Puisi Asrul Sani

3 Puisi Asrul Sani Populer : Puisi Ibuku Dehulu, Puisi Mabuk, Puisi Turun Kembali

3 Puisi Asrul Sani Populer : Puisi Ibuku Dehulu, Puisi Mabuk, Puisi Turun Kembali

Penulis: Yudha Kristiawan | Editor: Yudha Kristiawan
zoom-inlihat foto 3 Puisi Asrul Sani Populer : Puisi Ibuku Dehulu, Puisi Mabuk, Puisi Turun Kembali
net via wikipedia
3 Puisi Asrul Sani Populer : Puisi Ibuku Dehulu, Puisi Mabuk, Puisi Turun Kembali

3 Puisi Asrul Sani

IBUKU DEHULU

Ibuku dehulu marah padaku
diam ia tiada berkata
akupun lalu merajuk pilu
tiada peduli apa terjadi

matanya terus mengawas daku
walaupun bibirnya tiada bergerak
mukanya masam menahan sedan
hatinya pedih kerana lakuku

Terus aku berkesal hati
menurutkan setan, mengkacau-balau
jurang celaka terpandang di muka
kusongsong juga – biar chedera


Bangkit ibu dipegangnya aku
dirangkumnya segera dikucupnya serta
dahiku berapi pancaran neraka
sejuk sentosa turun ke kalbu

Demikian engkau;
ibu, bapa, kekasih pula
berpadu satu dalam dirimu
mengawas daku dalam dunia.

Puisi Mantera Asrul Sani
Puisi Mantera Asrul Sani (net via wikipedia)


MABUK

Ditayangan ombak bujang bersela
dijunjung hulu rapuh semata
dikipasi angin bergurau senda
lupakan kelana akan dirinya

Dimabukkan harum pecah terberai
diulikkan bujuk rangkai-rinangkai
datanglah semua mengungkai simpai
hatimu bujang sekali bisai.

Bulan mengintai di celah awan
bersemayam senyum sayu-sendu
teja undur perlahan-lahan
mukanya merah mengandung malu.


Rumput rendah rangkum-rinangkum
tibun embun turun ke rumpun
lembah-lembah menjunjung harum
mendatangkan kayal bujang mencium.

Melur sekaki dibuaikan sepoi
dalam cahaya rupa melambai
pelik bunga membawaku ragu
layu kupetik bunga gemalai.

Bunga setangkai gemelai permai
dalam tanganku jatuh terserah
kelopak kupandang sari kunilai
datanglah jemu mengatakan sudah

Bulan berbuni di balik awan
taram-temaram cendera cahaya
teja lari ke dalam lautan
tinggallah aku tiada berpelita.

 

TURUN KEMBALI


Kalau aku dalam engkau
dan kau dalam aku
adakah begini jadinya
jaku hamba engkau penghulu ?
Aku dan engkau berlainan
engkau raja, maha raya
cahaya halus tinggi mengawang
pohon rindang menaung dunia.
Di bawah teduh engkau kembangkan
taku berdiri memati hari
pada bayang engkau mainkan
aku melipur meriang hatiDiterangi cahaya engkau sinarkan
aku menaiki tangga, mengawan
kecapi firdausi melena telinga
menyentuh gambuh dalam hatikuTerlihat ke bawah
kandil kemerlap
melambai cempaka ramai tertawa
hati duniawi melambung tinggi
berpaling aku turun kembali.

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved