Ada 174 Kasus DBD dan 25 Kasus Leptospirosis di Bantul, Dua Warga Meninggal karena Kencing Tikus
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira yang dapat menyebar melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi.
Penulis: Santo Ari | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Selama musim penghujan, masyarakat diminta untuk menjaga kebersihan agar terhindar Zoonosis atau jenis penyakit yang ditularkan hewan ke manusia yakni Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Leptospirosis.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Bantul, Sri Wahyu Joko Santoso, mengungkapkan dari data per 4 November kemarin terdapat 174 kasus DBD tanpa ada kasus kematian.
"Sementara untuk kasus Leptospirosis ada 25 kasus, meninggal 2 kasus," ujarnya, Senin (8/11/2021).
Sementara itu, Kepala Puskesmas Banguntapan III, drg. Rades Pipit Murpitayani, saat diwawancarai terpisah menyatakan bahwa saat ini pihak dokter akan melakukan pemeriksaan cepat untuk menentukan bahwa pasien tersebut terkena DBD, Leptospirosis atau penyakit lainnya.
"Kalau dulu yang namanya DBD ada gejala demam, bercak merah dan mimisan, kalau sekarang untuk kewaspadaan, asal demam kita harus curiga bahwa itu DBD. Karena DBD tidak mesti ada bercak merah. Kalau ditunggu sampai mimisan malah sudah tahap bahaya," ujarnya.
Maka dari itu, dokter akan langsung melakukan pemeriksaan cepat untuk mendeteksi demam di hari pertama.
Jika saat ditemukan ada keraguan, maka untuk mengetahui bahwa trombosit atau darahnya kelainan maka akan dilakukan pemeriksaan di hari ketiga demam.
Selain untuk DBD, pemeriksaan cepat itu juga dilakukan untuk mendeteksi Leptospirosis.
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira yang dapat menyebar melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi.
Beberapa hewan yang bisa menjadi perantara penyebaran leptospirosis adalah tikus, sapi, anjing, dan babi.
Selain itu, dokter juga akan melakukan pemeriksaan tidak langsung dengan cara wawancara ke pasien untuk menggali aktivitas pasien sebelum sakit.
"Misal ia demam setelah bersih-bersih rumah atau ketemu tikus. Jadi yang diperiksa bukan hanya gejalanya. Karena gejala tidak mesti timbul semua," ujarnya.
Ia menyatakan aliran air juga bisa membawa bakteri Leptospira.
Ia mencontohkan, bahwa bisa saja dalam satu rumah itu terlihat bersih, namun ternyata pasien terpapar dari air yang mengalir dari rumah tetangganya yang letaknya lebih tinggi dari rumahnya.
Dalam kesempatan itu, ia menekankan bahwa kedua penyakit ini berhubungan dengan kesehatan lingkungan.
Maka dari itu, pihaknya terus mendorong warga untuk disiplin dalam hal pemberantasan sarang nyamuk (PSN) maupun kebersihan lingkungan lainnya.
Dalam hal genangan air, ini dapat menjadi sarang jentik nyamuk, ataupun bisa terpapar bakteri dari kencing tikus.
"Kedua penyakit ini berhubungan dengan kesehatan lingkungan. Di banguntapan ini penduduknya kan rumahnya mepet-mepet, lalu ada tumpukan barang, jadi selain nyamuk di sana juga ada tikus. Apalagi musim hujan yang harus kita warning, maka PSN itu penting," tandasnya.
Di Puskesmas Banguntapan III sendiri telah rutin menggelar PSN ke rumah-rumah warga, selain itu ada PSN mandiri dan yang terakhir pihaknya menggelar program Gerakan Serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (Gertak PSN)
"Pelaksanaannya serentak di beberapa dusun, kita sebar petugas puskesmas dan koordinasi lintas sektor, dengan kecamatan, TNI, Polri dan desa untuk melakukan sidak PSN ke masyarakat. Kita ambil sampel dari rumah-rumah. Kita nilai ada jentik nyamuknya atau tidak, sambil kita edukasi langsung masyarakat," tandasnya.(*)