Puisi

Arti dan Makna Puisi 'Sajak Sebatang Lisong' Karya W.S. Rendra

Puisi Sajak Sebatang Lisong ini ditulis oleh Rendra sebagai bentuk kritik sosial terhadap semua yang terjadi di Indonesia

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ikrob Didik Irawan
Tribun Jateng
Penyair WS Rendra 

TRIBUNJOGJA.COM - W.S. Rendra dikenal sebagai penyair paling kaya di Indonesia.

Tak heran, karena ia sangat produktif dalam menciptakan dan memanfaatkan metafora-metafora untuk mendukung citraan dramatik dan visual dalam sajak-sajaknya.

Salah satu karya yang paling melegenda adalah puisinya yang berjudul "Sajak Sebatang Lisong".

Puisi Sajak Sebatang Lisong ini ditulis oleh Rendra sebagai bentuk kritik sosial terhadap semua yang terjadi di Indonesia Raya pada waktu yang sama dengan penulisannya.

Baca juga: Puisi Berjudul Cinta Tanpa Tanda Karya Sujiwo Tejo : Telah ku tandakan semesta cintaku

Puisi ini digunakan untuk menyindir seniman lain yang tidak peduli dengan lingkungannya.

Rendra memberikan kritik keras kepada pemilik kebijakan yang terlalu banyak mengambil teori secara saklek tanpa memperhatikan kondisi yang sebenarnya.

Berikut puisi Sajak Sebatang Lisong karya W.S. Rendra yang ditulis pada 19 Agustus 1977 ini:

menghisap sebatang lisong

melihat Indonesia Raya

mendengar 130 juta rakyat

dan di langit

dua tiga cukung mengangkang

berak di atas kepala mereka

matahari terbit

Baca juga: CONTOH Puisi Bertemakan Tentang Sahabat Lengkap dengan Maknanya

fajar tiba

dan aku melihat delapan juta kanak kanak

tanpa pendidikan

aku bertanya

tetapi pertanyaan pertanyaanku

membentur meja kekuasaan yang macet

dan papantulis papantulis para pendidik

yang terlepas dari persoalan kehidupan

Baca juga: Arti dan Puisi Lengkap Karya Taufiq Ismail Berjudul Dengan Puisi, Aku

delapan juta kanak kanak

menghadapi satu jalan panjang

tanpa pilihan

tanpa pepohonan

tanpa dangau persinggahan

tanpa ada bayangan ujungny

 

menghisap udara

yang disemprot deodorant

aku melihat sarjana sarjana menganggur

berpeluh di jalan raya

aku melihat wanita bunting

antri uang pensiunan

 

dan di langit

para teknokrat berkata :

 

bahwa bangsa kita adalah malas

bahwa bangsa mesti dibangun

mesti di up-grade

disesuaikan dengan teknologi yang diimpor

 

gunung gunung menjulang

langit pesta warna di dalam senjakala

dan aku melihat

protes protes yang terpendam

terhimpit di bawah tilam

 

aku bertanya

tetapi pertanyaanku

membentur jidat penyair penyair salon

yang bersajak tentang anggur dan rembulan

sementara ketidak adilan terjadi disampingnya

dan delapan juta kanak kanak tanpa pendidikan

termangu mangu di kaki dewi kesenian

 

bunga bunga bangsa tahun depan

berkunang kunang pandang matanya

di bawah iklan berlampu neon

berjuta juta harapan ibu dan bapak

menjadi gemalau suara yang kacau

menjadi karang di bawah muka samodra
­­­­­­­­­­­

kita mesti berhenti membeli rumus rumus asing

diktat diktat hanya boleh memberi metode

tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan

kita mesti keluar ke jalan raya

keluar ke desa desa

mencatat sendiri semua gejala

dan menghayati persoalan yang nyata

 

inilah sajakku

pamplet masa darurat

apakah artinya kesenian

bila terpisah dari derita lingkungan

apakah artinya berpikir

bila terpisah dari masalah kehidupan

(MG Aulia A Putri)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved