Mutiara Ramadhan Tribun Jogja LDNU DIY
Abu Dujanah dan Kurma
Kisah Abu Dujanah ini luar biasa, meneladani keimanan dan ketakwaan umat yang sedang diuji oleh Allah SWT.
Oleh : Tajul Muluk, Ketua LDNU PW DIY, Dosen IIQ An Nur Yogyakarta
TRIBUNJOGJA.COM - Kebutuhan hidup seringkali menjadi alasan sebagian orang untuk berlaku tidak hati-hati terhadap hak orang lain.
Serampangan dan cenderung nekat, bahkan meremehkan hukum.
Dalam Islam, aturan hukum mengenai perbuatan seorang mukallaf itu jelas, tegas, dan tidak abu-abu.
Hukum halal itu jelas, dan hukum haram itu jelas batasannya.
Demikian penjelasan Nabi SAW dalam sebuah hadis yang redaksinya cukup panjang.
Di antara batas-batas jelas halal dan haram itu, banyak terdapat perkara hukum yang abu-abu.
Sayangnya, banyak sekali orang yang tidak (mau) tahu mengenai hal ini.
Tetapi yang jelas, bagi orang yang betul-betul memiliki rasa takut yang benar kepada Allah, takut terhadap perkara hukum yang abu-abu ini, pasti akan memilih untuk menjauhinya agar agamanya selamat, dan kehormatannya tidak tercemar.
Jika dibaca dengan saksama dan penuh penjiwaan, nasihat Rasulullah SAW. ini komplit, atau jawami’ al-kalim, dalam istilah para ulama. Mengena dalam beberapa hal sekaligus.
Penjelasan tentang batasan-batasan hukum berikut tentang cara menjadi orang yang takwa dan terhormat.
Hadis ini tampaknya secara praktik sangat tersambung dan sesuai dengan kisah salah satu sahabat Nabi yang namanya tidak terlalu populer.
Jarang disebut dan terdengar di antara kita, yaitu Abu Dujanah.
Nama aslinya Simak bin Kharasah al-Anshari.
Dia tinggal di Madinah bersama keluarganya.
Dalam sebuah riwayat dikisahkan, suatu hari Abu Dujanah ikut shalat berjemaah Subuh bersama Rasulullah SAW.
Dia shalat persis di shaf awal, di belakang Rasulullah SAW.
Saat shalat belum usai, Abu Dujanah buru-buru beranjak meninggalkan shalat jemaah.
Belakangan diketahui bahwa dia pulang ke rumahnya.
Rupanya, Rasulullah SAW. mengetahui hal itu, lalu Abu Dujanah dipanggil, “Wahai Abu Dujanah, kenapa engkau terburu-buru meninggalkan shalat jemaah, dan tidak menunggu menyelesaikannya? Tidakkah engkau punya hajat dan kebutuhan yang harus engkau mohonkan kepada Allah?” tanya Rasulullah SAW.
Kemudian Abu Dujanah menjawab,“Iya betul, wahai Rasulullah. Aku punya banyak hajat dan kebutuhan yang ingin aku mohonkan kepada Allah SWT.”“Kalau begitu, kenapa engkau tidak menunggu menyelesaikan shalatmu terlebih dahulu?” tanya Rasulullah SAW.
Abu Dujanah menimpalinya seraya berkata, “Begini penyebabnya,wahai Rasul. Aku punya tetangga seorang Yahudi. Di pekarangan rumahnya terdapat pohon kurma yang sedang berbuah lebat. Sebagian dahannya menjulur ke pekaranganku. Lalu tadi ada angin yang bertiup kencang menerpanya, dan aku melihat banyak buahnya yang berjatuhan di pekaranganku.”
“Lantas tadi ketika dalam shalat, aku teringat akan hal itu. Aku buru-buru pulang untuk memunguti butir-butir kurma muda itu dari pekaranganku, dan mengembalikannya kepada pemiliknya sebelum anak-anakku terbangun dari tidurnya, memunguti dan memakannya karena kelaparan.”
“Dan aku bersumpah kepadamu, wahai Rasulullah, ternyata salah satu anakku memunguti sebutir kurma itu dan terlanjur memasukkan ke mulutnya dan mengunyahnya. Aku pun segera memasukkan jemari tanganku ke dalam mulutnya agar kurma itu bisa keluar sebelum sampai di tenggorokannya.”
“Anakku pun menangis diperlakukan seperti itu, karena dia telah sangat kelaparan. Melihatnya menangis, lantas aku katakan kepadanya, wahai anakku, apakah engkau tidak malu membiarkanku berdiri menghadap Allah SWT sebagai seorang pencuri?”
Mendengar cerita Abu Dujanah di hadapan Rasulullah SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq bergegas ke rumah tetangga Yahudi Abu Dujanah.
Dia pun membeli pohon kurma yang sebagian dahannya menjulur ke pekarangan rumah Abu Dujanah, lalu memberikannya kepada Abu Dujanah dan keluarganya.
Setelah mengetahui kejadian sebenarnya, Yahudi si pemilik pohon kurma pun segera menemui Rasulullah SAW dengan membawa serta keluarganya.
Saat itu, pula dia dan seluruh keluarganya menyatakan masuk Islam kepada Rasulullah SAW.
Kisah Abu Dujanah ini luar biasa.
Banyak petikan pelajaran di dalamnya; Pertama, keimanan dan ketakwaan itu pasti akan diuji oleh Allah SWT kapan dan bagaimana, salah satunya saat dalam kondisi dilematis; antara memenuhi kebutuhan hidup dan konsisten menjaga agama.
Kedua, orang beriman dan memiliki rasa takut yang sebenarnya, akan selalu berusaha menjaga (agama) Allah, lalu Allah pun menjaganya.
Hal ini seperti disebutkan dalam hadis Nabi SAW, Ihfazhillah yahfzhukallah.
Ketiga, istiqamah dan menjaga integritas sebagai orang beriman adalah menampilkan Islam itu sendiri, sekaligus dapat menjadi jalan dakwah yang membuahkan hidayah.
Keempat, ketika orang beriman lebih tabah memilih menjauhi perkara yang syubhat atau abu-abu, maka Allah SWT pasti akan membalasnya dengan menjaga keimanan dan kehormatannya.
Kelima, ber-Islam itu bukan hanya tentang shalat, berpuasa, dan bersedekah, tetapi juga tentang bermuamalah yang baik dengan tetangga, tidak serampangan memperlakukannya lalu mencitrakan keburukan agamanya. (*)