Perang Rusia Ukraina

AS dan Sekutunya Menolak Referendum di Donetsk, Lugansk, Kherson, dan Zaporozhye

AS, Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, dan Jepang mengecam referendum yang coba digunakan Rusia

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
Olga MALTSEVA / AFP
Orang-orang menghadiri rapat umum dan untuk mendukung referendum pencaplokan di wilayah Ukraina yang dikuasai Rusia, di Saint Petersburg pada 23 September 2022. Pemungutan suara tentang apakah Rusia harus mencaplok wilayah yang dikuasai Kremlin di Ukraina dibuka Jumat ketika Barat mengecam referendum yang telah secara dramatis meningkatkan risiko invasi tujuh bulan Moskow. 

Tribunjogja.com - G7 dikabarkan menolak dengan proses referendum di Donetsk, Lugansk, Kherson, dan Zaporozhye.

Mereka mengklaim proses itu tidak sah dan tidak demokratis dan bersumpah tidak pernah menerima hasi dan akan tetap mendukung pemerintah Ukraina dengan senjata, uang, dan yang lainnya, menurut sebuah pernyataan yang dirilis oleh Gedung Putih pada hari Jumat.

AS, Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, dan Jepang mengecam referendum yang coba digunakan Rusia untuk membuat dalih palsu untuk mengubah status wilayah kedaulatan Ukraina.

Mereka bertahan dengan pendapat proses itu tidak memiliki efek hukum atau legitimasi dan sama sekali tidak menghormati norma-norma demokrasi, menurut pernyataan itu.

Dua republik Donbass ang diakui sebagai negara merdeka oleh Moskow pada Februari dan dua wilayah selatan Ukraina yang sebagian besar berada di bawah kendali pasukan Rusia mengadakan pemungutan suara untuk bergabung dengan Rusia.

Pemungutan suara dimulai pada hari Jumat dan diperkirakan akan berakhir minggu depan.

G7 mengatakan bahwa mereka sama sekali tidak mewakili ekspresi sah dari kehendak rakyat Ukraina.

Baca juga: Referendum Gabung Rusia Akan Lindungi Rakyat Donbass di Masa Depan

G7 mengatakan akan terus memberikan dukungan keuangan, kemanusiaan, militer, diplomatik dan hukum kepada pemerintah di Kiev dan berusaha mendorongpada sebuah konferensi di Jerman bulan depan.

“Kami akan berdiri teguh dengan Ukraina selama yang dibutuhkan,” pernyataan itu menyimpulkan.

Setelah kudeta yang didukung AS pada Februari 2014 di Kiev, beberapa daerah menolak untuk mengakui legitimasi pemerintah Ukraina.

Crimea memilih untuk bergabung kembali dengan Rusia pada bulan Maret tahun itu.

Ukraina dan G7 telah menolak untuk mengakui ini juga, menyebutnya sebagai aneksasi tidak sah.

Tak lama kemudian, Donetsk dan Lugansk mendeklarasikan kemerdekaan dan menjadi sasaran militer Ukraina dalam apa yang disebut Kiev sebagai “operasi anti-teroris.”

Baca juga: Pertukaran Tentara Tahanan Rusia dan Ukraina, Arab dan Turki Jadi Penengah

Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, mengutip kegagalan Ukraina untuk mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus kepada Donetsk dan Lugansk di dalam negara Ukraina.

Protokol, yang ditengahi oleh Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada tahun 2014.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved