Ratusan Budaya Spiritual Teridentifikasi di Borobudur, Bakal Dikembangkan Jadi Daya Tarik Wisata

Selain menjadi kearifan lokal masyarakat setempat, budaya spiritual juga dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk menarik kedatangan wisatawan.

Tribun Jogja/ Yuwantoro Winduajie
Acara diskusi bertajuk Warisan Budaya Pangan Spiritual di Balkondes Ngargogondo, Borobudur, Jumat (22/12/2023) 

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Kemendikbud Ristek dan Eksotika Desa telah mengidentifikasi  sebanyak 601 budaya spiritual di kawasan Borobudur, Kabupaten Magelang.

Selain menjadi kearifan lokal masyarakat setempat, budaya spiritual juga dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk menarik kedatangan wisatawan.

Fasilitator Eksotika Desa, M Panji Kusumah mengatakan, hasil identifikasi budaya spiritual di kawasan Borobudur tergolong melimpah. Dia mencontohkan, dari pangan lokal saja sudah banyak jenisnya.

Mulai dari sajian tumpeng, larakan, jenang dan lain sebagainya.

 "Ada juga yang ekspresinya lewat kesenian, macapat, salawat pitutur bahkan lewat jarang kepang. Jaran kepang kesenian spiritual karena jaran yang diartikan ajaran dipegang kenjang,” kata Panji kepada wartawan di sela-sela acara ‘Warisan Budaya Pangan Spiritual’ di Balkondes Ngargogondo, Borobudur, Jumat (22/12/2023).

Dia menyebut jumlah budaya spiritual di kawasan Borobudur mencapai 600. Kebanyakan berkaitan dengan ajaran yang berasal dari leluhur orang Jawa yakni Sangkan Paraning Dumadi.

“Rata-rata budaya spiritual ini terkait dengan sangkan paraning dumadi. Jadi kecerdasan spiritual masyarakat di kawasan Borobudur, kalau tolal sampai 600-an. Yang terdata 600-an itu ada yang aktif, ada yang tidak aktif dari 20 desa,” kata Panji.

Sementara, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Ditjen Kebudayaan, Kemendikbud Ristek, Sjamsul Hadi mengatakan, eksistensi budaya spiritual di kawasan Borobudur juga dapat menjadi atraksi tersendiri untuk menarik kunjungan wisatawan.

Sehingga tak hanya melihat candi, wisatawan juga bisa berkunjung ke desa-desa untuk melihat ekspresi budaya spiritual masyarakat setempat.

“Wisatawan nanti bisa dikenalkan ragam budaya spiritual yang ada. Misalnya, satu ragam tumpeng ini yang memiliki nilai-nilai kearifan dimana tiap-tiap bentuk tumpeng ini bisa diketahui dan dikenal oleh para wisatawan serta itu bisa menjadi paket wisata,” kata Sjamsul.

Menurutnya, sarasehan masyarakat adat di kawasan Borobudur digelar dalam rangka mendorong pelestarian kearifan lokal yang selama ini sudah mulai terangkat ke permukaan.

Untuk itu, pendampingan telah dilakukan sejak tahun 2021 hingga puncaknya 2022 saat penyelenggaraan G-20.

“Dari 20 desa di kawasan Borobudur sudah teridentifikasi potensi dan juga budaya spiritual yang ada dan dikemas dalam sebuah buku yang 2022 kemarin sudah bagikan ke masing-masing desa. Kami serahkan langsung kepada pemerintah daerah Magelang,” katanya.

Camat Borobudur Subiyanto mengatakan, sarasehan mengangkat warisan budaya pangan spiritual yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.

“Banyak aktivitas yang melibatkan pangan spiritual, salah satunya tumpeng, terus ada sesaji dan lainnya. Di sisi lain, relief Candi Borobudur juga menampilkan kebudayaan terkait dengan aneka pangan lokal yang ada di zaman itu,” ujar Subiyanto. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved