Warga Puncak Suroloyo Kulon Progo Peringati 1 Suro Lewat Ritual Jamasan Pusaka

Di titik tertinggi Kulon Progo inilah, warga setempat menggelar jamasan pusaka hingga kirab untuk memperingati 1 Suro. 

Penulis: Alexander Aprita | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUN JOGJA/Istimewa
RITUAL - Prosesi jamasan pusaka oleh warga di Puncak Suroloyo, Padukuhan Keceme, Kalurahan Gerbosari, Kapanewon Samigaluh, Kulon Progo, Jumat (27/06/2025) lalu. Ritual itu digelar dalam rangka memperingati Satu Suro. 

TRIBUNJOGJA.COM, KULON PROGO - Masyarakat Kulon Progo turut memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 Hijriah yang jatuh pada Jumat (27/06/2025).

Peringatan ini juga dikenal sebagai 1 Suro oleh masyarakat Jawa, yang diperingati lewat berbagai ritual tradisi.

Salah satunya dilakukan oleh warga di kawasan Puncak Suroloyo wilayah Padukuhan Keceme, Kalurahan Gerbosari, Kapanewon Samigaluh. Kawasan ini menjadi bagian dari Pegunungan Menoreh.

Di titik tertinggi Kulon Progo inilah, warga setempat menggelar jamasan pusaka hingga kirab untuk memperingati 1 Suro

Ritual tersebut dilakukan pada Jumat (27/06/2025) lalu.

Juru Kunci Suroloyo, Ki Surakso Kemat menjelaskan ritual tersebut sudah menjadi tradisi turun-temurun warga Suroloyo.

Pelaksanaannya pun tak pernah putus setiap tahun.

"Tradisi tersebut kami lakukan sejak tahun 1986, saat Sri Sultan Hamengku Buwono IX memberikan 2 pusaka ke warga Suroloyo," jelas Ki Surakso lewat keterangannya pada Minggu (29/06/2025).

Dua pusaka yang dimaksud adalah Tombak Kyai Manggala Murti dan Songsong Kyai Makuta Dewa.

Dua pusaka tersebut milik Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yang dititipkan ke warga Suroloyo.

Dua pusaka inilah yang dimandikan atau jamasan menurut Bahasa Jawa.

Ki Surakso menyampaikan rangkaian ritual dimulai sejak Kamis (26/06/2025) malam atau yang dikenal sebagai Malam Satu Suro.

"Warga berkumpul di rumah Juru Kunci Suroloyo di Malam Satu Suro untuk melakukan tirakatan dan kenduri (makan bersama)," ujarnya.

Lewat tirakatan di rumah Juru Kunci Suroloyo, warga melakukan doa bersama. Mereka menyampaikan rasa syukur sekaligus berbagai harapan ke Yang Mahakuasa.

Ritual dilanjutkan pada Jumat pagi, diawali dari rumah Juru Kunci Suroloyo.

Ki Surakso sebagai Juru Kunci akan membuka penyimpanan kedua pusaka untuk dikeluarkan dan kemudian diarak dalam kirab.

Kirab dilakukan secara meriah oleh warga, di mana mereka turut membawa Gunungan berisi hasil bumi, jajanan pasar, bunga, hingga wewangian. Prajurit bregodo turut mendampingi proses kirab tersebut dengan berjalan kaki.

"Kirab akan membawa 2 pusaka ke Sendang Kawidodaren, yang menjadi tempat jamasan," jelas Ki Surakso.

Perjalanan menuju Sendang Kawidodaren jaraknya sekitar 600 meter dari titik awal kirab.

Setibanya di sendang, kedua pusaka akan didoakan terlebih dahulu sebelum akhirnya dimandikan atau dijamas.

Menurut Ki Surakso, jamasan tidak hanya sebagai ritual semata, tetapi juga menjaga kondisi pusaka agar tetap terawat baik.

Salah satunya dengan mengaplikasikan air perasan jeruk nipis ke mata tombak agar tidak karatan.

"Setelah jamasan, kedua pusaka disimpan sementara di ruang penyimpanan yang ada di sendang," ujarnya.

Ritual diakhiri dengan memperebutkan atau rayahan Gunungan yang sebelumnya menemani perjalanan kirab.

Momen inilah yang paling ditunggu-tunggu oleh warga.

Ada dua Gunungan yang jadi sasaran warga. Lewat rayahan Gunungan inilah, warga ingin "ngalap berkah", istilah yang lumrah digunakan bagi mereka yang ingin ikut kecipratan berkah dari ritual tersebut.

Seluruh rangkaian jamasan sendiri menjadi wujud syukur warga Puncak Suroloyo atas berkah dan rezeki yang diberikan Mahakuasa.

Mereka percaya, ada alasan baik di balik penitipan kedua pusaka tersebut pada mereka.

"Kami meyakini rezeki dan hasil bumi di Suroloyo ikut mendapatkan berkahnya sejak dua pusaka tersebut diberikan," kata Ki Surakso.(*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved