Cerita Kolonel Priyanto Soal Aksinya Mengebom Rumah Saat Terjun di Operasi Militer Timor Timur

Kolonel Priyanto kemudian menjelaskan bila dirinya pernah dua kali terjun dalam operasi militer di Timor-Timur.

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
Tribunnews.com/Gita Irawan
Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terkait kecelakaan di Nagreg Jawa Barat, Kolonel Inf Priyanto, di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Kamis (7/4/2022). 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Kolonel Inf Priyanto, terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terkait kecelakaan Nagreg, Jawa Barat dengan korban Handi Saputra dan Salsabila merupakan salah satu prajurit TNI penerima tanda jasa Satya Lencana Seroja atas jasanya dalam perang Timor Timur.

Hal itu disampaikannya dalam sidang lanjutan kasus pembuangan korban kecelakaan di Nagreg yang digelar di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (7/4/2022).

Dalam sidang tersebut, awalnya Hakim Anggota Kolonel Chk Surjadi Syamsir bertanya terkait pernyataan Kolonel Priyanto soal pernah mengebom rumah tanpa ketahuan.

Kolonel Priyanto kemudian menjelaskan bila dirinya pernah dua kali terjun dalam operasi militer di Timor-Timur.

Ia terlibat dalam operasi militer di Timor-Timur pada tahun 1996 dan 1998.

Selain itu, ia juga mengaku mendapatkan tanda jasa Satya Lencana Seroja dalam operasi tersebut.

Menjawab pertanyaan Surjadi, Priyanto mengatakan pernah mengebom satu rumah saat melakukan operasi militer di Timor Timur.

"Pada saat itu kan Timor-Timur merdeka lahir, pada saat kita embarkasi untuk pulang," jawab Priyanto kepada Surjadi seperti yang dikutip Tribunjogja.com dari Tribunnews.com.

Surjadi kemudian bertanya apakah di dalam rumah yang dibomnya tersebut ada anak-anak.

Priyanto kemudian menjawab tidak tahu.

"Saya tidak tahu orangnya di dalam ada atau tidak," kata Priyanto.

Pertanyaan terkait pengalaman Priyanto dalam operasi militer tersebut juga digali oleh Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy dalam kaitannya kemampuan Priyanto untuk mengidentifikasi hidup atau tidaknya manusia.

Namun, Priyanto mengatakan pengalamannya selama operasi berbeda dengan kecelakaan yang dialaminya di Nagreg, Jawa Barat tersebut.

Selain menjelaskan soal operasi militer di Timor-Timur Kolonel Priayanto menjelaskan soal sosok wanita yang diantarnya sebelum kecelakaan di Nagreg terjadi.

Awalnya Ketua Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Brigjen TNI Faridah Faisal memintanya untuk menceritakan kronologi perjalanan Priyanto bersama dua sopirnya sebelum kecelakaan terjadi.

Priyanto kemudian menjelaskan dalam perjalanan menuju Jakarta sempat menjemput Lala yang belakangan diketahui bernama Nurmala Sari di Cimahi.

"Teman atau apa?" tanya Faridah dalam sidang.

"Teman," jawab Priyanto.

"Statusnya apa ini Nurmala Sari?" tanya Faridah.

"Janda," jawab Priyanto.

Baca juga: Kesaksian Mendalam Ayah Korban Laka Nagreg yang Jasadnya Dibuang Tiga Oknum TNI: Hatinya Kemana?

Priyanto kemudian menjelaskan dalam persidangan bahwa dirinya berteman dengan Lala sejak tahun 2013.

Saat itu, ia bertugas sebagai Guru Militer (Gumil) di Pusdik Pemilum Cimahi Jawa Barat.

Pada gilirannya, Hakim Anggota Kolonel Chk Surjadi Syamsir juga turut mendalami terkait hubungan Priyanto dengan Lala.

Dari sana diketahui bahwa Priyanto mengaku tidak pernah menikah dengan Lala.

"Tidak (pernah menikah), hanya sebagai teman biasa saja," jawab Priyanto menjawab pertanyaan hakim.

Alasan buang tubuh Handi dan Salsabila

Dalam persidangan, Priyanto pun mengaku niat untuk membuang jenazah Handi dan Salsabila muncul untuk melindungi sopirnya yakni Kopda Andreas Dwi Atmoko.

Priyanto mengaku memiliki hubungan emosional dengan Andreas karena selama ini Andreas telah menjaga anak-anaknya dan keluarganya.

"Ada niat ingin menolong dia, itu yang pertama. Kemudian panik. Kemudian Kopda Dwi Atmoko pada saat itu juga sama-sama panik. Kemudian dia bingung juga. Akhirnya saya ambil keputusan. Sudah, kita hilangkan. Maksud saya kita buang saja mayat ini. Dari situlah tercetus," kata Priyanto.

Namun demikian, Hakim Anggota Kolonel Chk Surjadi Syamsir, heran mengapa Priyanto justru melindungi anggotanya ketimbang korban.

Padahal, kata Surjadi, Priyanto telah memiliki pengalaman tugas yang cukup banyak di bidang teritorial yang berkaitan dengan pengayoman masyarakat.

Terlebih, kata Surjadi, saat kejadian sopirnya sempat mengingatkan bahwa Handi dan Salsabila yang sudah diniatkan akan dibuang ke sungai akan dicari oleh orang tuanya.

"Tidak muncul itu rasa.. Kok malah kasihan sama anggota daripada kasihan sama korban? Tidak punya rasa kasihan sama korban ini?" tanya Surjadi dengan nada tinggi.

Priyanto kemudian menjawab bahwa ketika itu ia berpikir bahwa Handi dan Salsabila telah meninggal dunia.

"Jadi walaupun sudah meninggal tidak punya pikiran juga? Kok malah kasihan sama anggota bukan kasihan sama korban?" kata Surjadi.

Priyanto sebelumnya didakwa atas sejumlah tindak kejahatan pada persidangan Selasa (8/3/2022).

Dakwaan primer yang didakwakan yakni pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang penyertaan Pidana, subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Dakwaan subsider pertama yang didakwakan yakni Pasal 328 KUHP tentang penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP kejahatan terhadap kemerdekaan orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Untuk dakwaan subsider ketiga yang didakwakan yakni Pasal 181 KUHP tentang mengubur, menyembunyikan, membawa lari, atau menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.(*)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved