Curhat Pedagang Pasar Daerah Istimewa Yogyakarta Soal Stok Minyak Goreng

“Saya jualnya merek Gapura Mas seharga 20 ribu per liter, itu saja saya dapat dari Purworejo cuma 11 karton.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
JEWEL SAMAD / AFP
ILUSTRASI Harga Minyak Goreng. Seorang pria mengemas minyak goreng dalam plastik kecil di tokonya di pasar tradisional 

TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Kebijakan harga eceran tertinggi (HET) Rp14 ribu per liter untuk minyak goreng (migor) kemasan telah dihapus oleh pemerintah pusat sejak Rabu (16/3/2022).

Kebijakan serupa pun sudah berlaku di Gunungkidul, namun tidak diikuti dengan ketersediaan barang. Hingga kemarin migor kemasan masih langka ditemui di pasaran.

"Saya tanya ke agen juga katanya stok belum turun," ungkap Sugiyanti, pedagang Pasar Argosari, Wonosari, saat ditemui, Kamis (17/3/2022) siang.

Ia mengaku sudah mengetahui kabar tentang penghapusan kebijakan satu harga tersebut. Namun sayangnya, hingga kini ia masih kesulitan untuk mendapatkan migor kemasan.

Sugiyanti menyebut kondisi serupa juga terjadi pada sejumlah toko jejaring modern. Meski demikian, ia tetap berupaya agar ada persediaan migor yang bisa dijual.

"Ini pun saya dapatnya dari agen luar Gunungkidul, saya beli yang kemasan besar ukuran 25 liter," jelasnya.

Sugiyanti menjual migor secara eceran dalam bentuk kemasan botol air mineral. Ukuran setengah liter ia jual di harga Rp12.500, sedangkan untuk satu liter dijual dengan Rp25 ribu.

Warga membeli minyak goreng (migor)di Pasar Argosari Wonosari, Gunungkidul. Pedagang mengeluh migor kemasan masih sulit didapatkan meski kebijakan satu harga sudah dihapus.
Warga membeli minyak goreng (migor)di Pasar Argosari Wonosari, Gunungkidul. Pedagang mengeluh migor kemasan masih sulit didapatkan meski kebijakan satu harga sudah dihapus. (TRIBUNJOGJA.COM / Alexander Ermando)

Kondisi serupa juga terjadi di Kulon Progo. Para pedagang di Pasar Wates masih mengeluhkan sulitnya mendapatkan migor. Bahkan ada yang harus kulakan hingga ke luar wilayah.

Era, pemilik toko sembako Bunda, mengatakan kenaikan harga migor terjadi per Rabu (16/3/2022) sore. Namun, ketersediaan migor kemasan dan maupun curah tetap langka di pasaran.

"Untuk migor kemasan merek Sunco harganya 50 ribu per dua liter, tapi saya belum jual. Saya jualnya merek Gapura Mas seharga 20 ribu per liter, itu saja saya dapat dari Purworejo cuma 11 karton. Kalau migor curah masih kosong," ucapnya saat ditemui di Pasar Wates, Kamis (17/3/2022).

Sampai saat ini Era masih kesulitan untuk menyetok migor. Distributor hanya memasok 5-15 karton saja ke warungnya. Itu pun langsung terjual dengan cepat, mengingat besarnya permintaan dari konsumen. Dia hanya berharap agar harga migor bisa diturunkan lagi. Sebab dirasa memberatkan masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah.

Pedagang sembako lainnya di Wates, Rawi, memilih tidak berjualan migor curah dikarenakan belum mendapatkan pasokan dari agennya.

"Saya sudah berulang kali pesan, tapi dari agennya bilang belum keluar. Hari ini (kemarin) juga ada pasokan migor kemasan tapi saya tidak kebagian. Jadi saya tidak jualan migor," ungkapnya.

Harga melonjak

Harga migor kemasan di Kota Yogyakarta mengalami lonjakan cukup tinggi, baik di pasar tradisional maupun toko modern, pasca HET migor kemasan dicabut.

Dari pantauan Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta, Kamis (17/3/2022) di beberapa toko modern, hanya tersedia migor kemasan 2 liter dengan banderol mencapai Rp48 ribu hingga Rp51 ribu. Sementara stok yang tersedia juga sangat terbatas.

"Harganya mulai naik dari tadi (Rabu) malam, sebelumnya itu kan masih Rp28 ribu untuk kemasan 2 liter. Di beberapa ritel kita pantau stok kosong, terakhir ada pagi tadi (kemarin)," jelas Anggota Forpi Kota Yogyakarta, Baharuddin Kamba.

Selain deretan toko modern, pihaknya juga menyasar Pasar Kotagede guna memantau harga dan ketersediaan migor kemasan. Setali tiga uang, harga komoditas pokok tersebut juga mengalami lonjakan. Sejauh ini, ucapnya, pedagang kebingungan untuk menetapkan harga.

"Di Pasar Kotagede barangnya juga jarang. Kalaupun ada harganya tinggi, ada yang menjual sampai Rp20 ribu itu untuk kemasan yang ukuran 1 liter. Pedagang semua mengeluh, kebingungan soal harga," cetus Kamba.

"Karena tidak ada sosialisasi yang mereka dapatkan. Tapi, sekarang dijual berapa pun harganya memang tetap ada pembeli. Minyak goreng itu kan kebutuhan pokok bagi masyarakat, harus terpenuhi otomatis," imbuhnya.

Oleh sebab itu, Forpi pun mendorong Pemkot Yogyakarta, supaya mengintensifkan pengawasan distribusi migor, baik soal ketersediaan stok maupun harga. Kamba menandaskan, pemerintah harus sanggup menjamin ketersediaan dengan banderol yang terjangkau.

Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan Kota Yogyakarta, Yunianto Dwi Sutono menyampaikan, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menentukan banderol migor kemasan, selepas kebijakan pencabutan HET Rp14 ribu/liter oleh pemerintah pusat.

Ia pun tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran, setelah HET dicabut maka banderolnya bakal melonjak drastis, sekaligus memberikan peluang bagi oknum-oknum penimbun migor melepas komoditasnya.

"Ini membingungkan pedagang, termasuk saya juga. Jadi, khawatirnya kita kan harga jadi liar. Terus, ya, mohon maaf, penimbun-penimbun bisa mengeluarkan barangnya, meski kita yakin di Yogya tidak ada," urai Yunianto.

Jangan panik

Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti mengatakan, sesuai informasi yang diterima dari jajarannya, warga tidak mengalami kesulitan untuk memburu minyak goreng kemasan. Hanya saja, ia tidak menampik, di beberapa toko memang kosong, namun di ritel-ritel lainnya tersedia.

"Toh orang Yogya selama ini aman-aman saja. Semisal tidak ada minyak goreng, yo, digodok. Ora ono pisang goreng, pisang godok, yo, enak," jelasnya, Kamis (17/3/2022).

Ia menilai, masalah ketersediaan migor tidak pernah jadi polemik besar di Kota Yogyakarta. Menurutnya, saat ini yang harus dipikirkan adalah masalah harga yang berpotensi melonjak, setelah Kementerian Perdagangan mencabut HET Rp14 ribu.

"Kalau HET dicabut, maka (harga) sesuai mekanisme pasar, tapi itu bukan kewenangan kita. Makanya, sekarang yang menjadi isu kan pricing-nya, ya, itu yang harus kita tekan, bersama kapolres, dandim, kami selalu monitor itu di distributor-distributor minyak goreng," ujar Haryadi.

Walau begitu, untuk menyikapi kondisi dewasa ini, ia berharap warga tidak perlu khawatir serta memborong migor dalam jumlah besar di luar kebutuhannya. Sebab, jika permintaan semakin tinggi, dikhawatirkan banderolnya di pasaran ikut melonjak.

"Jangan sampai muncul kepanikan di tengah masyarakat. Harganya mau naik, terus belanja banyak. Nah, mindset harus dibangun, ketenangannya, biar tidak berlebihan. Belinya sesuai kebutuhan saja," kata Wali Kota. (alx/scp/aka)

Baca Tribun Jogja edisi Jumat 18 Maret 2022 halaman 01

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved