Antisipasi PMK, Pengawasan Penjualan Daging di Kota Yogyakarta Diperketat

Pengawasan penjualan daging sapi di Kota Yogya mulai diperketat seiring maraknya kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di daerah lain.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Joko Widiyarso
Dok. Pemkot Yogya
Pengawasan penjualan daging sapi di salah satu pasar tradisional oleh petugas Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogya. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pengawasan penjualan daging sapi di Kota Yogyakarta mulai diperketat seiring maraknya kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di daerah lain.

Pengetatan pengawasan tersebut dilakukan untuk memastikan daging sapi yang dijual aman dan layak konsumsi bagi warga masyarakat di Kota Pelajar.

Kepala Bidang Pangan Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta, Imam Nurwahid, mengatakan, pengawasan yang dilakukan pada produk daging sapi, memang tidak bisa terlihat ada indikasi terkena PMK atau tidak. 

Namun, upaya dapat ditempuh dengan memeriksa kelengkapan surat keterangan kesehatan daging (SKKD) yang wajib dimiliki pedagang.

"Pengawasan rutin. Kami melakukan pengawasan dengan tetap memperhatikan kasus-kasus itu (PMK). Lebih meningkatkan pengawasan dan kewaspadaan, karena kalau sudah jadi daging tidak kelihatan," katanya, Rabu (15/1/25).

Terlebih, Kota Yogyakarta selama ini tidak menyandang status sebagai daerah produsen, di mana mayoritas produk daging merupakan pasokan dari luar.

Imam pun memastikan, berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukannya sepanjang Januari 2025, pihaknya belum menemukan daging yang tidak jelas asal-usulnya.

"Kita tanyakan dan harus ada lampirannya (SKKD). Selama ini, daging sapi dan kambing di pasar di kota kebanyakan dari Bantul dan Boyolali, serta sebagian kecil dari Sleman dan Temanggung," jelasnya.

Kepala Bidang Perikanan dan Kehewanan Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta, Sri Panggarti, menambahkan, hingga kini memang tidak ada temuan kasus PMK pada ternak sapi, kambing dan domba di wilayahnya. 

Seluruh alur lalu lintas ternak dari luar kota, baik untuk dipelihara maupun dipotong, wajib dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH).

"Hasil koordinasi kabupaten kota, semakin kita dorong untuk tertib menggunakan SKKH. Kalau yang (masuk) RPH (Rumah Pemotongan Hewan) pasti membawa SKKH. Kalau tidak, pasti kita ada pemeriksaan ulang. RPH kami sejak dulu tidak menerima sapi yang sakit PMK," ungkap Panggarti.

Dijelaskan, PMK bukan penyakit zoonosis yang menular ke manusia dan dagingnya bisa dikonsumsi, namun jelas berpengaruh pada kualitasnya.

Oleh sebab itu, meskipun sakit PMK dan boleh dipotong dengan perlakuan khusus, disarankan daging untuk segera diolah di wilayah itu dan tidak boleh diperdagangkan.

"Kami imbau masyarakat hati-hati untuk membeli daging. Jangan tergiur harga murah. Beli di tempat yang memotongkan hewannya di RPH. Secara fisik, daging merah segar, tidak bau busuk, serta lihat warna konsistensinya," pungkasnya. 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved