Berita Pendidikan Hari Ini
Pakar UGM Kritik Rencana Pemerintah yang Akan Bagikan Rice Cooker Gratis
Jika membicarakan rice cooker , keluarga di Indonesia sudah banyak memanfaatkan itu sehingga akan menimbulkan pemborosan.
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Gaya Lufityanti
Kegiatan ini biasanya dilakukan di desa yang berlokasi dekat hutan dengan memanfaatkan dahan ranting yang sudah kering.
Kalau karakter rumah tangga yang seperti itu diminta untuk mengganti memasak dengan rice cooker maka akan menimbulkan pemborosan energi.
Hal ini dikarenakan awalnya menggunakan SDA yang tidak merusak karena memanfaatkan sisa-sisa dahan dan ranting kering beralih menggunakan rice cooker sehingga akan bertambah pengeluaran hariannya untuk biaya listrik.
Justifikasi membandingkan dengan keluarga yang selama ini menggunakan gas itu akan lebih murah sekian ribu per bulan jika memasak nasi atau bahan pangan yang lain beralih menggunakan listrik.
Tetapi dalam prakteknya masih ada keluarga yang tidak menggunakan gas untuk memasak yang tentunya akan menambah biaya untuk mereka. Hal yang perlu digaris bawahi terkait kebijakan pembagian rice cooker adalah terkait perbaikan data yang harus segera dilakukan, mempertimbangkan penambahan beban keluarga, dan bansos itu harusnya bersifat sementara sehingga tidak boleh terus menerus.
Baca juga: Beras Mahal, Penjual Bubur Ayam di Kota Yogyakarta Terpaksa Naikkan Harga Jadi Rp12ribu Per Porsi
Dijelaskannya, kebijakan itu bisa dilihat dari jangka waktunya yaitu jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Kalau kebijakan bansos itu termasuk dalam perlindungan jangka pendek, sedangkan untuk jangka panjangnya berupa jaminan sosial seperti asuransi sampai pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan.
"Saat ini yang perlu kita kaji adalah apa dampak kemarau yang berkepanjangan kepada masyarakat dan bagaimana kerentanan yang mereka hadapi, itu yang kita support. Kalau prediksi saya saat ini adalah air dan berkaitan dengan pangan, bukan bantuan rice cooker . Jadi jangan tentang alat memasaknya tetapi apa yang dimasak oleh masyarakat," ujarnya.
Ia menambahkan jika membicarakan rice cooker , keluarga di Indonesia sudah banyak memanfaatkan itu sehingga akan menimbulkan pemborosan.
Hal yang dikhawatirkan adalah akan adanya oknum-oknum yang ketika sudah menerima bantuan tersebut kemudian barang tersebut dijual, meskipun secara ketentuannya tidak diperbolehkan untuk dijual.
"Pada konteks kekinian masyarakat sedang membutuhkan bahan pangan, bisa saja rice cooker tersebut dijual agar ada anggaran pengadaan pangan bagi keluarga. Oleh karena itu, perlu dikaji masyarakat mana yang paling terdampak dalam kekeringan ini," ujarnya.
"Pemerintah memberikan support dalam jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan pangan bukan alat untuk memasak. Pada jangka menengah dan jangka panjang adalah bagaimana mengatasi kedepannya agar masyarakat tersebut menjadi tidak terdampak dalam artian bisa mandiri, berdaya, dan memanfaatkan potensi lokal sebagai basis penghidupan mereka," pungkasnya. ( Tribunjogja.com )
Catatan Pakar UGM tentang Makan Bergizi Gratis Budget Rp 10 Ribu: Masaknya Dekat Sekolah |
![]() |
---|
PMB PTKIN 2025 Mulai Dibuka, Diikuti 59 Kampus termasuk UIN Sunan Kalijaga |
![]() |
---|
Guru Besar UGM Raih Penghargaan dari Pemerintah Prancis |
![]() |
---|
Uji Coba Makan Bergizi Gratis, Siswa SD Muhammadiyah Suronatan Antusias |
![]() |
---|
Disdik Sleman Gelar Festival Komunitas Belajar 2024 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.