Sumbu Filosofi Yogyakarta
Sejarah Keraton Yogyakarta, Histori Sejak Perjanjian Giyanti 1755 sampai Kemerdekaan RI 1945
Simak kisah sejarah Keraton Yogyakarta sejak Perjanjian Giyanti sampai Kemerdekaan RI, serta hubungannya dengan Sumbu Filosofi Yogyakarta.
Penulis: Alifia Nuralita Rezqiana | Editor: Alifia Nuralita Rezqiana
Saat itu, Raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, segera mengucapkan selamat atas berdirinya republik baru kepada proklamator kemerdekaan RI.
5 September 1945 : Amanat Sri Sultan HB IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII
Raja Yogyakarta mendukung penuh kemerdekaan Indonesia.
Dukungan tersebut diwujudkan melalui sebuah amanat yang dibuat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII pada 5 September 1945.
Dalam amanat tersebut, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menyatakan bahwa wilayahnya yang bersifat kerajaan adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Usai menerima amanat tersebut, Presiden Republik Indonesia, Ir. Soekarno, menetapkan Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam sebagai dwi tunggal yang memegang kekuasaan atas Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Meskipun sempat terkatung-katung selama beberapa tahun, status keistimewaan Yogyakarta semakin kuat berkat disahkannya Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY.
Dengan demikian, diharapkan segala bentuk warisan budaya di Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman dapat terus dijaga dan dipertahankan.
Kraton Jogja dan Sumbu Filosofi Yogyakarta
Pembangunan Yogyakarta dirancang oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I dengan landasan filosofi yang sangat tinggi.
Dikutip dari laman resmi Pemerintah Provinsi DIY, visitingjogja.jogjaprov.go.id, Sri Sultan Hamengku Buwono I menata Kota Yogyakarta membentang arah utara-selatan.
Dalam rancangan pembangunan itu, Keraton Yogyakarta dibangun di bagian tengah, sebagai titik pusatnya.
Sri Sultan HB I juga mendirikan Tugu Golong Gilig (Pal Putih) alias Tugu Jogja di bagian utara Keraton Yogyakarta.
Beliau juga membangun Panggung Krapyak di sisi selatan Kraton Jogja.
Dari ketiga titik tersebut, yakni Keraton Yogyakarta, Tugu Jogja, dan Panggung Krapyak, apabila ditarik suatu garis lurus, maka akan membentuk sumbu imajiner.
Nah, sumbu imajiner yang berupa garis lurus ini dikenal sebagai Sumbu Filosofi Yogyakarta.
Tidak berhenti pada tiga titik itu saja. Jika ditarik lebih panjang lagu, Sumbu Filosofi Yogyakarta juga menghubungkan Keraton Yogyakarta dengan Gunung Merapi dan Pantai Selatan.
Demikian penjelasan Sejarah Keraton Yogyakarta dan Sumbu Filosofi Yogyakarta.
Silakan klik di sini untuk membaca sejarah Yogyakarta lainnya. (Tribunjogja.com/ANR)
Kraton Jogja
Keraton Yogyakarta
Sejarah Keraton Yogyakarta
Sumbu Filosofi Yogyakarta
Sri Sultan Hamengku Buwono I
Sri Sultan Hamengku Buwono II
Sri Sultan Hamengku Buwono III
sejarah
Kemerdekaan RI
Tugu Golong Gilig
Tugu Jogja
Panggung Krapyak
Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat
Sri Sultan Hamengku Buwono IX
Sri Paduka Paku Alam VIII
| Promosikan World Heritage, 73 Delegasi dari Malaysia Diajak Tour Sumbu Filosofi |
|
|---|
| Sumbu Filosofi Jadi Warisan Dunia, Trans Jogja Belum Berencana Tambah Rute |
|
|---|
| Sri Sultan Hamengku Buwono X Ingin Sumbu Filosofi Berdampak Positif ke Seluruh Lapisan Masyarakat |
|
|---|
| Layani Tur Gratis di Kawasan Sumbu Filosofi, Disbud DIY Sediakan 2 Unit Bus Jogja Heritage Track |
|
|---|
| Pemda DIY Bakal Bentuk Sekretariat Bersama untuk Kelola Kawasan Sumbu Filosofi |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.