya melibatkan lebih dari satu orang dalang dan total 15 penampil. Jumlah penampil ini menyesuaikan cerita yang akan diangkat.
“Ceritanya bebas, insidental disesuaikan dengan segmen penonton dan pesan yang akan disampaikan. Seringkali kami memodifikasi cerita wayang yang sudah ada agar menjadi relevan dengan konteks saat ini,” kata Manajer Operasional Lembaga Kesenian Wayang Benges, Jantan Putra Bangsa.
Untuk sebuah pertunjukan, Lembaga Kesenian Wayang Benges ini biasanya memerlukan latihan selama tiga bulan.
Bulan pertama digunakan untuk riset cerita, kemudian bulan kedua untuk penciptaan tokoh dan naskah, selanjutnya bulan ketiga untuk latihan. Durasi pertunjukan pun berlangsung selama 30 menit hingga 1 jam.
Isu-isu lingkungan hidup dan dolanan anak menjadi ketertarikan pengundang untuk melibatkan Lembaga Kesenian Wayang Benges dalam acaranya.
“Kalau sewaktu Kongres Lingkungan Hidup, mereka ingin mensosialisasikan isu-isu ramah lingkungan, kalau sekolah ingin memperkenalkan permainan anak,” imbuhnya. (*)