Biodata Jakob Oetama, Pendiri Kompas yang Mengawali Karir Sebagai Guru SMP

Salah satu sosok di balik kesuksesan Kompas/Gramedia adalah Jakob Oetama.

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
KOMPAS.com /GARRY ANDREW LOTULUNG
Pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama di ruang kerjanya di Gedung Kompas Gramedia, Palmerah Selatan, Jakarta. Foto diambil Selasa (27/9/2016), tepat di hari ulang tahunnya. 

TRIBUNJOGJA.COM - Kompas Gramedia menjadi salah satu perusahaan besar di Tanah Air.

Kompas Gramedia berkembang pesat hingga akhirnya menjadi salah satu perusahaan media terbesar di Indonesia.

Salah satu sosok di balik kesuksesan Kompas/Gramedia adalah Jakob Oetama.

Pendiri Harian Kompas tersebut wafat pada Rabu (9/9/2020) silam.

Sebelum meninggal dunia, Jakob Oetama sempat dirawat di rumah sakit selama dua minggu.

Tutup usia di 89 tahun, seorang Jakob Oetama telah meninggalkan berbagai prestasi dan nilai-nilai tinggi bagi keluarga dan bangsa Indonesia.

Siapa Jakob Oetama?

Sebelum mendirikan Kompas, ternyata Jakob Oetama adalah seorang guru.

Jakob muda mengawali karirnya sebagai seorang guru SMP.

Dikutip Tribunjogja.com dari Style.tribunnews.com, Jakob Oetama lahir di sebuah desa bernama Desa Jowahan, 500 meter sebelah timur dari Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, 27 September 1931.

Pendiri Kompas Gramedia ini merupakan putra pertama dari 13 bersaudara.

Ayahnya bernama Raymundus Josef Sandiyo Brotosoesiswo seorang pensiunan guru Sekolah Rakyat di Sleman, Yogyakarta dan ibunya bernama Margaretha Kartonah.

Mulanya Jakob bercita-cita menjadi seorang pastor, hanya karena ayahnya merupakan seorang guru mengaruskan ia tak lagi melanjutkan cita-citanya.

Jakob Oetama memulai kariernya setelah keluar dari Seminari di Yogyakarta dan ingin melanjutkan karir menjadi guru seperti ayahnya.

Ayah Jakob meminta dirinya untuk pergi ke Jakarta bertemu seorang kerabat bernama Yohanes Yosep Supatmo.

Supatmo adalah sosok yang memiliki Yayasan Pendidikan Budaya yang mengelola sekolah budaya.

Saat itu, Jakob tidak berkerja sebagai guru di Yayasan milik Sapto, ia justru menjadi guru di SMP Mardiyuwana Cipanas, Jawa Barat pada 1952 sampai 1953.

Kemudian Jakob pindah ke Sekolah Guru Bagian B di Lenteng Agung, Jakarta pada 1953-1954 dan pindah lagi ke SMP Van Lith di Gunung Sahari di tahun 1954-1956.

Sekolah tersebut berada di bawah asuhan para pastor Kongregasi Ordo Fratrum Minorum (OFM) atau disebut Fransiskan.

Saat itu ia tinggal di kompleks Sekolah Vincentius di Kramat Raya, Jakarta Pusat yang kini dikenal kompleks Panti Asuhan VIncentius Putra.

Sembari mengajar siswa/I SMP, ia melanjutkan studinya pada tingkat tinggi.

Jakob memilih kuliah B-1 Ilmu Sejarah. Setelah lulus melanjutkan di Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Jurusan Publisistik di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Saat belajar sejarah, minat Jakob dalam menulis mulai berkembang.

Kecintaanya terhadap dunia jurnalistik semakin tinggi saat ia mendapat pekerjaan sebagai sekretaris redaksi mingguan Penabur di Jakarta dan memutuskan berhenti mengajar pada 1956.

Saat itu, Jakob sempat direkomendasikan untuk menempuh pendidikan di University of Columbia, Amerika Serikat oleh salah satu guru sejarahnya ketika bersekolah di B-1 Sejarah yang juga seorang pastor Belanda, Van den Berg, SJ.

Nantinya, ia akan memperoleh gelar PhD dana kan menjadi sejarawan atau dosen sejarah.

Ia juga diterima sebagai dosen di di Universitas Parahyangan (Unpar), Bandung, dan disiapkan rumah dinas bagi keluarganya serta Unpar pun telah menyiapkan rekomendasi PhD di Universitas Leuven, Belgia jika Jakob mengajar beberapa tahun di sana.

Jakob pun merasa bimbang apakah harus melanjutkan cita-citanya menjadi guru atau wartawan profesional.

Kemudian, Jakob menemui Pastor JW Oudejans OFM, pemimpin umum di mingguan Penabur.

Saat itulah Oudejans menasihatinya bahwa guru sudah banyak namun wartawan tidak.

Dengan percaya diri, akhirnya ia memustukan untuk fokus menggeluti dunia jurnalistik.

Pada April 1961, PK Ojong mengajak Jakob untuk mendirikan sebuah majalah.

Majalah tersebut diberi nama Intisari mengenai perkembangan dunia ilmu pengetahuan.

Majalah Intisari didirikan Jakob bersama rekannya PK Ojong Bersama J. Adisubrata dan Irawati SH.

Intisari pertama kali terbit pada 17 Agustus 1963 dan memiliki tujuan untuk memberi bacaan bermutu dan membuka cakrawala masyarakat Indonesia.

Baca juga: Patung Jakob Oetama Kini Bersanding dengan PK Ojong di Bentara Budaya Jakarta

Dalam penerbitannya, Intisari juga melibatkan banyak ahli di antaranya adalah ahli ekonomi Prof. Widjojo Nitisastro, penulis masalah-masalah ekonomi terkenal seperti Drs. Sanjoto Sasstromohardjo, dan sejarawan muda Nugroho Notosusanto.

Berkat pergaulan PK Ojong yang sangat luaslah Intisari berhasil terbit.

Saat itu Intisari mendapatkan respon yang baik dari para pembaca hingga beroplah 11.000 eksemplar.

Saat itu, berdirinya Intisari dirasa kurang cukup. Sehingga pada tahun 1965 Jakob bersama PK Ojong mendirikan Surat Kabar Kompas.

Kala itu Indonesia sedang berada pada masa pemberontakan PKI.

Kemudian didirikanlah Surat Kabar Kompas yang dimaksudkan untuk menjadi pilihan alternatif dari banyaknya media partisan yang terbentuk dari kondisi politik Indonesia pasca Pemilu 1995.

Nama Kompas diberikan langsung oleh Presiden Soekarno yang berarti penunjuk arah.

Sebelumnya dipilih ‘Bentara Rakyat’ yang berarti koran itu ditujukan untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat rakyat.

Moto yang dipilih pun “Amanat Penderitaan Rakyat”.

Namun Presiden Soekarno saat itu kurang setuju dan mengusulkan nama “Kompas”.

Kemudian dari perkembangan Kompas inilah berdiri kelompok usaha Kompas Gramedia lainnya.

Biodata Jakop Oetama

Dr. Drs. Jakob Oetama adalah guru, wartawan, dan pengusaha Indonesia yang dikenal sebagai salah satu pendiri Surat Kabar Kompas seperti yang dikutip Tribunjogja.com dari wikipedia.

Dia pernah menjabat sebagai Presiden Direktur Kompas Gramedia, Pembina Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia, dan Penasihat Konfederasi Wartawan ASEAN.

Kelahiran: 27 September 1931, Kecamatan Borobudur

Meninggal: 9 September 2020, Jakarta

Lahir: 27 September 1931; Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Hindia Belanda

Anak: Lilik Oetama, Irwan Oetama

Buku: Pers Indonesia: berkomunikasi dalam masyarakat tidak tulus

Orang tua: Margaretha Kartonah, Raymundus Josef Sandiyo Brotosoesiswo

Saudara kandung: Soenarko, Prayogo, Hendroatmodjo

(Tribunjogja)

 

Sumber: TribunStyle.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved