PTM di Wilayah DI Yogyakarta, Orangtua Wajib Dampingi Anak Hindari Hepatitis Akut

Kuncinya adalah peningkatan kewaspadaan orangtua dalam hal mendampingi anak-anak mereka agar tidak terjangkit hepatitis.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
freepik
Ilustrasi Kasus Hepatitis Akut yang Diinvestigasi WHO, Terdeteksi di Inggris hingga Indonesia 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Meski masih diteliti oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, kasus hepatitis akut yang menjangkiti sejumlah anak di Skotlandia hingga Indonesia mulai menjadi perhatian masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Penasehat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kota Yogyakarta, Dr dr FX Wikan Indrarto SpA, mengatakan masyarakat tetap harus waspada dengan adanya hepatitis akut ini.

Sebab, hepatitis bisa menular dengan cepat melalui saluran nafas dan cerna.

Menurutnya, potensi penularan di daerah tetap ada, meski semua orang tidak ingin hepatitis misterius itu masuk ke DI Yogyakarta.

Sehingga, kuncinya adalah peningkatan kewaspadaan orangtua dalam hal mendampingi anak-anak mereka agar tidak terjangkit hepatitis.

“Kita semua wajib waspada. Orangtua perlu dampingi anak-anak agar selalu menerapkan protokol kesehatan, menjaga kebersihan diri dan lingkungan,” kata dia kepada Tribun Jogja, Senin (9/5/2022).

Apalagi, di masa-masa ini, Pembelajaran Tatap Muka (PTM) sudah dilaksanakan, sehingga orangtua dan sekolah harus terus melaksanakan prokes, guna menangkal Covid-19 sekaligus hepatitis.

Lantas, bagaimana gejala utama dari hepatitis akut ini?

Wikan mengatakan, dari paparan WHO yang ia baca, sebagian besar kasus hepatitis misterius di dunia itu memiliki gejala yang mirip dengan hepatitis A.

“Jadi, kasus hepatitis misterius ini hampir sama dengan hepatitis A, saluran cerna yang diserang. Jadi, bisa mual, muntah dan diare. Bedanya adalah di demam yang dirasakan. Demam hepatitis lain bisa cukup tinggi, tapi ini tidak terlalu,” terangnya.

Kemudian, gejala lain bisa dilihat dari saluran kencing, misalnya, air kencing bisa berubah menjadi lebih keruh dan coklat kemerahan, warna kulit jadi kuning dan sklera mata yang tadinya putih juga berubah jadi kuning.

Dia mengatakan, gejala itu akan memburuk apabila disertai gangguan syaraf pusat, sehingga menyebabkan anak rewel hingga tidak sadar, bahkan kejang.

“Kalau sudah seperti itu, segera kunjungi fasyankes, tidak perlu tunggu gejala klinis memberat. Asal sudah disertai keluhan jalan makan, seperti mual, muntah dan diare tadi, segera pergi ke dokter saja,” jelas Wikan.

“Surat Edaran (SE) untuk mewaspadai hepatitis akut di Kota Yogyakarta ini juga sudah ada, tinggal kita meningkatkan kewaspadaan saja. Prokes dan gaya hidup bersih tetap harus jadi prioritas,” tegasnya.

Senada, Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Satria Wiratama PhD mengatakan saat ini, hal yang lebih penting adalah bagaimana mencegah hepatitis jenis apapun muncul.

Apalagi di masa libur panjang Lebaran ini, pergerakan atau mobilitas masyarakat sangat tinggi di berbagai daerah.

Dia menilai, skrining hepatitis di pintu masuk wisatawan asing, seperti bandara juga belum bisa optimal mengingat cara mendeteksi penyakit itu beda dengan Covid-19.

“Untuk virus hepatitis harus dilakukan pemeriksan di laboratorium. Prosesnya lebih panjang karena di bandara juga belum bisa dilakukan meski bisa dideteksi awal dengan pengukuran suhu dan ditanya gejala sakit hepatitis tidak," paparnya.

Dari situ, Bayu mengimbau masyarakat untuk tetap menerapkan protokol kesehatan (prokes) untuk mengantisipasi paparan virus hepatitis jenis apapun.

Tidak berbeda jauh dengan Covid-19, penerapan prokes menjadi penting untuk menjaga higienitas dan imunitas tubuh.

"Selain menjaga prokes, menjaga pola makanan yang bersih dan sehat juga penting untuk menghindari virus hepatitis," imbuhnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved