Panen Raya Petani Kopi di Lereng Barat Gunung Merapi Magelang, Hasilkan 6,5 Ton Biji Berkualitas

Kenaikan hasil panen tak lepas dari upaya para petani yang terus memperbanyak menanam pohon kopi di dusun tertinggi lereng barat Gunung Merapi ini. 

Tribun Jogja/Nanda Sagita Ginting
Petani Kopi di Lereng Barat Gunung Merapi Magelang sedang menjemur biji kopi di dalam rumah plastik pertanian, Kamis (27/7/2023). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Nanda Sagita Ginting 

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Petani kopi Arabika di Dusun Babadan II, Desa Paten, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sedang masa panen raya.

Untuk musim panen raya kopi tahun ini berlangsung mulai April hingga akhir Agustus mendatang. 

Panen raya inipun disambut gembira oleh para  petani berkat hasil yang baik dan melimpah. 

Petani kopi sekaligus Ketua kelompok tani Tumpang Sari, Poni (50), mengatakan hasil panen kali ini mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. 

"Jika tahun lalu menghasilkan 5 ton biji kopi yang masih bentuk ceri (masih ada kulit luarnya). Tahun ini berhasil mencapai 6,5 ton biji kopi (ceri), jadi ada kenaikan 1,5 ton,"ujarnya saat ditemui di lokasi, Kamis (27/7/2023).

Naiknya hasil panen kopi kali ini, kata dia, tidak lepas dari upaya para petani yang terus memperbanyak menanam pohon kopi di dusun tertinggi lereng barat Gunung Merapi ini. 

"Itu hasil kami menanam per tahun, kami terus menanam sejak 2019 ternyata empat tahun  sudah bisa panen. Sekarang sudah ada puluhan ribu pohon kopi di dusun ini,"ungkap dia.

Poni mengatakan, dari hasil 6,5 ton biji kopi akan disortir lagi menjadi bentuk greenbean (biji kopi yang sudah tidak ada kulit luarnya).

Sehingga dari hasil panen tersebut biasanya hanya menghasilkan sekitar 800 kilogram greenbean.

"Kopi kami kan spesial jadi banyak yang kita sortir. Awalnya dipetik lalu disortir kemudian dirambang. Setelah itu ketika sudah jadi greenbean disortir lagi dan setelah disortir, lalu diayak lagi seusai  ukurannya,"ungkapnya.

Ia menambahkan, untuk penjualan biasanya petani kopi menyetorkan ke Kelompok Tani Tumpang Sari.

Di mana, harga kopi saat ini dihargai Rp10 ribu per kilogram.

"Tetapi, kelompok tani hanya menerima kopi ceri  (biji kopi yang masih ada kulit luarnya) saja. Sedangkan, kalau greenbean kami tidak menerima. Sebab kami tidak tahu prosesnya, tidak tahu step yang dilakukan petani untuk prosesnya. Karena, kopi yang dijual di kelompok tani akan diproduksi lagi menjadi produk kopi 'Arabika Merapi Babadan', produk khas dusun ini. Jadi, prosesnya harus sama tidak boleh campur-campur untuk menjaga rasanya,"ujarnya.

Meskipun begitu, lanjut dia, para petani tetap diperbolehkan menjual produknya di luar dari kelompok tani.

Sehingga, tidak ada keharusan untuk menjualnya di satu pintu.

"Boleh saja, karena memang tidak ada penekanan harus jual di kelompok, tidak ada. Tidak ada mewajibkan menjual satu pintu itu tidak ada. Di sini, petani yang tergabung kelompok tani sekitar 50 orang, sedangkan satu dusun di sini ada 126 KK, jadi baru sepertiganya yang jual ke kami ,"ungkapnya. 

Penjualan Kopi  Merambah Seluruh Negeri

Selain menghasilkan biji kopi  yang berkualitas, para petani kopi, utamanya yang tergabung dalam kelompok tani Tumpang Sari juga mengolah biji kopi menjadi produk bernilai jual dengan  merek 'Arabica Merapi Babadan'.

Mereka menjual kopi Arabika dengan varietas mulai dari liniS, Kartika, dan Sigararutang.

Prosesor kopi Arabika Merapi Babadan, Slamet (23), mengatakan produk kopi 'Arabica Merapi Babadan' kebanyakan dijual dalam  bentuk greenbean dengan proses yang berbeda-beda seperti honey classic, natural anaerob, dan full wash.

"Harganya pun bermacam-macam yang mahal natural anaerob Rp170 ribu per kilogram, Full wash Rp140 ribu per kilogram, dan honey classic Rp150 ribu per kilogram. Itu rasanya beda, prosesnya beda.Kopi itu beda proses, beda tempat, beda rasanya,"ujar dia.

Ia melanjutkan, penjualan kopi 'Arabica Merapi Babadan' pun sudah merambah ke seluruh Indonesia.

Bahkan, dalam kurun waktu  beberapa bulan ini (sepanjang 2023) sudah terjual hingga 700 kilogram.

"Kalau jual  sudah ke solo di situ ada pemesan kopi tetap. Ada di Jogja, Jakarta, Medan,  dan seluruh Indonesia. Jualnya dalam bentuk greenbean jarang jual yang bubuk. Sudah laku hingga 700 kilogram sekarang stok tinggal 200 kilogram saja. Untuk penjualan kebanyakan lewat online shop,"paparnya.(*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved