Jawaban KPI Atas Tuduhan Sensor Penobatan Puteri Indonesia

Penulis: say
Editor: oda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kritikan ke KPI terhadap penyesoran tayangan Puteri Indonesia yang dilontarkan para netizen.

TRIBUNJOGJA.COM - Beberapa waktu lalu, netizen dihebohkan dengan tayangan Puteri Indonesia yang dibuat blur pada bagian tertantu.

Hampir sebagian besar netizen menuduh penyensoran itu dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Berbagai kritikan pun muncul dilayangkan pada lembaga tersebut. Tidak hanya pada tayangan Puteri Indonesia, netizen juga dibuat jengkel dengan pembluran tayangan animasi.

"Itu kalo Puteri Indonesia disensor sampe kaya gitu, mending gak usah ditayangin," cuit pengguna twitter @dehaduadua12.

Akun Efendi Promuri juga menulis, "Puteri Indonesia tahun2 berikut sepertinya disensor. Apa-apa disensor, gak kartun, darah, belahan dada."

Menanggapi perdebatan yang terjadi, KPI mengeluarkan pernyataan resmi di laman resminya.

KPI menegaskan tidak mengeluarkan kebijakan ataupun permintaan kepada lembaga penyiaran untuk melakukan pengebluran terhadap program animasi, kartun dan siaran Puteri Indonesia.

KPI juga tidak pernah mengeluarkan kebijakan atau aturan di luar ketentuan Pedoman Perilaku dan Standar Program Siaran (P3SPS) tahun 2012.

Perlu diketahui, dalam aturan itu dijelaskan beberapa ketentuan seperti larangan menayangkan adegan kekerasan dan pornografi.

"Tetapi, peraturan KPI tersebut tidak dimaksudkan untuk membatasi kreativitas insan penyiaran," tulis KPI dalam penjelasan tersebut.

Bila bukan KPI yang menyensor, lantas siapa yang berada di balik kejadian menghebohkan itu?

Rupanya, penyensoran pada malam penobatan Puteri Indonesia dilakukan oleh pihak stasiun televisi itu sendiri. Ini diakui oleh Sekretaris Korporat Indosiar, Gilang Iskandar.

Ia menjelaskan, pihaknya tak mau mengambil risiko ditegur KPI sehingga membuat blur pada bagian dada dan paha yang dinilai terlalu terbuka.

Namun ia pun heran mengapa pengebluran yang beredar di media sosial lebih banyak dari yang sebenarnya.

"Terlalu sering KPI memberi teguran. Jadi kami ya daripada berisiko maka melakukan itu," kata Gilang seperti dikutip dari kompas.com. (kompas.com)

Berita Terkini