Serial Layangan Putus
Serial Layangan Putus Ceritakan Perselingkuhan Pasangan yang Bikin Gregetan, Ini Kata Psikolog UGM
Web serial Layangan Putus yang dibintangi Reza Rahardian, Anya Geraldine dan Putri Marino menyita perhatian penonton. Serial yang tayang di We TV ter
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA.COM - Web serial Layangan Putus yang dibintangi Reza Rahardian, Anya Geraldine dan Putri Marino menyita perhatian penonton.
Serial yang tayang di We TV tersebut sempat menjadi bahan pembicaraan di media sosial lantaran kisahnya yang dekat dengan kehidupan nyata.
Bahkan, beberapa hari belakangan, hal-hal yang berkaitan dengan Layangan Putus menjadi trending topic di Twitter, seperti Aris, Cappadocia dan Kinan.
Drama tersebut mengisahkan perselingkuhan rumah tangga Aris (Reza Rahardian) dan Kinan (Putri Marino).
Pernikahan Aris dan Kinan diuji lantaran Aris selingkuh dengan Lydia Danira (Anya Geraldine) di saat Kinan sedang hamil.
Selama masa pernikahan, Kinan selalu merasa rumah tangganya adalah layangan dengan Aris sebagai tuannya.
Setelah mengetahui bahwa Aris memiliki kekasih lain di belakangnya, itu mengancam rumah tangga mereka menjadi layangan putus yang tidak tentu arah.
Diketahui, isu perselingkuhan menjadi tema yang begitu sensitif untuk banyak orang.
Itu menjadi ketakutan hingga memicu trauma masa lalu bagi siapa yang pernah mengalaminya.
Euforia Layangan Putus sama dengan ketika pertama kali penonton Indonesia menonton drama Korea The World of The Married.

Begitu besar pengaruh rasa takut dan trauma, membuat orang enggan menyaksikan karena khawatir pada kondisi kesehatan mentalnya.
Menurut psikolog, film, drama ata konten sangat mungkin untuk membuat orang merasa marah, sedih, kesal atau mengeluarkan berbagai jenis emosi lain.
Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Lucia Peppy Novianti MPsi mengatakan, dampak konten audio visual tersebut serupa dengan pengalaman langsung di dunia nyata, seperti melihat, mendengar maupun mengalaminya sendiri.
"Film atau tayangan apapun sebetulnya sama dengan fenomena dunia nyata yang bisa menjadi stimulus dalam proses persepsi manusia," jelasnya, mengutip Kompas.com.
Proses tersebut terkait dengan adanya memori manusia yang mengingat segala hal yang diserapnya.