Tradisi Saparan di Lereng Gunung Andong Magelang, Momen Budaya yang Lebih Meriah dari Hari Raya

Pada momen ini, sanak saudara yang lama tak pulang biasanya sengaja pulang demi berkumpul menjalani tradisi Saparan di lereng Gunung Andong.

Penulis: Taufiq Syarifudin | Editor: Muhammad Fatoni
Tribun Jogja/Taufiq Syarifudin
Tradisi Saparan di Lereng Gunung Andong, Kabupaten Magelang, Rabu (13/9/2023). 

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Gelaran Tradisi Saparan setiap Rabu Pahing pada bulan Safar di Mantran Wetan, Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang lebih ramai ketimbang momen Hari Raya atau Lebaran.

Pada momen ini, sanak saudara yang lama tak pulang biasanya sengaja pulang demi berkumpul menjalani tradisi Saparan di lereng Gunung Andong.

Bagi warga yang tinggal di daerah tersebut, Saparan merupakan tradisi yang sudah dilaksanakan secara turun-temurun.

Dalam kegiatannya, setiap Kepala Keluarga (KK) membawa ingkung dan tumpeng.

Selanjutnya mereka berjalan menuju rumah kepala dusun setempat.

Saparan berarti mengungkap rasa syukur kepada  Tuhan Yang Maha Esa.

Setiap melakukan tradisi itu, warga berkumpul di rumah kepala dusun untuk sama-sama berdoa.

"Tradisi ini lebih ramai melebihi Lebaran, sanak saudara pulang. Kita mengundang tamu lain. Kita selain bersyukur karena nikmat Tuhan, istilahnya menyambung silaturahmi," kata Kepala Dusun Mantran Wetan, Handoko, kepada wartawan, Rabu (13/9/2023).

Saparan berasal dari kata Shafar, yaitu nama bulan dalam kalender Jawa.

Sehingga, tradisi ini dilaksanakan setiap bulan Safar.

Bulan Safar menurut penanggalan Islam merupakan bulan kedua dalam kalender Hijriyah.

Bulan ini menurut anggapan masyarakat memiliki keunikan yang serat akan mitos.

Tradisi Saparan merupakan bentuk selamatan atau syukuran yang diharapkan dengan diadakannya tradisi tersebut dapat mendatangkan banyak berkah dan rezeki, serta jauh dari malapetaka.

Handoko melanjutkan, Saparan sudah menjadi kepercayaan warga Mantran Wetan yang sudah berlangsung secara turun temurun.

"Orangtua kita sudah berpesan, kalau melaksanakan syukuran, berpedoman pada Rabu Pahing. Dulu pernah di lain hari, ada kendala. Nasinya pada basi semua. Makanya para sesepuh wanti-wanti agar penerus melaksanakan di Rabu Pahing," katanya.

Pada kesempatan yang sama, tokoh masyarakat, Supadi Haryanto menuturkan, Saparan tahun ini terkesan sangat semarak.

Pasalnya momen pascapandemi Covid-19 membuat seluruh warga sangat antusias.

"Antusiasme warga menyambut saparan.Seperti burung dalam sangkar dilepas. Undangan sanak kadhang yang ada di tetangga desa semua akan hadir," kata Supadi.

Kemeriahan dan antusiasme warga mengikuti Saparan tahun ini bisa dilihat dari jumlah ingkung ayam yang disediakan. Lebih dari 160 ingkung ayam kampung yang dibawa setiap KK.

Seorang warga, Siyem (50), mengatakan harga ayam kampung saat ini menyentuh Rp100 ribu sampai Rp150 ribu.

"Kalau Saparan, ayam kampung sampai Rp200 ribu, tetap beli. Terus masih beli daging sapi 3 kg, yang disayur 4 kg dan balungan 5 kg. Meriah saparan kalau dengan Lebaran. Ngundang saudara-saudara dan wajib makan. Mau habis berapa (pengeluaran), tetap senang. Ya ini sekitar Rp5 juta," ujar Siyem.(*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved