Ketika Desakan Presiden, Ketua DPR Hingga Gubernur Jakarta Soal Evaluasi PTM Tak Digubris

Di tengah merebaknya kasus Covid-19, sejumlah pihak mendesak agar PTM dievaluasi untuk meminimalisir penularan pada anak-anak

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM / Ahmad Syarifudin
Suasana pembelajaran tatap muka di SMPN 2 Sleman. Siswa yang belajar di kelas lebih sedikit karena kapasitas diturunkan menjadi 50 persen, Rabu (2/2/2022). 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Indonesia resmi memasuki gelombang ketiga Covid-19. Kasus harian virus corona pun meningkat tajam selama beberapa hari terakhir.

Wilayah DKI Jakarta menjadi daerah dengan penularan kasus paling tinggi.

Di tengah merebaknya kasus Covid-19, sejumlah pihak mendesak agar pembelajaran tatap muka (PTM) dievaluasi untuk meminimalisir penularan pada anak-anak.

Beberapa pihak yang mendesak adanya evaluasi PTM 100 persen di antaranya dari Presiden Jokowi, Ketua DPR Puan Maharani hingga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Bahkan Presiden Jokowi sudah secara tegas meminta adanya evaluasi PTM di tiga provinsi yakni Jakarta, Jawa Barat dan Banten.

Tak hanya meminta jajarannya melaksanakan evaluasi, Presiden Jokowi juga meminta menteri dan pimpinan lembaga terkait berhati-hari menyikapi gelombang ketiga Covid-19 ini.

Sebab, lonjakan kasus baru ini membuat kasus aktif Covid-19 di Indonesia meningkat drastis.

Tercatat ada peningkatan 910 persen dibandingkan dengan sebelumnya.

"Saya juga minta adanya evaluasi untuk pembelajaran tatap muka, utamanya di Jawa Barat, di DKI Jakarta, dan di Banten," ujar Jokowi di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (31/1/2022) dikutip Tribunjogja.com dari Kompas.com.

"Hati-hati, saya ingin menegaskan kehati-hatian kita karena kasus aktif (Covid-19) naik 910 persen. Dari yang sebelumnya 6.108 kasus di tanggal 9 Januari (2022), kemudian menjadi 61.718 kasus di 30 Januari (2022)," lanjut Jokowi.

Kemudian Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani juga meminta agar ada evaluasi pelaksanaan PTM dengan mempertimbangkan sebanyak-banyaknya indikator supaya semua kebutuhan dan kepentingan peserta didik dapat terakomodasi.

"Kenaikan kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia membuat khawatir orangtua murid terhadap kondisi anaknya karena sekolah telah menjadi klaster penyebaran Covid-19," kata Puan dalam keterangannya, Rabu (2/2/2022).

Puan berharap evaluasi PTM khususnya di daerah-daerah yang sudah memberlakukan sekolah tatap muka 100 persen memprioritaskan aspek kesehatan anak.

Baca juga: Rawan Sebaran Covid-19, DPRD Kota Yogyakarta Dukung Penurunan Kuota PTM 50 Persen

Baca juga: Berita DIY : Muncul Klaster Sekolah di DIY, Sekolah dengan Siswa di Atas 200 Terapkan PTM 50 Persen

Oleh karena itu, pemerintah diharapkan melibatkan banyak stakeholder dalam melakukan evaluasi PTM.

Politikus PDI-P itu berpandangan, keterlibatan banyak pihak terkait dapat membantu pemerintah melihat berbagai kebutuhan dan kepentingan siswa.

"Termasuk dengan melibatkan perwakilan orangtua dan guru. Jadi, selain epidemiolog, kita harus meminta masukan dari pihak-pihak yang setiap harinya berinteraksi dengan anak," ujar Puan.

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta Menteri Koordinator Maritim dan Investasi sekaligus Koordinator PPKM Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan agar DKI Jakarta diizinkan untuk menghentikan sementara PTM selama sebulan.

Dia menyebutkan, saat ini aktivitas di luar rumah perlu dikurangi guna menangani lonjakan kasus Covid-19 di Jakarta, salah satunya dengan menghentikan PTM.

"Kita menyadari persis bahwa kondisi di Jakarta membutuhkan anak-anak untuk mengurangi risiko (penularan Covid-19). Dan usulan dari Pemprov DKI Jakarta adalah kita hentikan PTM dan kita 100 persen pembelajaran jarak jauh atau belajar dari rumah," ucap Anies.

Anies menuturkan, ia mesti mengajukan permintaan tersebut karena aturan pembukaan PTM 100 persen diatur oleh pemerintah pusat melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri.

"Berbeda dengan ketika dulu kita menggunakan rezim PSBB. Pada saat PSBB, keputusan tentang pembelajaran tatap muka itu diatur melalui kewenangan Gubernur. Sekarang ini diatur melalui keputusan dari pemerintah pusat," ucap dia.

Tak digubris

Kendati desakan telah begitu banyak disampaikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) tetap bersikukuh untuk melaksanakan PTM.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbud Ristek Jumeri menyatakan, PTM mendesak untuk dilaksanakan.

"Sejalan dengan rekomendasi dari berbagai studi, pemulihan pembelajaran melalui pembelajaran tatap muka dengan protokol kesehatan mendesak untuk dilaksanakan,” ujar Jumeri.

Jumeri menegaskan, pembelajaran tatap muka wajib menyesuaikan status level PPKM masing-masing wilayah sesuai SKB Empat Menteri.

Ketentuan yang ditetapkan dalam SKB itu, ujar dia, sudah mempertimbangkan dan mengakomodasi mekanisme penyelenggaraan pembelajaran tatap muka berdasarkan level PPKM suatu wilayah.

Kendati demikian, pihaknya tetap memperhatikan permintaan Jokowi bahwa pihaknya harus terus meningkatkan pengawasan dan monitoring.

“Sehingga, penyesuaian akan dilakukan jika terjadi perubahan status PPKM di suatu wilayah. Detail pengaturan dapat ditemukan dalam lampiran SKB Empat Menteri,” kata dia.

Jumeri menyampaikan, PTM yang dilakukan juga memperhatikan dinamika penyebaran Covid-19 varian Omicron serta mencermati masukan dari berbagai pihak.

“Maka, Kemendikbud Ristek mengimbau agar semua pihak perlu meningkatkan kedisiplinan dalam penerapan protokol kesehatan dalam penyelenggaraan pembelajaran tatap muka,” kata dia.

Baca juga: Cegah Pemaparan Covid-19 di Sekolah, Kapasitas Saat PTM di Kulon Progo Dievaluasi

Lempar tanggung jawab

Sikap Kemendikbud Ristek yang masih berpaku pada SKB 4 Menteri dikritik oleh Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf.

Politikus Partai Demokrat itu mengaku telah meminta agar Kemendikbud Ristek mengevaluasi PTM 100 persen dengan mengurangi kapasitasnya menjadi 50 persen PTM dan 50 persen PJJ.

Namun, kata Dede, Mendikbud Ristek Nadiem Makarim masih bertahan pada ketentuan yang diatur dalam SKB 4 Menteri dan menunggu pemerintah pusat mengeluarkan aturan PPKM terbaru.

"Artinya kan bebannya diberikan kepada pemerintah daerah untuk menunggu PPKM dan ini menurut saya jadinya kayak lempar-lemparan tanggung jawab," kata Dede.

Sementara itu, di sisi lain, ia menyebut ada beberapa kepala sekolah yang ditegur oleh dinas pendidikan setempat jika tidak menyelenggarakan PTM 100 persen.

Menurut Dede, Kemendikbud Ristek semestinya dapat menyikapi peningkatan kasus Covid-19 dalam beberapa waktu terakhir dengan lebih fleksibel.

Sebab, kasus Covid-19 di Tanah Air meningkat tajam dalam beberapa waktu terakhir sehingga tidak sedikit pula orangtua yang khawatir untuk mengirimkan anak-anaknya ke sekolah.

"Dengan peningkatan yang drastis dalam waktu singkat ini, kan orangtua khawatir dong. Kantor-kantor saja semua dikembalikan 50 persen, bahkan ada yang WFH, masa sekolah tidak?" kata Dede. (*)

 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved