Melihat Peran Warga Tionghoa di Klaten dalam Menjaga Budaya Jawa

Peran warga keturunan Tionghoa di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dalam menjaga budaya Jawa terlihat nyata.

Penulis: Almurfi Syofyan | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM/ ALMURFI SYOFYAN
Edy Sulistyanto saat menunjukkan foto keluarganya saat ditemui di rumahnya, Selasa (17/1/2023). 

TRIBUNJOGJA.COM, KLATEN - Peran warga keturunan Tionghoa di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dalam menjaga budaya Jawa terlihat nyata.

Buktinya, lahirnya Festival Ketoprak Pelajar (FKP) yang dilaksanakan sekali dalam setahun di Kabupaten Bersinar adalah contohnya.

Contoh lainnya, warga keturunan Tionghoa di Klaten pernah mementaskan ketoprak (wayang orang) yang seluruh pemainnya adalah warga Tionghoa pada tahun 2018 dengan lakon Rebut Kuwasa.

Tokoh Tionghoa Klaten, Edy Sulistyanto mengatakan FKP dan pementasan ketoprak 2018 itu pihaknya juga dibantu oleh maestro ketoprak asal Yogyakarta, Bondan Nusantara.

"Saya suka ketoprak (wayang orang) sejak kecil, bagi saya ini adalah budaya saya," ucapnya saat TribunJogja.com temui di rumahnya, Selasa (17/1/2023).

Ia menceritakan, sejak tahun 1963, warga Tionghoa di Klaten tak hanya sebagai penonton tapi juga telah sering bermain ketoprak.

Bahkan, saat itu, lahir klub ketoprak dengan nama Padma Budaya yang kelahirannya juga dibidani oleh Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS).

Saat itu, klub tersebut berhasil mementaskan sejumlah lakon seperti Bambang Pramusinto, Srikandi Edan serta Sumantri Ngenger.

Hal itu juga tertuang dalam buku, Dinamika Kaum Tionghoa Klaten dari Masa ke Masa, yang ditulis oleh Edy Sulistyanto dan kawan-kawannya.

Melalui Padma Budaya, kata dia juga terjadi pembauran budaya secara alamiah dimana penabuh gamelan merupakan warga Jawa dan pemain ketoprak adalah gabungan warga Tionghoa dan Jawa.

Bos Amigo Group itu melanjutkan, pada tahun 1990-an di Delanggu juga pernah lahir klub ketoprak yang anggotanya pengusaha Tionghoa.

Klub itu, kata dia lahir secara spontan untuk memeriahkan HUT Kemerdekaan RI di Lapangan Merdeka Delanggu.

Saat itu, pementasan itu mendapat sambutan yang sangat meriah hingga akhirnya diundang untuk ditampilkan di Kodim Klaten.

"Kalau pemainnya saat itu beragam, ada tentara, tukang becak, pengusaha," kenang Edy.

Ia berharap, seni budaya wayang orang atau ketoprak agar terus dilestarikan dan diwariskan ke generasi selanjutnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved