Ramadan 2024

Mutiara Ramadan: Makna Puasa Sebagai Implementasi Riyadhah Diri

Bulan Ramadan sebagai wadah untuk riyadah diri dan menjadi ajang intropeksi dan perbaiki iman, moral dan hati

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Muhammad Fatoni
Dok. Istimewa
Alistyono Pramuhadi, S.Ag 

Oleh : Alistyono Pramuhadi, S.Ag
Guru MTsN 6 Sleman

BULAN Ramadan sebagai bulan yang sangat dinantikan kaum Muslimin, bulan yang penuh dengan sejuta makna untuk menjalaninya.

Keberkahan, ampunan dan rahmat serta kasih sayang dari Allah SWT ada di bulan ini.

Diwajibkan kepada seluruh orang Islam yang beriman untuk melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadan dengan tujuan agar menjadi orang-orang yang bertakwa, seperti dinyatakan pada QS Al-Baqarah 183 yang artinya :

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.

Selain itu bulan Ramadan ini sebagai wadah untuk riyadah diri dan menjadi ajang intropeksi dan perbaiki iman, moral dan hati, sehingga dapat bekerja lebih optimal demi kesejahteraan masyarakat.

Makna dan hikmah menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadan sebagai implementasi riyadhah diri antara lain melatih diri untuk tetap bersyukur kepada Allah SWT, melatih disiplin terhadap waktu, memberikan balancing dalam kehidupan kita, mempererat tali silaturahmi dan meningkatkan kepedulian terhadap sesama, mengetahui bahwa ibadah puasa ini mempunyai tujuan, mengetahui bahwa setiap kegiatan yang mulia bernilai ibadah, meningkatkan kehatia-hatian dalam melaksanakan suatu perbuatan, melatih diri lebih tabah dan sabar, melatih hidup sederhana,serta bisa mencegah penyakit disebabkan pola makan yang berlebihan.

Kesepuluh makna menjalankan ibadah Ramadan ini sabagai upaya riyadhah diri dalam bentuk pelaksanaan perintah Allah SWT termaktub dalam QS Al Baqarah 183 tersebut di atas.

Riyadhah yang didapatkan dalam puasa adalah melatih diri untuk mengenali kemampuan, kapasitas dengan jujur.

Dalam perjalanan, kita dapat memilih, puasa atau tidak.

Sebenarnya bukan puasa atau tidaknya, tapi inilah cara menguji kejujuran, kemampuan diri untuk tetap berpuasa atau tidak.

Kalau secara fisik sudah payah, bukanlah sebuah kebaikan puasa dalam perjalanan.

Tapi kalau fisiknya masih baik, teruskanlah menjalankan ibadah puasa.

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah r.a: Rasulullah SAW, pernah dalam suatu perjalanan melihat seorang laki-laki yang sedang dikerumuni orang-orang yang menaunginya dari sengatan panas matahari.

Kemudian beliau bertanya, “Apakah yang terjadi dengannya?”

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved