Headline

Omicron Melonjak, Muncul Desakan Agar Sekolah Kembali Daring

kebijakan untuk kembali menerapkan belajar dari rumah secara daring bisa menjadi pertimbangan pemerintah, mengingat anak usia 6-11 tahun belum banyak

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Mona Kriesdinar
dok. tribunnews
Ilustrasi Varian Omicron 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Erlina Burhan, meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah, seiring dengan meningkatnya kasus Covid-19 akibat penularan varian Omicron.

Dia menyarankan, anak-anak usia 6-11 tahun menerapkan pembelajaran secara daring sampai kasus Covid-19 varian Omicron dapat dikendalikan.

"Saran saya kepada pemerintah tolong ditinjau ulang PTM terutama untuk anak-anak yang di bawah 12 tahun, karena memang kasus lagi naik," ujar Erlina dalam konferensi pers virtual, Senin (24/1/2022).

"Jangan PTM dulu sampai Covid-19 Omicron ini terkendali. Jadi kalau bisa anak PAUD, SD ini ditinjau PTM kalau saya (sarankan), sih, hibrid atau kalau perlu di rumah saja daring," sambungnya.

Erlina mengatakan, kebijakan untuk kembali menerapkan belajar dari rumah secara daring bisa menjadi pertimbangan pemerintah, mengingat anak usia 6-11 tahun belum banyak mendapatkan vaksinasi Covid-19.

Artinya, mereka menjadi kelompok yang rentan terinfeksi Covid-19.

Lebih lanjut, Erlina mengatakan, saat ini, sudah banyak sekolah yang memutuskan untuk tutup sementara, setelah ditemukan kasus Covid-19 dari peserta didik dan guru.

"Dan dikatakan juga makin banyak kasus di kalangan anak sekolah," ucap dia.

Adapun data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan hingga Senin (24/1), total kasus Covid-19 akibat penularan varian Omicron mencapai 1.626.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, dari jumlah tersebut, sebanyak 1.019 merupakan pelaku perjalanan dari luar negeri (PPLN).

"Non-PPLN atau transmisi lokal sebanyak 369, dan belum diketahui (pemeriksaan epidemiologi) 238" jelas Nadia melalui pesan singkat kepada Kompas.com, kemarin.

Mulai PTM

Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dengan kuota 100 persen mulai diterapkan di Kota Yogyakarta, mulai Senin (24/1).

Walau begitu, pemkot masih membatasi pelaksanaannya, terutama di jenjang sekolah dasar (SD), yakni khusus siswa kelas V dan VI saja yang melaksanakan PTM.

Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi mengatakan, kondisi penularan virus corona di wilayahnya saat ini cenderung aman untuk memulai PTM 100 persen.

Apalagi, capaian vaksinasi bagi anak usia 6-11 tahun juga sudah cukup tinggi dan hampir tuntas.

"Sesuai data kependudukan, anak usia 6-11 tahun yang belum tervaksin tinggal sekitar 6 ribuan saja. Kemungkinan minggu ini selesai," ungkapnya.

Oleh sebab itu, Wakil Wali Kota Yogyakarta tersebut, bisa merestui pelaksanaan pembelajaran tatap muka 100 persen.

Hanya saja, pihaknya mewanti-wanti, supaya orang tua atau wali murid ikut serta menyukseskan kebijakan ini, dengan melakukan pengawasan terhadap aktivitas anak selama di lingkungan rumah.

Sebab, sesuai pedoman PTM secara keseluruhan, jika muncul sebaran virus di satu ruang kelas, maka KBM luring harus dihentikan sementara.

Ia menegaskan, pemeriksaan acak Covid-19 untuk siswa-siswa peserta PTM juga masih dilaksanakan secara berkala di seluruh sekolah.

"Jangan sampai proses pembelajaran kita hentikan kalau memang ada sebaran di situ. Kita tidak ingin itu terjadi. Jadi, saya harapkan orang tua ikut memantau anak-anaknya saat beraktivitas di luar sekolah," pungkasnya.

SD dibatasi

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Yogyakarta, Budi Santosa Asrori menjelaskan, untuk memulai PTM 100 persen bagi siswa SD kelas I sampai IV, pihaknya masih menanti cakupan vaksinasi anak usia 6-11 tahun benar-benar tuntas injeksi dosis pertamanya yang diperkirakan tercapai pekan ini.

Namun, Disdikpora juga memantau pelaksanaan PTM secara penuh di tingkat SMP dan SD kelas V dan VI sebelum membuka 100 persen kuota di semua jenjang.

Seandainya kegiatan belajar mengajar luring ini berjalan lancar, bisa jadi pada awal Februari 2022 nanti semua murid bisa kembali memenuhi ruang-ruang kelas secara bersamaan.

"Sekitar tangal 7 (Februari)-lah, kita buka 100 persen semuanya. Tapi, pasti kita evalusi dulu, bagaimana pelaksanaan (PTM) 100 persen sepanjang minggu ini," urai Budi.

Menurutnya, PTM secara keseluruhan yang bergulir sejauh ini, masih dibatasi maksimal enam jam pelajaran, baik untuk SD maupun SMP.

Alhasil, kata Budi, murid hanya melakukan pembelajaran luring setidaknya hingga pukul 11.00 WIB, setelah itu kembali ke rumah masing-masing.

"Bedanya itu kalau SMP satu jam pelajarannya 45 menit, sementara yang SD 40 menit. Jadi, antara SD dan SMP cuma beda sekitar 30 menit saja waktu pulangnya," ungkapnya.

"Mata pelajaran olahraga juga boleh, tidak ada larangan dari kementerian juga. Begitu juga kegiatan ekstra, sudah ada sekolah yang jalan. Kita tidak melarang itu, selama protokol kesehatan diterapkan disiplin," tambah Budi.

Terpisah, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X belum akan merevisi kebijakan PTM 100 persen di wilayahnya meski adanya ancaman penularan varian Omicron.

Meski belum terdeteksi di DIY, varian baru tersebut telah ditemukan di Jawa Tengah, provinsi yang berbatasan langsung dengan DIY.

"Kalau sekolah 100 persen, ya, enggak ada masalah. Seperti kampus dibuka saya juga tidak ada masalah, ya, kan prokes dan jaga jarak dilakukan," urainya saat ditemui di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Senin (24/1/2022).

Di DIY sendiri, Raja Keraton Yogyakarta ini telah mengizinkan sekolah maupun perguruan tinggi untuk menggelar PTM dengan kapasitas penuh.

Sekolah pun diberi wewenang untuk melakukan pengaturan agar kegiatan belajar-mengajar dapat menerapkan protokol kesehatan secara optimal.

Sultan mengakui bahwa sekolah memiliki keterbatasan ruang kelas sehingga sulit melakukan pengaturan jarak di dalam.

Dia pun merekomendasikan sekolah untuk menerapkan sistem shift atau giliran. Sehingga tidak seluruh siswa datang ke sekolah secara bersamaan.

"Misalnya (di kelas) 100 persen untuk 40 orang berarti kan tidak jaga jarak. Ya, pengertian 50 persennya dimulai dari 20 orang dulu. Satu (giliran) pagi dan satunya (giliran) siang. Itu terserah bagaimana sekolah mengaturnya," sambung ayah lima puteri ini. (kpc/aka/tro)

Baca Tribun Jogja edisi Selasa 25 Januari 2022 halaman 01

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved