Berita Bisnis Terkini

Apindo DIY Sebut Ketidakpastian Global dan Nasional Pengaruhi Dunia Usaha dan Pelaku Industri 

Bank Indonesia kembali mempertahankan BI Rate atau suku bunga acuan sebesar 6,25 persen

Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Gaya Lufityanti
IST
Ilustrasi Ekonomi Indonesia 

Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani


TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA- Bank Indonesia kembali mempertahankan BI Rate atau suku bunga acuan sebesar 6,25 persen. Keputusan tersebut diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia.


Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DIY, Timotius Apriyanto mengatakan BI rate tidak berdampak signifikan bagi pelaku industri dan dunia usaha. 


“Akan berdampak (BI rate), tetapi secara tidak langsung. Kita punya kemampuan untuk berada pada rate (6,25 persen) itu. Pertanyaannya, apakah BI sebagai bank sentral bisa bertahan dengan tekanan global seperti ini?” katanya, Jumat (23/08/2024).


Ia mengungkapkan saat ini dunia usaha dan pelaku industri justru terdampak situasi politik global dan nasional. Ketidakpastian global akibat pemilihan umum yang terjadi di beberapa negara juga berdampak. Apalagi adanya perlambatan perekonomian dunia. Tentunya akan berdampak pada daya beli.


Rantai pasok global, terutama akibat krisis energi dan pangan mempengaruhi daya beli. Menurut dia, kondisi tersebut lebih buruk dari pandemi COVID-19.


Kondisi geopolitik nasional pun kurang mendukung dunia usaha dan pelaku industri. Terjadinya demonstrasi yang terjadi Kamis (22/08/2024) memberikan sentimen negatif terhadap pasar.


“Demo besar-besaran kemarin menambah ketidakpastian. Karena ini akhir pekan mungkin belum terlihat, nanti 4-5 hari ke depan, coba lihat reaksi pasar. Perlu dilihat kurs rupiah akan melemah atau menguat, kemudian reaksi IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan),” ungkapnya.


Ia menmbahkan perlambatan ekonomi juga terjadi di DIY. Meskipun ada data statistik pertumbuhan ekonomi, namun perlu diukur juga dampak pertumbuhan ekonomi pada daya beli masyarakat dan kesejahteraan.


“Kemarin DIY sudah mengalami deflasi empat kali, Agustus ini ada kecenderungan deflasi lagi. Jika Agustus deflasi lagi, beerarti sudah lima kali (deflasi). Ini jadi warning, daya beli masyarakat berpengaruh signifikan, selain suplai yang meningkat. Kalau administered price masih oke, volatile price terutama sektor riil yang perlu diperhatikan,” imbuhnya. ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved