Headline

Harga BBM RON 92 Bakal Naik, Pertalite Disubsidi, Begini Penjelasannya

Sinyal adanya kemungkinan kenaikan harga Pertamax kembali mencuat dari pejabat pemerintah, kali ini datang dari Menteri BUMN Erick Thohir.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
istimewa
Menteri BUMN, Erick Thohir 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Sinyal adanya kemungkinan kenaikan harga Pertamax kembali mencuat dari pejabat pemerintah.

Kali ini, sinyal itu datang dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir.

Ia meminta maaf jika nantinya bakal ada penyesuaian harga untuk BBM RON 92 alias Pertamax.

Erick mengungkapkan, pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menetapkan BBM RON 90 alias Pertalite sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP).

Dengan demikian Pertalite dipastikan menjadi jenis BBM yang mendapatkan subsidi dari pemerintah.

"Pemerintah sudah putuskan Pertalite jadikan subsidi, Pertamax tidak. Jadi kalau Pertamax naik ya mohon maaf," kata Erick saat memberikan sambutan dalam Kuliah Umum Universitas Hasanuddin, Rabu (30/3/2022).

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga mengungkapkan, sudah saatnya Pertamina menyesuaikan harga jual Pertamax menyusul disparitas harga yang terjadi.

Menurutnya, jika merujuk pada keterangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) maka harga keekonomian Pertamax kini telah mencapai Rp 16.000 per liter atau jauh melebihi harga jual Pertamina yang sebesar Rp 9.000 per liter.

"Sudah saatnya juga Pertamina untuk mengembalikan harganya, ya ngak jauh-jauhlah dari harga keekonomian. Walaupun tidak di harga-harga ekonomi tersebut tapi tidak boleh terlalu jauh juga (di bawah)," ujar Arya dalam keterangannya kepada awak media, dikutip Rabu (30/3).

Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga mengungkapkan, sudah saatnya Pertamina menyesuaikan harga jual Pertamax menyusul disparitas harga yang terjadi.

Menurutnya, jika merujuk pada keterangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) maka harga keekonomian Pertamax kini telah mencapai Rp 16.000 per liter atau jauh melebihi harga jual Pertamina yang sebesar RP 9.000 per liter.

"Sudah saatnya juga Pertamina untuk mengembalikan harganya, ya gak jauh-jauh lah dari harga keekonomian.

"Walaupun tidak di harga-harga ekonomi tersebut tapi tidak boleh terlalu jauh juga (di bawah)," ujar Arya dalam keterangannya kepada awak media, dikutip Rabu (30/3).

Arya menjelaskan, konsumsi Pertamax mencapai 13 persen dari konsumsi BBM nasional. S

elain itu, Pertamax juga sejatinya dikonsumsi oleh kelompok masyarakat kelas atas.

Dengan belum dilakukannya penyesuaian harga Pertamax hingga saat ini, maka sama saja Pertamina memberikan subsidi pada masyarakat pengguna Pertamax termasuk untuk mobil-mobil mewah.

Selain itu, harga jual Pertamax yang berada di bawah harga jual BBM RON 92 oleh operator SPBU lain yang sebesar Rp 14.000 per liter dinilai membuat persaingan usaha yang tidak sehat. 

Solar Subsidi

Solar Subsidi

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengungkapkan, pemerintah harus menanggung Rp 7.800 untuk setiap liter pembelian solar subsidi .

Nilai subsidi itu jauh lebih tinggi dari harga jual solar subsidi yang sebesar Rp 5.510 per liter.

"Sekarang ini setiap orang membeli per liter solar bersubsidi, negara mensubsidi Rp 7.800 per liter. Jadi, nilai subsidi lebih mahal dari harga jualnya," ungkap dia dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (29/3/2022).


Ia menjelaskan, tingginya beban yang ditanggung pemerintah terhadap solar tak lepas dari dampak kenaikan harga minyak mentah dunia.

Seperti diketahui, akibat diperparah perang Rusia-Ukraina, harga minyak dunia kini di atas 100 dollar AS per liter.

Nicke menilai, beban yang ditanggung pemerintah itu perlu diketahui masyarakat, terlebih pada kenyataannya seringkali ada penyelewengan yang dilakukan industri besar yang tak seharusnya mendapatkan kucuran solar subdisi.

"Jadi ini yang perlu diedukasi ke masyarakat, sehingga sangat penting untuk kita menjaga dari sisi permintaan agar tidak terjadi subsidi yang tidak tepat sasaran," katanya.

Pemerintah telah menetapkan kuota solar subdisi sepanjang tahun ini sebanyak 15,1 juta kiloliter (KL).

Namun menurut Nicke, saat ini penyaluran solar subsidi bahkan sudah melampaui kuota bulanan yang telah ditetapkan.

Kuota Berdasarkan catatan BPH Migas, pada Januari 2022 realisasi solar subsidi mencapai 1,34 juta KL, melebihi kouta yang ditetapkan sebanyak 1,23 juta KL.

Lalu pada Februari 2022 realisasinya mencapai 1,21 juta KL dari kouta yang ditetapkan sebesar 1,14 juta KL.

Serta sepanjang periode 1-27 Maret 2022, realisasinya mencapai 1,20 juta KL dari kouta yang ditetapkan sebanyak 1,11 juta KL.

Sehingga secara total hingga 27 Maret 2022, realisasi penyaluran solar subsidi sudah menyentuh 3,76 juta KL.

"Walaupun secara aturan kami tidak boleh over kuota, tetapi mempertimbangkan peningkatan mobilitas dan logistik bagi masyarakat, apalagi jelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri, maka kami menaikkan (jumlah distribusi solar per bulan)," kata Nicke.

Menurutnya, dari sisi suplai, saat ini Pertamina bersama pemerintah bersepakat untuk memberikan relaksasi terlebih dahulu, dengan terus menyuplai solar bahkan pada daerah-daerah yang realisasinya sudah melebihi kuota.

Ini untuk menghindari kelangkaan dan mengurai antrean panjang kendaraan mengisi solar subsidi.

"Tapi dari sisi permintaan, kami tetap melakukan pengendalian bersama BPH Migas dan aparat penegak hukum supaya penyaluran tepat sasaran," pungkas dia. (*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved