Headline

Revisi Pergub Berdasar Masukan, Respons Rekomendasi ORI Perwakilan DIY

Pedagang tidak keberatan dengan adanya aksi unjuk rasa, yang dikhawatirkan jika nanti aksinya anarkis

Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA.COM
Foto ini diabadikan saat aksi unjuk rasa menolak UU Omnibus Law dari berbagai elemen terlibat kericuhan dengan aparat keamanan di depan DPRD DI Yogyakarta, Kamis (8/10/2020). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Pemda DIY akhirnya merespons rekomendasi Ombudsman RI Perwakilan DIY tentang adanya dugaan maladministrasi terhadap Pergub Nomor 1 Tahun 2021, Rabu (3/11/2021).

Peraturan Gubernur tersebut mengatur tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka.

Diwartakan, ORI Perwakilan DIY telah, Kamis (21/10/2021), menyerahkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) terkait Pergub DIY Nomor 1 Tahun 2021.

Pergub tersebut dinilai kelompok masyarakat yang mengatasnamakan Aliansi Rakyat Demokrasi Yogyakarta (ARDY), telah membungkam hak masyarakat dalam menyampaikan pendapat di muka umum.

Perwakilan ARDY kemudian melaporkan dugaan adanya maladministrasi dalam Pergub tersebut kepada ORI Perwakilan DIY.

Kepala ORI Perwakilan DIY, Budhi Masturi mengatakan, hasil LAHP tersebut masih berupa saran tindakan korektif sesuai Pasal 8 Ayat 2 UU Ombudsman RI Nomor 37/2008.

Dalam hal ini, ORI Perwakilan DIY memberi waktu 30 hari kepada Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, untuk menindaklanjuti saran tersebut.

Dalam merespons rekomendasi ORI Perwakilan DIY tersebut, Pemda DIY mengundang sejumlah paguyuban di kawasan Malioboro dan pemangku kepentingan untuk menyampaikan masukannya terkait Pergub Nomor 1 Tahun 2021 tersebut.

Ketua ORI DIY, Budhi Masturi
Ketua ORI DIY, Budhi Masturi (TRIBUNJOGJA.COM)

Ombudsman RI Perwakilan DIY menyimpulkan bahwa terjadi dugaan maladministrasi dalam penyusunan dan penetapan Pergub Nomor 1 Tahun 2021 tersebut.

Pada kesempatan ini Pemda DIY juga mengundang Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY) sebagai pihak yang melaporkan Pergub tersebut ke ORI Perwakilan DIY.

Namun ARDY menolak menghadiri undangan tersebut dengan alasan bertentangan dengan asas kepatutan.

"Banyak masukan yang kami dapat dari PKL (pedagang kaki lima) dan warga Malioboro lainnya untuk harmonisasi Pergub. Kami mengundang ARDY, tapi sampai siang tidak ada yang datang," ujar Asisten Sekretaris Daerah DIY Bidang Pemerintahan dan Administrasi Umum, Sumadi.

Pemda DIY, lanjut Sumadi, akan merevisi Pergub berdasarkan masukan dari masyarakat.
Masukan-masukan yang relevan akan ditampung dan dijadikan pertimbangan untuk melakukan perubahan.

Sumadi mencontohkan, salah satu masukan yang diajukan adalah perubahan nomenklatur terkait jarak yang diperbolehkan menggelar aksi unjuk rasa di Istana Negara atau Istana Kepresidenan Yogyakarta.

Dalam pasal 5 Bab II Pergub 1 Tahun 2021 awalnya disebutkan bahwa penyampaian pendapat di muka umum harus berada di luar radius 500 meter dari pagar atau titik terluar kawasan Malioboro dan Istana Kepresidenan.

Setelah melalui perubahan nomenklatur, maka radius aksi unjuk rasa berkurang dari 500 menjadi 150 meter dari titik terluar atau pagar Istana Kepresidenan.

"Jadi nantinya ada perubahan radius itu dari Istana Negara. Yang penting tidak mengganggu ketertiban umum dan roda perekonomian Malioboro," ungkapnya.

Lebih jauh, Sumadi menegaskan bahwa Pergub ini tidak melarang adanya aksi unjuk rasa. Melainkan upaya pengendalian terhadap pelaksanaan aksi unjuk rasa.

Mengingat Malioboro yang sering dijadikan tempat unjuk rasa juga termasuk dalam kawasan objek vital nasional.

Di tempat yang sama, Kepala Bagian Hukum Biro Hukum Setda DIY, Adi Bayu Kristanto mengatakan, dalam diskusi tersebut masyarakat Malioboro juga minta dilibatkan untuk dalam upaya pengamanan di kawasan Malioboro jika ada aksi unjuk rasa.

Pemda diminta menyiapkan tempat-tempat khusus di luar Malioboro untuk digunakan dalam penyampaian pendapat di muka umum.

Hal ini juga memastikan agar kegiatan unjuk rasa tidak mengganggu aktivitas ekonomi masyarakat di Malioboro.

"Malioboro kan kawasan strategis yang dalam ketentuannya tidak diperkenankan untuk unjuk rasa. Karenanya dari masukan (warga Malioboro), Pemda menyiapkan tempat khusus untuk demo di luar kawasan Malioboro," jelasnya.

Pada intinya, perwakilan pedagang tidak keberatan dengan aksi unjuk rasa yang dilakukan di kawasan tersebut.

Namun mereka mengkhawatirkan jika aksi tersebut menimbulkan kerusuhan seperti yang terjadi pada tahun 2020 lalu.

Sehingga pihak pedagang meminta agar dilibatkan dalam upaya pengamanan untuk memastikan agar kegiatan unjuk rasa berjalan kondusif.

"Pedagang tidak keberatan dengan adanya aksi unjuk rasa, yang dikhawatirkan jika nanti aksinya anarkis," terangnya. (tro)

Baca Tribun Jogja edisi Kamis (4/11/2021) halaman 01

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved