Feature
Cerita Yunianto Membudidayakan Ulat Sutera Samia, Diolah di Kulon Progo Menembus Pasar Prancis
Cerita Yunianto Membudidayakan Ulat Sutera Samia. Diolah di Kulon Progo Menembus Pasar Prancis
Penulis: Sri Cahyani Putri | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.COM - Budi daya ulat sutera tidak mudah. Butuh waktu yang sangat lama sehingga kesabaran menjadi kunci utama keberhasilan. Namun, jika sudah berbentuk kain tentu akan bermuara pada pundi-pundi rupiah. Sebab, selembar kain sutera harganya mencapai jutaan rupiah.
Di Kulon Progo, ada seorang pembudi daya ulat sutera jenis samia. Dia adalah Yunianto. Warga Dusun Paingan RT 7/4, Kalurahan Sendangsari, Kapanewon Pengasih. Setiap harinya, ulat sutera samia diberi makan daun ketela pohon.
Budi daya ulat sutera membutuhkan waktu 22 hari untuk menjadi kumpulan kapas baru yang bisa dipanen. Setelah itu, dipisahkan antara pupa dengan kokon atau kapas suteranya. Caranya, ujung kokon digunting untuk mengeluarkan pupanya. Kemudian kapas direbus selama 1,5 jam. Bila sudah selesai bisa dijemur.
Selanjutnya, kapas itu dipintal. Yunianto menggunakan alat sederhana berupa jamtra. Dari proses itu, terbentuk sebuah kain. "Dari bahan kain ini sudah bisa dibuat syal, selendang, dan pakaian," ucapnya saat saya temui tempo hari.
Untuk memproduksi benang sutera sebanyak 1 kilogram dibutuhkan 8-10 kilogram kapas per bulan. Kemudian dari benang itu bisa menghasilkan 4-7 meter kain. Kain berbahan dasar ulat sutera samia memiliki keistimewaan.
Sebab terdapat protein yang berasal dari air liur ulat tersebut. Sehingga bila dipakai saat musim dingin akan terasa hangat. Begitu pula sebaliknya. Terasa dingin di kulit jika dipakai saat musim panas.
Kain samia buatannya itu lalu dijual secara daring dan luring. Pemasaran tidak hanya di dalam negeri, melainkan sudah menembus pangsa pasar luar negeri, seperti Prancis, Malaysia, dan Jepang.
Harga
Ia menjual kain samia yang masih berwarna putih seharga Rp400-500 ribu per meter. Kemudian bila sudah dimotif dan diwarna mulai Rp1,5 juta per meter. Kemudian dijual seharga Rp2,3 juta bila sudah berbentuk pakaian jadi.
Selama proses produksi kain samia, ia mengaku ada kendala. Yakni keterbatasan alat spining yang digunakan untuk merubah kapas menjadi benang. "Karena kami selama ini menggunakan alat sederhana dengan tenaga penggerak dari dinamo berupa jamtra," ungkapnya. (Sri Cahyanti Putri P.)
Baca Tribun Jogja edisi Jumat 11 Maret 2022 halaman 01