Massa Aksi Tolak UU TNI Alami Represi Aparat, Akademisi: Negara Tak Mampu Hadapi Perbedaan Pandangan

Menurut akademisi UMY, Dr Senja Yustitia, tindakan represif menunjukkan ketidakmampuan negara dalam menghadapi perbedaan pandangan.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
dian herdiansyah/tribun jabar
TOLAK UU TNI - Unjuk rasa cabut revisi UU TNI di depan gedung DPRD Kota Sukabumi, berakhir ricuh, Senin, (24/03/2025) sore. 2 pendemo dan satu polisi dibawa ke IGD buntut aksi ricuh demo tolak UU TNI di DPRD Sukabumi, ada yang tulang hidungnya retak. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang digelar kemarin, Kamis (27/3/2025), berakhir dengan tindakan represif dari aparat keamanan di beberapa daerah.

Polisi mengejar massa aksi. Mereka yang terlibat dalam demonstrasi ditangkap.

Beberapa di antaranya bahkan mengalami tindakan kekerasan saat proses penangkapan.

Insiden ini memicu kecaman dari berbagai pihak, termasuk akademisi.

Dr Senja Yustitia, Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), menilai tindakan represif tersebut sebagai indikasi bahwa pemerintah dan aparat keamanan masih memandang rakyat sebagai musuh, bukan sebagai bagian dari sistem demokrasi yang setara.

“Represi itu tanda bahwa pemerintah dan aparat melihat rakyat sebagai orang lain, sebagai musuh, dan tidak dalam posisi yang setara. Padahal, menyampaikan pendapat adalah bagian dari hak asasi manusia yang melekat sejak lahir,” ujar Senja kepada Tribun Jogja, Jumat (28/3/2025).

Menurutnya, tindakan represif menunjukkan ketidakmampuan negara dalam menghadapi perbedaan pandangan.

Situasi yang dialami mahasiswa dalam aksi protes kali ini mencerminkan semakin sempitnya ruang partisipasi publik, kurangnya transparansi dalam proses revisi undang-undang, serta pengelolaan negara yang tidak lagi berpihak pada kepentingan rakyat.

“Di Indonesia, demokrasi masih sebatas prosedural, bukan esensial. Jika dipahami sebagai esensi, maka hak asasi manusia dan partisipasi publik seharusnya menjadi lingkungan yang dijaga dan dipenuhi,” tambahnya.

Dikatakan Senja, tindakan represif aparat ini justru berpotensi memperkuat solidaritas di kalangan masyarakat.

Salah satu fenomena yang muncul adalah dukungan dari kelompok ibu-ibu yang turut menyuarakan solidaritas terhadap para demonstran.

Di Jakarta, para ibu berorasi di kawasan Sarinah untuk menyampaikan dukungannya kepada mahasiswa.

Sementara, di Jogja, akan ada aksi serupa yang digelar Sabtu (29/3/2025) di Titik Nol Km.

“Represi seperti ini tidak akan membungkam gerakan, justru semakin memperkuat soliditas dan solidaritas masyarakat,” pungkasnya.

Aksi penolakan terhadap revisi UU TNI terus berlanjut dengan dukungan dari berbagai elemen masyarakat.

Sementara itu, organisasi hak asasi manusia menuntut evaluasi terhadap penggunaan kekerasan oleh aparat keamanan dalam menangani aksi demonstrasi damai. (*)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved