Ramadan 2024

Mutiara Ramadan: Mudik, Jalan Kembali ke Tuhan

Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi setiap menjelang hari raya Idul Fitri.

Editor: ribut raharjo
Istimewa
Abdel Baseer, SThI, MPd, Direktur LKSA Darul Hadlonah Bintan Sa’adilah al-Rasyid 

Oleh: Abdel Baseer, SThI, MPd, Direktur LKSA Darul Hadlonah Bintan Sa’adilah al-Rasyid

TRIBUNJOGJA.COM - Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi setiap menjelang hari raya Idul Fitri.

Mudik ibarat “alarm pulang” bagi kaum urban yang telah berjuang di daerah orang yang bukan tanah kelahirannya.

Mereka untuk mengundi nasib mencari rizki, untuk menempuh pendidikan lebih tinggi atau demi status sosial.

Mudik sebuah panggilan psikologis untuk pulang ke kampung halaman, kembali ke pangkuan tanah kelahiran.

Kecintaan terhadap tanah airnya adalah bagian dari spirit mudik.

Baginda Nabi Muhammad SAW pun mencontohkan atas kecintaannya terhadap tanah airnya.

Diriwayatkan dari Anas, bahwa Nabi SAW. ketika kembali dari bepergian dan melihat dinding-dinding Madinah, beliau mempercepat laju untanya.

Dan apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkannya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah. (HR. al-Bukhari).

Mudik adalah melepas kerinduan bersama handaitaulan setelah satu tahun bahkan lebih di perantauan. Mencari yang hilang dalam dirinya, dalam hidupnya.

Maka mudik dapat menemukan kembali jati diri manusia seperti aslinya. Mudik adalah pengingat diri dari mana ia berasal dan mau ke mana ia menuju.

Orang bekerja, ia akan ingat pulang. Orang berjalan kemana ia pergi, mesti ia akan kembali pulang. Pulang ke tempat yang membahagiakan; pulang ke kampung halaman, ketemu dengan orang tua, sanak saudara di rumah idaman.

Mudik sejatinya ritual untuk selalu ingat pulang. Pulang ke tempat asal kita, yakni pulang ke hadirat Allah SWT. Pulang kembali ke tempat sang pencipta.


Di dalam mudik, ada proses untuk mencapi tujuan, dari menempuh perjalanan jauh, sampai pada tujuan, di rumah melapangkan hati, silaturahim dengan orang tua dan tetangga kita. Meminta maaf dan memaafkan kesalahan orang lain.

Suatu proses tazkiyatun nafs, membersihakan jiwa yang telah kotor dengan mengakui kesalahan dan saling memaafkan. Inilah proses untuk menuju kefitrahan jiwa.

Setelah kita berpuasa sebulan penuh di madrasah Ramadan, untuk membersihakan sifat-sifat kebinatangan, sifat rakus dari makan dan minum.

Mencerahkan pikiran dan menjernihkan hati dengan dzikir dan mendekatkan diri pada Ilahi.

Di hari raya Idul Fitri tiba saatnya meraih kesucian. Sebagaimana sabda Nabi SAW: “Siapa yang berpuasa di bulan Ramadan dengan keimanan dan kesadaran diri, maka dia akan diampuni dosa-dosa yang telah lalu” (HR. Ahmad).

Maka jadilah dia seorang yang kembali pada kefitrahannya. Orang biasa mengartikan fitrah dengan kesucian.


Fitrah menurut al-Jurjani adalah titik awal yang siap menerima agama. Agama adalah jalan dimana kita harus mentaatinya, agama adalah nasehat.

Ketika seorang telah melalui proses mudik di pengujung bulan, disitulah sebelumnya orang itu telah dibekali kesiapan menerima kembali titah agamanya, dan tahu diri asalnya dari tiada, menjadi ada dan akan tiada, kembali kepada Tuhan yang Mahaada.

Jadi, setelah Idul Fitri, apakah kita akan tahu jalan kembali kepada Tuhannya? Tentu, perjalanan hidup adalah perjalanan mudik ke hadirat Ilahi.

Dan semuanya dipersiapkan dengan kefitrahan kita dalam menerima dan menjalankan agama.

Selamat bermudik ria, bertemu dengan sanak keluarga. Semoga kita betul-bentul menjadi orang yang tahu jalan pulang ke Tuhan dengan kesucian jiwa. Wallahu’alam. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved